Zakat Pertanian: Apakah Hasil Tanaman Hidroponik Wajib Dizakati
17/12/2025 | Penulis: Admin Bidang 1
Zakat Pertanian: Apakah Hasil Tanaman Hidroponik Wajib Dizakati
Zakat pertanian merupakan salah satu kewajiban zakat yang telah dikenal sejak masa Rasulullah SAW dan memiliki peran penting dalam menjaga keadilan sosial di tengah umat. Seiring perkembangan zaman, metode bercocok tanam mengalami banyak perubahan. Salah satu inovasi yang kini banyak digunakan adalah sistem hidroponik, yang semakin populer di kalangan petani modern. Dari sinilah muncul pertanyaan di tengah masyarakat Muslim: apakah hasil tanaman hidroponik termasuk objek zakat pertanian yang wajib dizakati.
Pada dasarnya, zakat pertanian berkaitan dengan hasil bumi yang diperoleh melalui proses penanaman, perawatan, hingga panen. Ketika metode tanam berubah dari sistem konvensional ke sistem modern, sebagian umat Islam merasa ragu apakah ketentuan zakat pertanian tetap berlaku atau justru mengalami pengecualian. Keraguan ini wajar, mengingat hidroponik tidak menggunakan tanah secara langsung sebagaimana pertanian tradisional.
Dalam Islam, zakat pertanian tidak hanya dipahami sebagai kewajiban finansial, tetapi juga sebagai sarana penyucian harta dan bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Oleh karena itu, pemahaman mengenai hukum zakat pertanian pada tanaman hidroponik menjadi sangat penting agar setiap Muslim dapat menunaikan kewajiban zakat dengan tenang dan sesuai tuntunan syariat. Terlebih lagi, praktik pertanian modern kini banyak berkembang di wilayah perkotaan, sehingga zakat pertanian menjadi isu yang relevan bagi petani kecil, pelaku agribisnis, maupun komunitas urban farming. Tanpa pemahaman yang tepat, dikhawatirkan akan terjadi kelalaian dalam menunaikan kewajiban atau muncul keraguan yang tidak berdasar. Artikel ini akan membahas zakat pertanian dan kaitannya dengan hasil tanaman hidroponik, mulai dari konsep dasar, pandangan ulama, hingga cara perhitungannya, agar umat Islam memperoleh pemahaman yang utuh tentang zakat pertanian di era modern.
Zakat pertanian adalah zakat yang dikenakan atas hasil tanaman yang dipanen dan memiliki nilai ekonomis. Dalam Al-Qur’an, kewajiban zakat pertanian dapat dipahami dari firman Allah SWT dalam Surah Al-An’am ayat 141, yang memerintahkan agar menunaikan hak dari hasil panen pada saat memetiknya. Ayat ini menjadi dasar kuat kewajiban zakat pertanian bagi umat Islam. Para ulama menjelaskan bahwa zakat pertanian pada awalnya dikenakan pada tanaman yang menjadi makanan pokok dan dapat disimpan, seperti padi, gandum, dan kurma. Namun, seiring perkembangan zaman, objek zakat pertanian mengalami perluasan pemaknaan dengan mempertimbangkan prinsip kemaslahatan dan keadilan sosial.
Zakat pertanian memiliki ketentuan nisab dan kadar yang berbeda dengan zakat harta lainnya. Nisab zakat pertanian ditetapkan sebesar lima wasaq, yang setara dengan kurang lebih 653 kilogram hasil panen. Ketentuan ini menunjukkan bahwa zakat pertanian bertujuan meringankan petani kecil, sekaligus memastikan distribusi hasil panen bagi mereka yang membutuhkan. Selain itu, kadar zakat pertanian juga dipengaruhi oleh sistem pengairan. Tanaman yang diairi secara alami, seperti oleh air hujan, dikenakan zakat sebesar 10 persen, sedangkan tanaman yang membutuhkan biaya pengairan dikenakan zakat sebesar 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan aspek usaha dan biaya produksi dalam penetapan zakat pertanian.
Dalam konteks tanaman hidroponik, zakat pertanian menjadi bahan diskusi di kalangan ulama kontemporer. Hidroponik merupakan metode bercocok tanam tanpa tanah dengan memanfaatkan air dan nutrisi sebagai media utama. Meskipun berbeda secara teknis, hasil tanaman hidroponik tetap diperoleh melalui proses budidaya dan menghasilkan panen. Anggapan bahwa zakat pertanian hanya berlaku bagi tanaman yang ditanam di tanah perlu ditinjau kembali, karena esensi zakat pertanian terletak pada hasil panennya, bukan pada media tanamnya. Selama hasil tersebut memiliki nilai ekonomis dan diperoleh melalui usaha bercocok tanam, maka potensi kewajiban zakat pertanian tetap ada.
Banyak ulama kontemporer memandang bahwa hasil tanaman hidroponik termasuk dalam kategori hasil pertanian, sehingga tetap wajib dizakati apabila mencapai nisab. Pandangan ini sejalan dengan kaidah fikih yang menyatakan bahwa hukum berlaku mengikuti illat-nya. Selain itu, kewajiban zakat pertanian pada tanaman hidroponik juga sejalan dengan tujuan zakat, yaitu membantu mustahik dan menjaga keseimbangan sosial. Jika hasil pertanian modern menghasilkan keuntungan besar namun tidak dizakati, maka tujuan zakat tidak akan tercapai secara optimal.
Nisab zakat pertanian hasil hidroponik tetap mengacu pada ketentuan umum, yaitu lima wasaq atau sekitar 653 kilogram hasil panen. Apabila hasil panen mencapai atau melebihi batas tersebut, maka zakat pertanian wajib dikeluarkan. Dasar perhitungan zakat pertanian adalah hasil panen kotor, bukan keuntungan bersih, sebagaimana praktik yang berlaku sejak masa Rasulullah SAW. Hal ini membedakan zakat pertanian dengan zakat perdagangan. Mengingat hidroponik memerlukan biaya produksi seperti nutrisi, listrik, dan perawatan intensif, kadar zakat yang dikeluarkan umumnya sebesar 5 persen dari hasil panen. Zakat pertanian juga dikeluarkan setiap kali panen tanpa menunggu haul satu tahun.
Zakat pertanian memiliki hikmah besar dalam membangun solidaritas sosial dan mengurangi kesenjangan ekonomi. Dalam pertanian modern seperti hidroponik, zakat pertanian menjadi sarana agar kemajuan teknologi tetap membawa keberkahan bagi banyak orang. Melalui zakat pertanian, hasil panen tidak hanya dinikmati oleh pemilik modal, tetapi juga dirasakan oleh fakir miskin dan kelompok yang membutuhkan. Selain itu, zakat pertanian mendorong etika usaha yang berlandaskan nilai-nilai Islam, karena setiap panen disadari mengandung hak orang lain. Zakat pertanian juga berperan dalam memperkuat ketahanan pangan umat melalui pemberdayaan mustahik di sektor pertanian.
Dengan demikian, zakat pertanian tetap relevan meskipun metode bercocok tanam terus berkembang, termasuk melalui sistem hidroponik. Selama hasil tanaman mencapai nisab dan memiliki nilai ekonomis, kewajiban zakat pertanian tidak gugur. Pemahaman yang benar tentang zakat pertanian akan membantu umat Islam menunaikan kewajiban zakat dengan penuh keyakinan. Melalui zakat pertanian, petani hidroponik tidak hanya membersihkan hartanya, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan menghadirkan keberkahan dalam kehidupan bermasyarakat.
Mari ikut ambil bagian dalam menghadirkan lebih banyak senyum dan harapan.
Tunaikan zakat, infak, dan sedekah Anda melalui BAZNAS Kota Yogyakarta:
https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat
#MariMemberi #ZakatInfakSedekah #BAZNASYogyakarta #BahagianyaMustahiq #TentramnyaMuzaki #AmanahProfesionalTransparan
Artikel Lainnya
Harta Dunia vs Akhirat: 6 Perbedaan Menurut Islam
6 Sumber Harta Haram yang Harus Dihindari
7 Fakta Penting tentang Harta dalam Islam yang Wajib Diketahui
5 Alasan Mengapa Harta Disebut Titipan Allah dalam Islam
9 Jenis Harta yang Wajib Dizakati Menurut Syariah
Mengapa Harta Tidak Dibawa Mati, Ini Penjelasan Islam

Info Rekening Zakat
Mari tunaikan zakat Anda dengan mentransfer ke rekening zakat.
BAZNAS

