WhatsApp Icon
Keutamaan Membayar Zakat Tepat Waktu

 

 

Zakat adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu, sebagai bentuk kepedulian sosial dan penyucian harta. Namun, masih banyak orang yang menunda pembayaran zakat dengan berbagai alasan. Padahal, menunaikan zakat tepat waktu memiliki banyak keutamaan dan manfaat, baik secara spiritual maupun sosial.

Mengapa Zakat Harus Dibayar Tepat Waktu?

Dalam Islam, zakat wajib dibayarkan ketika sudah mencapai nisab dan haul (batas waktu satu tahun untuk zakat mal). Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:

"Dan dirikanlah shalat serta tunaikanlah zakat, dan berikanlah pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik. Dan apa saja yang kamu usahakan untuk dirimu berupa kebaikan, niscaya kamu akan mendapatkannya di sisi Allah sebagai balasan yang lebih baik dan lebih besar pahalanya." (QS. Al-Muzzammil: 20)

 

Dari ayat ini, jelas bahwa zakat bukan hanya kewajiban, tetapi juga bentuk investasi akhirat yang memiliki balasan besar dari Allah SWT.

 

Keutamaan Membayar Zakat Tepat Waktu

  • Mendapat Pahala yang Lebih Besar

Zakat yang dibayarkan tepat waktu mencerminkan ketaatan kepada Allah SWT dan menunjukkan kepedulian terhadap sesama. Semakin cepat zakat dikeluarkan, semakin besar manfaat yang bisa dirasakan oleh penerima zakat.

  • Mencegah Hutang Zakat

Menunda zakat dapat menyebabkan akumulasi kewajiban yang semakin besar. Jika seseorang menunda hingga tahun berikutnya, ia tetap memiliki tanggungan zakat yang harus dibayarkan, bahkan bisa bertambah jika penghasilan terus meningkat.

  • Membantu Mereka yang Membutuhkan

Zakat yang ditunda berarti menunda hak orang-orang yang berhak menerimanya, seperti fakir, miskin, dan golongan lainnya. Dengan membayar zakat tepat waktu, kita membantu mereka memenuhi kebutuhan dasar dengan lebih cepat.

  • Menjaga Keberkahan Harta

Rasulullah SAW bersabda:

"Lindungi hartamu dengan zakat, obati orang-orang sakit di antara kalian dengan sedekah, dan siapkan doa untuk menghadapi bencana." (HR. Ath-Thabrani)

Zakat berfungsi sebagai penyuci harta dan penjaga keberkahannya. Menunda zakat bisa menyebabkan keberkahan dalam harta berkurang.

  • Mencegah Sikap Kikir dan Lalai

Menunda zakat bisa membuat seseorang terbiasa menyepelekan kewajiban agama. Jika terus dilakukan, bisa muncul sifat kikir dan lalai dalam menjalankan ibadah lainnya.

Bagaimana Cara Membayar Zakat dengan Mudah dan Tepat Waktu?

Agar zakat bisa ditunaikan tepat waktu dan tanpa hambatan, berikut beberapa cara yang bisa dilakukan:

? Hitung zakat Anda secara rutin – Gunakan kalkulator zakat online di situs BAZNAS Kota Yogyakarta untuk memudahkan perhitungan.

? Sisihkan harta sejak dini – Setiap bulan, sisihkan sebagian harta untuk zakat agar tidak terasa berat saat tiba waktunya.

? Gunakan layanan zakat online – Anda bisa membayar zakat kapan saja dan di mana saja melalui BAZNAS Kota Yogyakarta secara online di https://baznas.go.id/bayarzakat 

? Niatkan untuk menunaikan zakat secepatnya – Jangan menunggu hingga akhir tahun, segera tunaikan begitu nisab dan haul tercapai.

Menunaikan zakat tepat waktu adalah bentuk ketaatan kepada Allah SWT dan bukti kepedulian terhadap sesama. Keutamaan membayar zakat tepat waktu meliputi mendapatkan pahala besar, menjaga keberkahan harta, membantu yang membutuhkan, serta menghindari sikap lalai dan kikir.

Jangan tunda kewajiban zakat Anda! Salurkan zakat melalui BAZNAS Kota Yogyakarta agar lebih aman, mudah, dan tepat sasaran.

=====================

*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.
https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat  
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id 

Penulis: Azkia Salsabila

Editor: Ummi Kiftiyah

16/03/2025 | Kontributor: admin
Bolehkah Zakat Diberikan kepada Saudara atau Keluarga? Ini Penjelasannya

 

Zakat merupakan salah satu kewajiban dalam Islam yang bertujuan untuk membersihkan harta dan membantu mereka yang berhak menerimanya. Namun, banyak yang bertanya, apakah zakat boleh diberikan kepada saudara atau keluarga sendiri? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita pahami ketentuan penerima zakat berdasarkan syariat Islam.

Siapa yang Berhak Menerima Zakat?

Dalam Al-Qur'an, Allah SWT telah menetapkan delapan golongan penerima zakat dalam Surah At-Taubah ayat 60:

  1. Fakir (orang yang tidak memiliki harta dan penghasilan mencukupi).
  2. Miskin (orang yang memiliki penghasilan tetapi tidak mencukupi kebutuhan dasar).
  3. Amil (pengelola zakat).
  4. Mualaf (orang yang baru masuk Islam dan membutuhkan dukungan).
  5. Riqab (hamba sahaya yang ingin memerdekakan diri).
  6. Gharim (orang yang memiliki hutang dan kesulitan membayarnya).
  7. Fi Sabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah, seperti dakwah atau pendidikan Islam).
  8. Ibnu Sabil (musafir yang kehabisan bekal dalam perjalanan).

Dari daftar ini, jika saudara atau keluarga Anda masuk ke dalam salah satu kategori di atas, maka mereka berhak menerima zakat.

Saudara atau Keluarga yang Boleh Menerima Zakat

Dalam Islam, memberikan zakat kepada keluarga diperbolehkan jika mereka termasuk dalam golongan yang berhak menerimanya dan bukan termasuk orang yang wajib kita nafkahi. Misalnya:

  • Saudara kandung, paman, bibi, atau keponakan yang miskin atau fakir, dan tidak memiliki kecukupan ekonomi.
  • Orang tua atau saudara yang terlilit utang (gharim) dan tidak mampu membayarnya.
  • Kerabat yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil) dan membutuhkan bantuan.

Jika mereka memenuhi kriteria tersebut, Anda boleh menyalurkan zakat kepada mereka.

Keluarga yang Tidak Boleh Menerima Zakat

Meskipun zakat bisa diberikan kepada keluarga, ada beberapa anggota keluarga yang tidak boleh menerimanya, yaitu:

  1. Orang tua (ayah dan ibu) – karena anak wajib menafkahi mereka, bukan memberi zakat.
  2. Anak kandung – sebab orang tua bertanggung jawab atas kebutuhan mereka.
  3. Suami atau istri – karena suami wajib menafkahi istrinya, dan harta istri tetap miliknya sendiri.

Untuk anggota keluarga seperti ini, jika mereka membutuhkan bantuan, lebih baik diberikan dalam bentuk sedekah atau nafkah, bukan zakat.

Zakat boleh diberikan kepada saudara atau keluarga jika mereka termasuk dalam delapan golongan penerima zakat yang disebutkan dalam Al-Qur'an. Namun, zakat tidak boleh diberikan kepada orang tua, anak kandung, dan pasangan suami-istri karena mereka memiliki kewajiban nafkah dari keluarganya.

Jika Anda masih ragu, Anda bisa menyalurkan zakat melalui lembaga resmi seperti BAZNAS Yogyakarta, yang akan memastikan bahwa zakat Anda disalurkan dengan benar kepada mereka yang berhak menerimanya.

=====================

*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.
https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat  
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id 

Penulis: Azkia Salsabila

Editor: Ummi Kiftiyah

16/03/2025 | Kontributor: admin
Bagaimana Hukum Zakat yang Tidak Dibayar? Simak Jawabannya

 

 

Zakat adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang telah memenuhi syarat tertentu. Namun, bagaimana jika seseorang tidak membayar zakat? Apakah ada konsekuensi dalam hukum Islam? Artikel ini akan membahas hukum tidak membayar zakat berdasarkan dalil-dalil syariat dan pandangan ulama.

1. Zakat sebagai Kewajiban dalam Islam

Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah syahadat dan salat. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

“Dan dirikanlah salat serta tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.”

(QS. Al-Baqarah: 43)

Hadis Rasulullah SAW juga menegaskan kewajiban zakat:

“Islam dibangun atas lima perkara: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadan, dan berhaji bagi yang mampu.” (HR. Bukhari & Muslim)

Dari ayat dan hadis ini, jelas bahwa zakat adalah ibadah wajib yang tidak boleh ditinggalkan.

2. Hukum Tidak Membayar Zakat

Hukum bagi orang yang tidak membayar zakat terbagi menjadi dua kondisi:

  1. Menolak kewajiban zakat secara sengaja

Jika seseorang dengan sadar menolak zakat dan tidak mengakuinya sebagai kewajiban, maka menurut ijma’ ulama, ia bisa dianggap keluar dari Islam (murtad). Hal ini karena ia telah mengingkari salah satu rukun Islam yang utama.
Allah SWT berfirman:

“… Dan celakalah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya. (Yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka ingkar terhadap kehidupan akhirat.” (QS. Fushshilat(41): 6-7)

  1. Lalai atau menunda pembayaran zakat

Jika seseorang mengakui kewajiban zakat tetapi dengan sengaja menunda atau tidak membayarnya, maka ia berdosa besar. 

“… Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih. (Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. At-Taubah (9): 34-35).

Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa yang Allah berikan harta namun ia tidak membayar zakatnya, maka pada hari kiamat hartanya akan berubah menjadi ular besar berkepala botak yang akan membelitnya dan menggigitnya.” (HR. Bukhari)

Ulama sepakat bahwa mereka yang menunda zakat tanpa alasan yang benar tetap wajib mengeluarkannya meskipun sudah lewat waktu.

3. Konsekuensi bagi yang Tidak Membayar Zakat

Tidak membayar zakat tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada masyarakat secara luas. Berikut beberapa akibatnya:

  • Siksaan di Akhirat: Seperti disebutkan dalam dalam Al-Qur’an, harta yang tidak dizakati akan menjadi azab bagi pemiliknya di hari kiamat.
  • Hartanya Tidak Berkah: Harta yang tidak dizakati cenderung cepat habis dan tidak membawa keberkahan dalam kehidupan pemiliknya.
  • Dampak Sosial: Zakat bertujuan untuk membantu kaum fakir miskin dan yang berhak menerimanya. Jika zakat tidak ditunaikan, maka dapat berpotensi mengurangi kesejahteraan sosial.

4. Cara Bertaubat bagi yang Tidak Membayar Zakat

Bagi mereka yang telah lama meninggalkan zakat, ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk bertaubat:

  • Menyesali perbuatan: Sadar bahwa meninggalkan zakat adalah dosa besar dan bertekad untuk tidak mengulanginya.
  • Membayar zakat yang tertunda: Wajib menghitung dan mengeluarkan zakat dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dibayar.
  • Memohon ampun kepada Allah SWT: Berdoa agar Allah menerima taubat dan memberikan kesempatan untuk memperbaiki diri.

5. Bayar Zakat dengan Mudah di BAZNAS Kota Yogyakarta

Untuk mempermudah pembayaran zakat, BAZNAS Kota Yogyakarta menyediakan berbagai layanan pembayaran zakat secara langsung maupun online. Dengan menyalurkan zakat melalui lembaga resmi, Anda memastikan bahwa zakat Anda tersalurkan dengan tepat kepada yang berhak menerimanya.

???? Bayar zakat sekarang melalui website resmi BAZNAS Kota Yogyakarta dan raih keberkahan dalam hidup Anda!

=====================

*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.
https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat  
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id 

Penulis: Azkia Salsabila

Editor: Ummi Kiftiyah

16/03/2025 | Kontributor: admin
Jika Kelebihan Harta Tapi Tidak Pernah Zakat

 

 

Kelebihan harta adalah kondisi di mana seseorang memiliki lebih banyak aset atau uang daripada kebutuhan pokoknya. Dalam Islam, memiliki kelebihan harta seharusnya menjadi kesempatan untuk berbagi dan membantu sesama melalui zakat. Namun, banyak orang yang memiliki kelebihan harta tetapi tidak pernah menunaikan zakat. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti ketidaktahuan tentang kewajiban zakat, rasa enggan untuk berbagi, atau bahkan keserakahan.

Tidak menunaikan zakat meskipun memiliki kelebihan harta dapat membawa dampak negatif, baik secara spiritual maupun sosial. Secara spiritual, seseorang yang tidak menunaikan zakat akan kehilangan berkah dari harta yang dimilikinya. Dalam Al-Qur'an, Allah menegaskan bahwa zakat adalah pembersih harta dan jiwa. Tanpa zakat, harta yang dimiliki bisa menjadi sumber masalah dan kesulitan. Secara sosial, tidak menunaikan zakat dapat memperburuk kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin. Zakat berfungsi untuk mendistribusikan kekayaan dan membantu mereka yang membutuhkan, sehingga ketidakadilan sosial dapat diminimalisir.

Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk menyadari kewajiban zakat dan menunaikannya secara rutin. Dengan menunaikan zakat, seseorang tidak hanya membersihkan hartanya, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat dan mendapatkan pahala dari Allah.

=====================

*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.
https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat  
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id 

Penulis: Saffanatussa'idiyah

Editor: Ummi Kiftiyah

16/03/2025 | Kontributor: admin
Barang-barang yang Tidak Bisa untuk Zakat

 

 

Dalam Islam, zakat adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat. Namun, tidak semua barang dapat dijadikan objek zakat. Barang-barang yang tidak bisa untuk zakat meliputi barang-barang yang tidak memiliki nilai ekonomi atau tidak memenuhi kriteria zakat. Pertama, barang-barang pribadi yang digunakan sehari-hari, seperti pakaian, perabot rumah tangga, dan kendaraan pribadi, tidak dikenakan zakat. Ini karena barang-barang tersebut dianggap sebagai kebutuhan pokok dan bukan sebagai harta yang dapat diperdagangkan.

Kedua, barang-barang yang tidak menghasilkan, seperti barang koleksi atau barang antik yang tidak dijual, juga tidak dikenakan zakat. Meskipun barang-barang ini mungkin memiliki nilai sentimental atau kolektibilitas, mereka tidak memenuhi syarat sebagai harta yang dikenakan zakat. Selain itu, harta yang diperoleh dari sumber yang haram, seperti hasil perjudian atau korupsi, juga tidak dapat dijadikan objek zakat. Dalam hal ini, zakat tidak hanya berfungsi sebagai kewajiban finansial, tetapi juga sebagai bentuk pembersihan harta dari sumber yang tidak halal. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memahami barang-barang yang tidak dapat dijadikan zakat agar dapat menunaikan kewajiban ini dengan benar dan sesuai dengan syariat.

=====================

*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.
https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat  
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id 

Penulis: Saffanatussa'idiyah

Editor: Ummi Kiftiyah

16/03/2025 | Kontributor: admin

Berita Terbaru

Keutamaan Membayar Zakat Tepat Waktu
Keutamaan Membayar Zakat Tepat Waktu
Zakat adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu, sebagai bentuk kepedulian sosial dan penyucian harta. Namun, masih banyak orang yang menunda pembayaran zakat dengan berbagai alasan. Padahal, menunaikan zakat tepat waktu memiliki banyak keutamaan dan manfaat, baik secara spiritual maupun sosial. Mengapa Zakat Harus Dibayar Tepat Waktu? Dalam Islam, zakat wajib dibayarkan ketika sudah mencapai nisab dan haul (batas waktu satu tahun untuk zakat mal). Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an: "Dan dirikanlah shalat serta tunaikanlah zakat, dan berikanlah pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik. Dan apa saja yang kamu usahakan untuk dirimu berupa kebaikan, niscaya kamu akan mendapatkannya di sisi Allah sebagai balasan yang lebih baik dan lebih besar pahalanya." (QS. Al-Muzzammil: 20) Dari ayat ini, jelas bahwa zakat bukan hanya kewajiban, tetapi juga bentuk investasi akhirat yang memiliki balasan besar dari Allah SWT. Keutamaan Membayar Zakat Tepat Waktu Mendapat Pahala yang Lebih Besar Zakat yang dibayarkan tepat waktu mencerminkan ketaatan kepada Allah SWT dan menunjukkan kepedulian terhadap sesama. Semakin cepat zakat dikeluarkan, semakin besar manfaat yang bisa dirasakan oleh penerima zakat. Mencegah Hutang Zakat Menunda zakat dapat menyebabkan akumulasi kewajiban yang semakin besar. Jika seseorang menunda hingga tahun berikutnya, ia tetap memiliki tanggungan zakat yang harus dibayarkan, bahkan bisa bertambah jika penghasilan terus meningkat. Membantu Mereka yang Membutuhkan Zakat yang ditunda berarti menunda hak orang-orang yang berhak menerimanya, seperti fakir, miskin, dan golongan lainnya. Dengan membayar zakat tepat waktu, kita membantu mereka memenuhi kebutuhan dasar dengan lebih cepat. Menjaga Keberkahan Harta Rasulullah SAW bersabda: "Lindungi hartamu dengan zakat, obati orang-orang sakit di antara kalian dengan sedekah, dan siapkan doa untuk menghadapi bencana." (HR. Ath-Thabrani) Zakat berfungsi sebagai penyuci harta dan penjaga keberkahannya. Menunda zakat bisa menyebabkan keberkahan dalam harta berkurang. Mencegah Sikap Kikir dan Lalai Menunda zakat bisa membuat seseorang terbiasa menyepelekan kewajiban agama. Jika terus dilakukan, bisa muncul sifat kikir dan lalai dalam menjalankan ibadah lainnya. Bagaimana Cara Membayar Zakat dengan Mudah dan Tepat Waktu? Agar zakat bisa ditunaikan tepat waktu dan tanpa hambatan, berikut beberapa cara yang bisa dilakukan: ? Hitung zakat Anda secara rutin – Gunakan kalkulator zakat online di situs BAZNAS Kota Yogyakarta untuk memudahkan perhitungan. ? Sisihkan harta sejak dini – Setiap bulan, sisihkan sebagian harta untuk zakat agar tidak terasa berat saat tiba waktunya. ? Gunakan layanan zakat online – Anda bisa membayar zakat kapan saja dan di mana saja melalui BAZNAS Kota Yogyakarta secara online di https://baznas.go.id/bayarzakat ? Niatkan untuk menunaikan zakat secepatnya – Jangan menunggu hingga akhir tahun, segera tunaikan begitu nisab dan haul tercapai. Menunaikan zakat tepat waktu adalah bentuk ketaatan kepada Allah SWT dan bukti kepedulian terhadap sesama. Keutamaan membayar zakat tepat waktu meliputi mendapatkan pahala besar, menjaga keberkahan harta, membantu yang membutuhkan, serta menghindari sikap lalai dan kikir. Jangan tunda kewajiban zakat Anda! Salurkan zakat melalui BAZNAS Kota Yogyakarta agar lebih aman, mudah, dan tepat sasaran. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Penulis: Azkia Salsabila Editor: Ummi Kiftiyah

16/03/2025 | admin

Bolehkah Zakat Diberikan kepada Saudara atau Keluarga? Ini Penjelasannya
Bolehkah Zakat Diberikan kepada Saudara atau Keluarga? Ini Penjelasannya
Zakat merupakan salah satu kewajiban dalam Islam yang bertujuan untuk membersihkan harta dan membantu mereka yang berhak menerimanya. Namun, banyak yang bertanya, apakah zakat boleh diberikan kepada saudara atau keluarga sendiri? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita pahami ketentuan penerima zakat berdasarkan syariat Islam. Siapa yang Berhak Menerima Zakat? Dalam Al-Qur'an, Allah SWT telah menetapkan delapan golongan penerima zakat dalam Surah At-Taubah ayat 60: Fakir (orang yang tidak memiliki harta dan penghasilan mencukupi). Miskin (orang yang memiliki penghasilan tetapi tidak mencukupi kebutuhan dasar). Amil (pengelola zakat). Mualaf (orang yang baru masuk Islam dan membutuhkan dukungan). Riqab (hamba sahaya yang ingin memerdekakan diri). Gharim (orang yang memiliki hutang dan kesulitan membayarnya). Fi Sabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah, seperti dakwah atau pendidikan Islam). Ibnu Sabil (musafir yang kehabisan bekal dalam perjalanan). Dari daftar ini, jika saudara atau keluarga Anda masuk ke dalam salah satu kategori di atas, maka mereka berhak menerima zakat. Saudara atau Keluarga yang Boleh Menerima Zakat Dalam Islam, memberikan zakat kepada keluarga diperbolehkan jika mereka termasuk dalam golongan yang berhak menerimanya dan bukan termasuk orang yang wajib kita nafkahi. Misalnya: Saudara kandung, paman, bibi, atau keponakan yang miskin atau fakir, dan tidak memiliki kecukupan ekonomi. Orang tua atau saudara yang terlilit utang (gharim) dan tidak mampu membayarnya. Kerabat yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil) dan membutuhkan bantuan. Jika mereka memenuhi kriteria tersebut, Anda boleh menyalurkan zakat kepada mereka. Keluarga yang Tidak Boleh Menerima Zakat Meskipun zakat bisa diberikan kepada keluarga, ada beberapa anggota keluarga yang tidak boleh menerimanya, yaitu: Orang tua (ayah dan ibu) – karena anak wajib menafkahi mereka, bukan memberi zakat. Anak kandung – sebab orang tua bertanggung jawab atas kebutuhan mereka. Suami atau istri – karena suami wajib menafkahi istrinya, dan harta istri tetap miliknya sendiri. Untuk anggota keluarga seperti ini, jika mereka membutuhkan bantuan, lebih baik diberikan dalam bentuk sedekah atau nafkah, bukan zakat. Zakat boleh diberikan kepada saudara atau keluarga jika mereka termasuk dalam delapan golongan penerima zakat yang disebutkan dalam Al-Qur'an. Namun, zakat tidak boleh diberikan kepada orang tua, anak kandung, dan pasangan suami-istri karena mereka memiliki kewajiban nafkah dari keluarganya. Jika Anda masih ragu, Anda bisa menyalurkan zakat melalui lembaga resmi seperti BAZNAS Yogyakarta, yang akan memastikan bahwa zakat Anda disalurkan dengan benar kepada mereka yang berhak menerimanya. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Penulis: Azkia Salsabila Editor: Ummi Kiftiyah

16/03/2025 | admin

Bagaimana Hukum Zakat yang Tidak Dibayar? Simak Jawabannya
Bagaimana Hukum Zakat yang Tidak Dibayar? Simak Jawabannya
Zakat adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang telah memenuhi syarat tertentu. Namun, bagaimana jika seseorang tidak membayar zakat? Apakah ada konsekuensi dalam hukum Islam? Artikel ini akan membahas hukum tidak membayar zakat berdasarkan dalil-dalil syariat dan pandangan ulama. 1. Zakat sebagai Kewajiban dalam Islam Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah syahadat dan salat. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman: “Dan dirikanlah salat serta tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS. Al-Baqarah: 43) Hadis Rasulullah SAW juga menegaskan kewajiban zakat: “Islam dibangun atas lima perkara: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadan, dan berhaji bagi yang mampu.” (HR. Bukhari & Muslim) Dari ayat dan hadis ini, jelas bahwa zakat adalah ibadah wajib yang tidak boleh ditinggalkan. 2. Hukum Tidak Membayar Zakat Hukum bagi orang yang tidak membayar zakat terbagi menjadi dua kondisi: Menolak kewajiban zakat secara sengaja Jika seseorang dengan sadar menolak zakat dan tidak mengakuinya sebagai kewajiban, maka menurut ijma’ ulama, ia bisa dianggap keluar dari Islam (murtad). Hal ini karena ia telah mengingkari salah satu rukun Islam yang utama. Allah SWT berfirman: “… Dan celakalah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya. (Yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka ingkar terhadap kehidupan akhirat.” (QS. Fushshilat(41): 6-7) Lalai atau menunda pembayaran zakat Jika seseorang mengakui kewajiban zakat tetapi dengan sengaja menunda atau tidak membayarnya, maka ia berdosa besar. “… Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih. (Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. At-Taubah (9): 34-35). Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang Allah berikan harta namun ia tidak membayar zakatnya, maka pada hari kiamat hartanya akan berubah menjadi ular besar berkepala botak yang akan membelitnya dan menggigitnya.” (HR. Bukhari) Ulama sepakat bahwa mereka yang menunda zakat tanpa alasan yang benar tetap wajib mengeluarkannya meskipun sudah lewat waktu. 3. Konsekuensi bagi yang Tidak Membayar Zakat Tidak membayar zakat tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada masyarakat secara luas. Berikut beberapa akibatnya: Siksaan di Akhirat: Seperti disebutkan dalam dalam Al-Qur’an, harta yang tidak dizakati akan menjadi azab bagi pemiliknya di hari kiamat. Hartanya Tidak Berkah: Harta yang tidak dizakati cenderung cepat habis dan tidak membawa keberkahan dalam kehidupan pemiliknya. Dampak Sosial: Zakat bertujuan untuk membantu kaum fakir miskin dan yang berhak menerimanya. Jika zakat tidak ditunaikan, maka dapat berpotensi mengurangi kesejahteraan sosial. 4. Cara Bertaubat bagi yang Tidak Membayar Zakat Bagi mereka yang telah lama meninggalkan zakat, ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk bertaubat: Menyesali perbuatan: Sadar bahwa meninggalkan zakat adalah dosa besar dan bertekad untuk tidak mengulanginya. Membayar zakat yang tertunda: Wajib menghitung dan mengeluarkan zakat dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dibayar. Memohon ampun kepada Allah SWT: Berdoa agar Allah menerima taubat dan memberikan kesempatan untuk memperbaiki diri. 5. Bayar Zakat dengan Mudah di BAZNAS Kota Yogyakarta Untuk mempermudah pembayaran zakat, BAZNAS Kota Yogyakarta menyediakan berbagai layanan pembayaran zakat secara langsung maupun online. Dengan menyalurkan zakat melalui lembaga resmi, Anda memastikan bahwa zakat Anda tersalurkan dengan tepat kepada yang berhak menerimanya. ???? Bayar zakat sekarang melalui website resmi BAZNAS Kota Yogyakarta dan raih keberkahan dalam hidup Anda! ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Penulis: Azkia Salsabila Editor: Ummi Kiftiyah

16/03/2025 | admin

Jika Kelebihan Harta Tapi Tidak Pernah Zakat
Jika Kelebihan Harta Tapi Tidak Pernah Zakat
Kelebihan harta adalah kondisi di mana seseorang memiliki lebih banyak aset atau uang daripada kebutuhan pokoknya. Dalam Islam, memiliki kelebihan harta seharusnya menjadi kesempatan untuk berbagi dan membantu sesama melalui zakat. Namun, banyak orang yang memiliki kelebihan harta tetapi tidak pernah menunaikan zakat. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti ketidaktahuan tentang kewajiban zakat, rasa enggan untuk berbagi, atau bahkan keserakahan. Tidak menunaikan zakat meskipun memiliki kelebihan harta dapat membawa dampak negatif, baik secara spiritual maupun sosial. Secara spiritual, seseorang yang tidak menunaikan zakat akan kehilangan berkah dari harta yang dimilikinya. Dalam Al-Qur'an, Allah menegaskan bahwa zakat adalah pembersih harta dan jiwa. Tanpa zakat, harta yang dimiliki bisa menjadi sumber masalah dan kesulitan. Secara sosial, tidak menunaikan zakat dapat memperburuk kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin. Zakat berfungsi untuk mendistribusikan kekayaan dan membantu mereka yang membutuhkan, sehingga ketidakadilan sosial dapat diminimalisir. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk menyadari kewajiban zakat dan menunaikannya secara rutin. Dengan menunaikan zakat, seseorang tidak hanya membersihkan hartanya, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat dan mendapatkan pahala dari Allah. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Penulis: Saffanatussa'idiyah Editor: Ummi Kiftiyah

16/03/2025 | admin

Barang-barang yang Tidak Bisa untuk Zakat
Barang-barang yang Tidak Bisa untuk Zakat
Dalam Islam, zakat adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat. Namun, tidak semua barang dapat dijadikan objek zakat. Barang-barang yang tidak bisa untuk zakat meliputi barang-barang yang tidak memiliki nilai ekonomi atau tidak memenuhi kriteria zakat. Pertama, barang-barang pribadi yang digunakan sehari-hari, seperti pakaian, perabot rumah tangga, dan kendaraan pribadi, tidak dikenakan zakat. Ini karena barang-barang tersebut dianggap sebagai kebutuhan pokok dan bukan sebagai harta yang dapat diperdagangkan. Kedua, barang-barang yang tidak menghasilkan, seperti barang koleksi atau barang antik yang tidak dijual, juga tidak dikenakan zakat. Meskipun barang-barang ini mungkin memiliki nilai sentimental atau kolektibilitas, mereka tidak memenuhi syarat sebagai harta yang dikenakan zakat. Selain itu, harta yang diperoleh dari sumber yang haram, seperti hasil perjudian atau korupsi, juga tidak dapat dijadikan objek zakat. Dalam hal ini, zakat tidak hanya berfungsi sebagai kewajiban finansial, tetapi juga sebagai bentuk pembersihan harta dari sumber yang tidak halal. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memahami barang-barang yang tidak dapat dijadikan zakat agar dapat menunaikan kewajiban ini dengan benar dan sesuai dengan syariat. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Penulis: Saffanatussa'idiyah Editor: Ummi Kiftiyah

16/03/2025 | admin

Puasa Bolong, Tebusannya Mahal: Mengurai Kafarat Ramadhan dari Perspektif Syari'at dan Moralitas
Puasa Bolong, Tebusannya Mahal: Mengurai Kafarat Ramadhan dari Perspektif Syari'at dan Moralitas
Pernahkah terlintas di benak kita, mengapa syariat Islam menetapkan kafarat bagi pelanggaran puasa Ramadhan tertentu? Bukan sekadar pengganti atau formalitas denda, kafarat justru membawa pesan moral yang dalam. Ia menjadi simbol bahwa tidak semua kesalahan bisa “dimaklumi” begitu saja, apalagi jika kesalahan tersebut dilakukan di bulan penuh kemuliaan. Namun, apakah kafarat sebatas hukuman, atau ada nilai etis dan sosial di baliknya? Artikel ini mengajak Anda melihat kafarat Ramadhan secara kritis, melebihi sekadar "denda" yang sering kita pahami. Kafarat: Sekadar Denda atau Evaluasi Diri? Secara definisi, kafarat berasal dari kata kafara yang berarti tebusan. Dalam syariat, kafarat adalah kewajiban tertentu untuk menebus pelanggaran berat, khususnya di bulan Ramadhan, seperti membatalkan puasa dengan hubungan suami istri secara sengaja. Hadis masyhur dari Abu Hurairah meriwayatkan tentang seorang sahabat yang mendatangi Nabi saw. dan mengaku berhubungan intim dengan istrinya di siang hari Ramadhan. Rasulullah saw. tidak sekadar memarahi, tetapi memberikan tiga opsi bertahap: Merdekakan budak Jika tidak mampu, puasa dua bulan berturut-turut Jika tidak mampu juga, memberi makan 60 orang miskin Perhatikan: ketiga bentuk kafarat ini tidak ringan. Lalu, mengapa syariat menetapkan tebusan yang berat seperti ini? Lebih dari Sekadar Hukum: Ada Nilai di Balik Kafarat Ada tiga pesan utama di balik ketentuan kafarat Ramadhan: Mendidik Kesadaran Tanggung Jawab Kafarat bukan sekadar hukuman, tapi sarana agar pelanggar memahami bahwa ibadah bukan ritual kosong. Saat seseorang memilih berhubungan suami istri di siang Ramadhan, ia melanggar kontrak spiritual dengan Allah. Maka, tebusannya juga menuntut tanggung jawab sosial (membebaskan budak/membantu fakir) atau tanggung jawab fisik (puasa 2 bulan non-stop). Tidak ada “jalan pintas”. Menghormati Kesucian Ramadhan Bulan Ramadhan bukan sekadar waktu menahan lapar. Ia adalah madrasah untuk mengasah spiritualitas, menundukkan syahwat, serta meningkatkan empati sosial. Melanggar aturan di bulan ini adalah bentuk penghinaan terhadap bulan suci. Oleh karena itu, kafarat mengandung pesan keras: jangan sepelekan bulan ini! Keterlibatan Sosial dalam Ibadah Menariknya, salah satu bentuk kafarat adalah memberi makan 60 orang miskin. Ini menunjukkan bahwa Islam memadukan ibadah individu dengan kepedulian sosial. Kesalahan personal ditebus dengan memberi manfaat pada masyarakat. Secara tidak langsung, kafarat adalah mekanisme mengembalikan keseimbangan sosial akibat pelanggaran spiritual. Apakah Semua Pelanggaran Puasa Kena Kafarat? Nah, inilah poin menarik. Mayoritas ulama (Syafi’i, Maliki, Hanbali) menegaskan bahwa kafarat hanya wajib untuk pelanggaran berupa hubungan suami istri secara sengaja di siang hari Ramadhan. Dalilnya jelas, sebab hanya itu yang disebutkan dalam hadis.Sementara pelanggaran lain, seperti: Makan atau minum dengan sengaja Merokok Mengeluarkan mani dengan sengaja (selain jima’) …cukup ditebus dengan qadha dan taubat, tanpa kafarat. Namun, madzhab Hanafi berbeda. Mereka berpandangan bahwa semua pembatalan puasa secara sengaja mengharuskan kafarat karena alasan analogi (qiyas). Makan/minum dengan sengaja dianggap setara beratnya dengan hubungan suami istri karena keduanya sama-sama melanggar puasa secara frontal. Kritisnya di sini: Apakah logika Hanafi ini lebih “keras”, atau justru lebih konsisten menjaga kehormatan Ramadhan? Sebab, dalam realita hari ini, banyak orang berani makan di siang Ramadhan tanpa alasan syar’i, seolah-olah itu perkara ringan. Mengapa Hukuman Berat Tidak Berlaku untuk Semua Pelanggaran? Pertanyaan ini penting. Mengapa syariat tidak mewajibkan kafarat untuk makan/minum dengan sengaja, padahal jelas dosa besar? Jawabannya terletak pada ta'abbudi (ketaatan tanpa perlu rasionalisasi). Rasulullah saw. secara eksplisit hanya menetapkan kafarat untuk hubungan suami istri. Hukum Islam sifatnya berhenti pada dalil (tawaqquf), bukan berdasarkan logika semata. Ada hikmah di balik diamnya Nabi saw. dalam kasus makan/minum, yang mungkin karena pelanggaran syahwat seksual dianggap lebih berat melanggar maqashid puasa. Kafarat: Beban atau Jalan Taubat? Dalam konteks hari ini, banyak yang menganggap kafarat terlalu berat, bahkan nyaris “tidak realistis” karena: Tidak ada budak yang bisa dimerdekakan, Puasa dua bulan penuh dianggap sulit, Memberi makan 60 orang miskin membutuhkan biaya besar. Namun, justru di sinilah letak nilai edukatif kafarat. Islam ingin mengajarkan bahwa: Ibadah itu bukan main-main. Dosa tidak cukup ditebus dengan istighfar verbal. Setiap pelanggaran butuh kesungguhan dalam bertaubat. Kafarat bukan hukuman sadis, melainkan pintu untuk menebus kesalahan dengan sungguh-sungguh. Bahkan, opsi paling “ringan” yaitu memberi makan 60 orang miskin tetap berdampak sosial besar. Pesan Moral Kafarat bagi Era Modern Apa relevansi kafarat Ramadhan di era modern? Jawabannya: kafarat adalah simbol perlawanan terhadap budaya permisif dan menormalisasi pelanggaran ibadah. Di tengah maraknya sikap santai terhadap puasa—bahkan terang-terangan makan di siang hari—syariat mengingatkan bahwa pelanggaran ada konsekuensinya, bukan sekadar urusan pribadi antara manusia dan Tuhannya. Lebih dari itu, kafarat juga mengingatkan: Ibadah tidak boleh dipisahkan dari tanggung jawab sosial. Dosa tidak cukup dimaafkan tanpa ada usaha konkret memperbaiki. Penutup Kafarat Ramadhan bukan sekadar denda, tetapi cerminan dari bagaimana Islam memandang serius kesucian ibadah. Bagi pelanggar, kafarat adalah kesempatan untuk introspeksi dan menebus dosa, bukan sekadar “beban syariat”. Sementara bagi masyarakat, ketentuan kafarat menjadi pengingat bahwa ada nilai moral yang tidak bisa ditawar dalam menjaga kesucian Ramadhan. Di tengah zaman di mana pelanggaran sering dianggap sepele, kafarat adalah pesan keras: Ibadah itu mahal, pelanggarannya juga mahal tebusannya. Editor : Ibnu ?

16/03/2025 | Ibnu

Membatalkan Puasa Tanpa Uzur dengan Sengaja: Apakah Kena Kafarat?
Membatalkan Puasa Tanpa Uzur dengan Sengaja: Apakah Kena Kafarat?
Puasa Ramadhan adalah salah satu rukun Islam yang memiliki kedudukan agung dalam syariat. Ibadah ini diwajibkan bagi setiap Muslim yang telah baligh, berakal, sehat, serta tidak memiliki halangan syar'i. Allah SWT menegaskan kewajiban puasa dalam firman-Nya: "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183) Namun, dalam praktiknya, terdapat sebagian orang yang sengaja membatalkan puasa tanpa alasan yang dibenarkan syariat, seperti makan, minum, atau melakukan hal-hal yang membatalkan puasa secara sadar dan tanpa uzur. Timbul pertanyaan, apakah orang tersebut dikenai kafarat sebagaimana halnya orang yang membatalkan puasa dengan berhubungan suami istri? Artikel ini akan membahas persoalan tersebut dengan rinci, berdasarkan dalil-dalil syar’i dan pendapat para ulama. Pengertian Kafarat Secara bahasa, kafarat berarti penebus dosa atau denda. Dalam konteks fikih puasa, kafarat adalah konsekuensi syar’i yang dikenakan kepada seseorang yang melakukan pelanggaran tertentu selama bulan Ramadhan, berupa: 1. Memerdekakan budak (tidak berlaku saat ini). 2. Jika tidak mampu, maka berpuasa dua bulan berturut-turut, 3. Jika tidak mampu juga, maka memberi makan 60 orang miskin. Kafarat ini disebutkan dalam hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: "Seorang laki-laki datang kepada Nabi saw. lalu berkata, ‘Aku telah binasa! Aku menggauli istriku di siang hari Ramadhan.’ Maka Rasulullah saw. bersabda, ‘Merdekakan seorang budak.’ Ia menjawab, ‘Aku tidak mampu.’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Kalau begitu, berpuasalah dua bulan berturut-turut.’ Ia berkata, ‘Aku tidak mampu.’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Berilah makan 60 orang miskin.’" (HR. Bukhari no. 1936, Muslim no. 1111) Membatalkan Puasa dengan Sengaja Tanpa Uzur Perbuatan membatalkan puasa dengan sengaja tanpa uzur, seperti: Makan dan minum dengan sengaja, Merokok, Memasukkan sesuatu ke dalam rongga tubuh dengan sengaja, Semuanya adalah tindakan yang jelas-jelas membatalkan puasa dan termasuk dosa besar, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama. Dalil keharamannya merujuk kepada kewajiban menjaga puasa dan larangan melanggar aturan Allah: "...Maka barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa..." (QS. Al-Baqarah: 185) Namun, apakah tindakan tersebut mengharuskan kafarat? Pendapat Para Ulama Mayoritas Ulama (Jumhur) Mayoritas ulama dari madzhab Syafi’i, Maliki, dan Hanbali berpendapat bahwa: Membatalkan puasa dengan makan atau minum secara sengaja hanya mengharuskan QADHA dan TAUBAT, tanpa kafarat. Dalilnya: Hadis yang sahih tentang kafarat hanya secara eksplisit menyebutkan orang yang berhubungan suami istri di siang hari Ramadhan. Tidak ada riwayat sahih dari Rasulullah saw. yang memerintahkan kafarat bagi orang yang membatalkan puasa karena makan/minum. Menurut mereka, pelanggaran tersebut cukup diobati dengan: Qadha puasa sebanyak hari yang ditinggalkan, Bertaubat sungguh-sungguh, Tidak mengulangi perbuatan tersebut. Madzhab Hanafi Berbeda dengan jumhur, madzhab Hanafi berpendapat lebih tegas: Orang yang sengaja membatalkan puasa dengan makan, minum, atau selain hubungan suami istri, tetap wajib kafarat, sebagaimana orang yang menggauli istrinya. Dalil mereka: Analogi (qiyas) antara makan/minum dengan hubungan suami istri karena keduanya termasuk tindakan membatalkan puasa secara sengaja dan melanggar kesucian ibadah. Memandang beratnya dosa meninggalkan puasa Ramadhan tanpa alasan, sehingga memerlukan tebusan berat (kafarat) untuk menghapusnya. Perbedaan Dasar Antara Makan/Minum dan Hubungan Suami Istri Mengapa mayoritas ulama tidak mewajibkan kafarat bagi orang yang makan dan minum dengan sengaja? Dalil yang Jelas dan Terbatas Hadis shahih yang memerintahkan kafarat hanya disebutkan dalam konteks hubungan suami istri. Nabi saw. tidak menyinggung makan atau minum dalam hadis tersebut, padahal itu adalah tindakan umum yang bisa saja terjadi. Karena itu, para ulama berhenti pada teks hadis tersebut (ta’abbudi). Tingkat Pelanggaran Berhubungan suami istri dianggap pelanggaran berat karena: Selain membatalkan puasa, juga menyalahi hikmah puasa yang bertujuan menahan syahwat. Rasulullah saw. memberikan hukuman kafarat berat sebagai bentuk ta'zir (pencegahan) agar tidak terjadi peremehan terhadap ibadah puasa. Sedangkan makan/minum, meskipun dosa, tidak setingkat beratnya dalam konteks syariat. Konsekuensi Bagi yang Membatalkan Puasa dengan Sengaja Meskipun tidak dikenai kafarat menurut mayoritas ulama, tetap saja: Wajib Mengqadha Puasa Orang yang membatalkan puasa dengan makan/minum secara sengaja harus mengganti di hari lain sesuai firman Allah: "...Maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkan itu, pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: 184-185) Bertaubat dengan Sungguh-sungguh Membatalkan puasa tanpa alasan syar'i termasuk dosa besar, sebagaimana disebut dalam hadis: "Barang siapa berbuka satu hari di bulan Ramadhan tanpa uzur dan tanpa sakit, maka tidak akan cukup baginya untuk mengganti hari itu meskipun ia berpuasa sepanjang tahun." (HR. Abu Dawud, no. 2396; Tirmidzi no. 723, dinilai hasan shahih oleh Tirmidzi. Ini menunjukkan besarnya dosa membatalkan puasa dengan sengaja. Kesimpulan Apakah orang yang membatalkan puasa dengan makan atau minum tanpa uzur terkena kafarat? Menurut mayoritas ulama (Syafi’i, Maliki, Hanbali): Tidak wajib kafarat, cukup QADHA + TAUBAT. Menurut madzhab Hanafi: Wajib kafarat seperti orang yang berhubungan suami istri. Meskipun pendapat yang kuat adalah pendapat jumhur (tidak wajib kafarat), dosa membatalkan puasa Ramadhan tanpa uzur adalah sangat besar. Karena itu, seorang Muslim yang terlanjur melakukannya harus: Segera bertaubat dengan taubat nasuha. Mengqadha puasa yang ditinggalkan sebelum Ramadhan berikutnya. Editor : Ibnu

16/03/2025 | Ibnu

Kewajiban Fidyah: Menyelesaikan Pembayaran untuk Tahun Terlewat dan Tahun Ini
Kewajiban Fidyah: Menyelesaikan Pembayaran untuk Tahun Terlewat dan Tahun Ini
Fidyah adalah bentuk kompensasi yang wajib dibayarkan oleh umat Islam yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan karena alasan tertentu, seperti sakit atau perjalanan jauh. Kewajiban ini bertujuan untuk memberikan makanan kepada orang-orang yang membutuhkan sebagai pengganti puasa yang terlewat. Bagi mereka yang belum membayar fidyah untuk tahun-tahun sebelumnya, penting untuk segera menyelesaikannya. Pembayaran fidyah tidak hanya merupakan kewajiban agama, tetapi juga bentuk kepedulian sosial terhadap sesama. Dalam konteks tahun ini, umat Islam diharapkan untuk memperhatikan kewajiban ini dengan lebih serius, terutama di tengah tantangan yang dihadapi oleh banyak orang akibat krisis ekonomi. Untuk menghitung jumlah fidyah yang harus dibayarkan, biasanya ditentukan berdasarkan harga makanan pokok di daerah masing-masing. Sebagai contoh, jika satu porsi makanan dihargai sekitar Rp 15.000, maka untuk satu hari puasa yang terlewat, fidyah yang harus dibayarkan adalah Rp 15.000. Jika ada beberapa hari puasa yang terlewat, jumlah tersebut harus dikalikan dengan jumlah hari yang tidak dipenuhi. Dengan menyelesaikan kewajiban fidyah, umat Islam tidak hanya memenuhi perintah agama, tetapi juga berkontribusi dalam membantu mereka yang kurang beruntung. Oleh karena itu, mari kita pastikan untuk menyelesaikan pembayaran fidyah untuk tahun yang terlewat dan tahun ini dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Sumber: 1. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah (2:184-185). 2. Hadis Nabi Muhammad SAW tentang fidyah. 3. Buku "Fidyah dan Kewajiban Puasa" oleh Dr. Ahmad Zainuddin. Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana Editor: M. Kausari Kaidani

16/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana

Maksimalkan Pembayaran Fidyah: Cara Efisien Melalui BAZNAS
Maksimalkan Pembayaran Fidyah: Cara Efisien Melalui BAZNAS
Pembayaran fidyah merupakan kewajiban bagi mereka yang tidak mampu berpuasa, dan BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) menyediakan platform yang efisien untuk melaksanakan kewajiban ini. Berikut adalah beberapa cara untuk memaksimalkan pembayaran fidyah Anda melalui BAZNAS. Pertama, gunakan aplikasi BAZNAS. Aplikasi ini memungkinkan Anda untuk melakukan pembayaran fidyah secara cepat dan mudah. Anda hanya perlu mengunduh aplikasi, mendaftar, dan mengikuti langkah-langkah yang ada untuk menyelesaikan transaksi. Kedua, manfaatkan website resmi BAZNAS. Melalui situs web, Anda dapat menemukan informasi lengkap mengenai fidyah, termasuk jumlah yang harus dibayarkan dan cara penyalurannya. Pembayaran dapat dilakukan melalui transfer bank yang terintegrasi dengan sistem BAZNAS. Ketiga, ikuti program-program spesial yang ditawarkan BAZNAS selama bulan Ramadhan. Program ini sering kali mencakup penyaluran fidyah yang lebih terarah dan efisien, sehingga dana Anda dapat segera membantu mereka yang membutuhkan. Dengan memanfaatkan layanan BAZNAS, Anda tidak hanya memenuhi kewajiban, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat secara efektif. Sumber: 1. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). (2021). Panduan Pembayaran Fidyah. 2. Mardani, A. (2020). Fidyah dan Pemberdayaan Ekonomi Umat. Jurnal Ekonomi Islam. 3. Rahman, A. (2019). Optimalisasi Pembayaran Fidyah Melalui BAZNAS. Jurnal Sosial dan Humaniora. Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana Editor: M. Kausari Kaidani

16/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana

Mengapa Pembayaran Fidyah Harus Segera Dilakukan di Setengah Bulan Ramadhan?
Mengapa Pembayaran Fidyah Harus Segera Dilakukan di Setengah Bulan Ramadhan?
Pembayaran fidyah merupakan kewajiban bagi mereka yang tidak mampu berpuasa, dan kesegeraan dalam pelaksanaannya di setengah bulan Ramadhan sangat penting. Pertama, momen spiritual Ramadhan adalah waktu yang penuh berkah, di mana amal ibadah dilipatgandakan. Dengan membayar fidyah lebih awal, individu dapat merasakan manfaat spiritual dan mendekatkan diri kepada Allah. Kedua, pembayaran fidyah yang segera memungkinkan dana tersebut segera disalurkan kepada yang membutuhkan. Di tengah bulan Ramadhan, banyak orang yang mengalami kesulitan ekonomi, dan dengan membayar fidyah lebih awal, kita dapat membantu mereka memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan dan tempat tinggal. Ketiga, kesadaran sosial juga meningkat ketika masyarakat melihat tindakan nyata dari sesama. Pembayaran fidyah yang cepat dapat mendorong orang lain untuk beramal, menciptakan efek domino dalam kedermawanan. Dengan demikian, membayar fidyah di setengah bulan Ramadhan bukan hanya memenuhi kewajiban, tetapi juga merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan spiritual. Sumber: 1. Mardani, A. (2020). Fidyah dan Pemberdayaan Ekonomi Umat. Jurnal Ekonomi Islam. 2. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). (2021). Laporan Tahunan Penyaluran Zakat dan Fidyah. 3. Rahman, A. (2019). Urgensi Pembayaran Fidyah di Bulan Ramadhan. Jurnal Sosial dan Humaniora. Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana Editor: M. Kausari Kaidani

16/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana

Fidyah dan Transformasi Sosial: Mempersiapkan Generasi Mendatang untuk Menjadi Agen Perubahan
Fidyah dan Transformasi Sosial: Mempersiapkan Generasi Mendatang untuk Menjadi Agen Perubahan
Fidyah, sebagai salah satu bentuk amal dalam Islam, memiliki potensi besar dalam mendorong transformasi sosial dan mempersiapkan generasi mendatang untuk menjadi agen perubahan. Dalam konteks ini, fidyah tidak hanya berfungsi sebagai kompensasi bagi mereka yang tidak mampu berpuasa, tetapi juga sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran sosial dan solidaritas di masyarakat. Dengan mengoptimalkan pengelolaan fidyah, dana yang terkumpul dapat digunakan untuk program-program pemberdayaan masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan pelatihan keterampilan. Hal ini akan memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk mengembangkan potensi mereka dan berkontribusi positif terhadap masyarakat. Selain itu, melalui pendidikan tentang fidyah dan tanggung jawab sosial, generasi mendatang dapat dibentuk menjadi individu yang peduli dan aktif dalam mengatasi masalah sosial. Namun, tantangan seperti kurangnya pemahaman tentang fidyah dan pengelolaan yang tidak transparan perlu diatasi. Dengan kolaborasi antara lembaga zakat, pemerintah, dan masyarakat, fidyah dapat menjadi instrumen yang efektif dalam menciptakan perubahan sosial yang berkelanjutan. Sumber: 1. Mardani, A. (2020). Fidyah dan Pemberdayaan Ekonomi Umat. Jurnal Ekonomi Islam. 2. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). (2021). Laporan Tahunan Penyaluran Zakat dan Fidyah. 3. Rahman, A. (2019). Fidyah dan Transformasi Sosial: Mempersiapkan Generasi Muda untuk Perubahan. Jurnal Sosial dan Humaniora. Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana Editor: M. Kausari Kaidani

16/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana

Optimalisasi Fidyah dalam Mengatasi Kemiskinan: Analisis Potensi dan Tantangan di Indonesia
Optimalisasi Fidyah dalam Mengatasi Kemiskinan: Analisis Potensi dan Tantangan di Indonesia
Fidyah, sebagai salah satu instrumen dalam Islam, memiliki potensi besar dalam penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Fidyah adalah kompensasi yang diberikan oleh individu yang tidak mampu berpuasa, dan dana yang terkumpul dapat digunakan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan. Dalam konteks ini, optimalisasi fidyah dapat dilakukan melalui beberapa strategi. Pertama, pendistribusian yang tepat sasaran sangat penting. Data yang akurat mengenai penerima manfaat harus dikumpulkan untuk memastikan bahwa fidyah mencapai mereka yang benar-benar membutuhkan. Kedua, kolaborasi dengan lembaga sosial dan pemerintah dapat meningkatkan efektivitas program fidyah. Lembaga zakat dan organisasi non-pemerintah dapat berperan dalam mengelola dan mendistribusikan fidyah secara efisien. Namun, tantangan tetap ada. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang fidyah dan cara penggunaannya menjadi hambatan. Selain itu, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana fidyah juga perlu ditingkatkan untuk membangun kepercayaan masyarakat. Dengan pendekatan yang tepat, fidyah dapat menjadi alat yang efektif dalam mengurangi kemiskinan di Indonesia, memberikan harapan baru bagi mereka yang kurang beruntung. Sumber: 1. Mardani, A. (2020). Fidyah dan Pemberdayaan Ekonomi Umat. Jurnal Ekonomi Islam. 2. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). (2021). Laporan Tahunan Penyaluran Zakat dan Fidyah. 3. Rahman, A. (2019). Optimalisasi Fidyah dalam Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Sosial dan Humaniora. Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana Editor: M. Kausari Kaidani

16/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana

Fidyah dalam Perspektif Lingkungan: Membangun Kesadaran akan Sampah dan Tanggung Jawab Sosial
Fidyah dalam Perspektif Lingkungan: Membangun Kesadaran akan Sampah dan Tanggung Jawab Sosial
Fidyah, sebagai bentuk kompensasi bagi mereka yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa, memiliki dimensi yang lebih luas dalam konteks sosial dan lingkungan. Dalam Islam, setiap amal yang dilakukan harus disertai dengan niat yang baik, termasuk dalam hal pembayaran fidyah. Dengan membayar fidyah, individu tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga dapat berkontribusi pada pengurangan masalah sosial, termasuk isu sampah. Sampah menjadi salah satu tantangan terbesar di masyarakat modern. Pembayaran fidyah dapat diarahkan untuk mendukung program-program yang berfokus pada pengelolaan sampah dan lingkungan. Misalnya, dana fidyah dapat digunakan untuk inisiatif pembersihan lingkungan, pengurangan sampah plastik, atau pendidikan masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan. Dengan demikian, fidyah tidak hanya berfungsi sebagai pengganti puasa, tetapi juga sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT mengingatkan kita untuk tidak merusak bumi: "Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya" (QS. Al-A'raf: 56). Ayat ini menekankan pentingnya menjaga lingkungan sebagai bagian dari tanggung jawab kita sebagai umat manusia. Dengan mengaitkan fidyah dengan isu lingkungan, kita dapat menciptakan dampak positif yang lebih besar, sekaligus menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga bumi untuk generasi mendatang. Sumber: 1. Al-Qur'an, Surah Al-A'raf: 56. 2. Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya Ulum al-Din. 3. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Program Pengelolaan Sampah Nasional. Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana Editor: M. Kausari Kaidani

16/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana

Tawakal dalam Pembayaran Fidyah: Menerima Ketebatasan dengan Syukur
Tawakal dalam Pembayaran Fidyah: Menerima Ketebatasan dengan Syukur
Tawakal, dalam konteks Islam, adalah sikap berserah diri kepada Allah setelah berusaha. Dalam hal pembayaran fidyah, tawakal menjadi sangat relevan, terutama bagi mereka yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa karena alasan tertentu, seperti sakit atau usia lanjut. Fidyah bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan bentuk penerimaan terhadap keterbatasan yang dihadapi. Ketika seseorang membayar fidyah, mereka menunjukkan sikap tawakal dengan menerima keadaan yang tidak memungkinkan mereka untuk berpuasa. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman, "Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya" (QS. At-Talaq: 3). Ayat ini menegaskan bahwa dengan tawakal, individu akan mendapatkan pertolongan dan kecukupan dari Allah. Pembayaran fidyah juga mencerminkan rasa syukur. Dengan memberikan fidyah, individu tidak hanya membersihkan diri dari kewajiban, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan orang lain. Hal ini menciptakan siklus positif di mana tawakal dan syukur saling mendukung, memperkuat iman dan ketahanan spiritual. Dengan demikian, tawakal dalam pembayaran fidyah mengajarkan kita untuk menerima keterbatasan dengan lapang dada, sambil tetap berusaha untuk berbuat baik. Proses ini memperdalam hubungan kita dengan Allah dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya bersyukur dalam setiap keadaan. Sumber: 1. Al-Qur'an, Surah At-Talaq: 3. 2. Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya Ulum al-Din. 3. Ibn Kathir, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim. Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana Editor: M. Kausari Kaidani

16/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana

Fidyah: Sebuah Bentuk Kesabaran dalam Menghadapi Keterbatasan Ibadah
Fidyah: Sebuah Bentuk Kesabaran dalam Menghadapi Keterbatasan Ibadah
Fidyah adalah bentuk kompensasi yang diberikan oleh individu yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan karena alasan tertentu, seperti sakit, usia lanjut, atau kondisi lainnya. Dalam konteks ini, fidyah bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan manifestasi dari kesabaran dalam menghadapi keterbatasan ibadah. Ketika seseorang tidak dapat berpuasa, mereka dihadapkan pada tantangan spiritual dan emosional. Fidyah menjadi sarana untuk mengekspresikan kesabaran dan keikhlasan dalam menerima keadaan. Dalam Islam, sabar adalah salah satu sifat yang sangat dihargai. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar" (QS. Al-Baqarah: 153). Dengan membayar fidyah, individu menunjukkan sikap sabar dan tawakal, menerima keterbatasan mereka sambil tetap berusaha memenuhi kewajiban agama. Pembayaran fidyah juga mencerminkan kepedulian terhadap sesama. Dengan memberikan fidyah kepada yang membutuhkan, individu tidak hanya membersihkan diri dari kewajiban, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat. Hal ini menciptakan siklus positif di mana kesabaran dan kepedulian saling mendukung. Dengan demikian, fidyah bukan hanya sekadar pengganti puasa, tetapi juga merupakan bentuk latihan kesabaran yang mendalam. Proses ini mengajarkan individu untuk menerima keterbatasan dengan lapang dada dan tetap berusaha untuk berbuat baik, meskipun dalam keadaan yang sulit. Sumber: 1. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah: 153. 2. Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya Ulum al-Din. 3. Al-Mawardi, Abu al-Hasan. Al-Hawi al-Kabir. Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana Editor: M. Kausari Kaidani

16/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana

Fidyah Sebagai Sarana Pembersihan Diri: Menumbuhkan Keikhlasan Melalui Pembayaran Fidyah
Fidyah Sebagai Sarana Pembersihan Diri: Menumbuhkan Keikhlasan Melalui Pembayaran Fidyah
Fidyah merupakan salah satu bentuk kompensasi yang diperuntukkan bagi mereka yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, baik karena alasan kesehatan, usia lanjut, atau sebab lainnya. Dalam konteks Islam, fidyah bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan sarana untuk membersihkan diri dari dosa dan kesalahan yang mungkin terjadi selama menjalankan ibadah. Pembayaran fidyah dapat dilihat sebagai bentuk keikhlasan. Ketika seseorang membayar fidyah, mereka menunjukkan niat tulus untuk memenuhi kewajiban agama dan membantu sesama. Hal ini mencerminkan sikap peduli dan empati terhadap orang-orang yang kurang beruntung. Dengan demikian, fidyah tidak hanya berfungsi sebagai pengganti puasa, tetapi juga sebagai alat untuk menumbuhkan keikhlasan dalam diri individu. Keikhlasan dalam pembayaran fidyah dapat meningkatkan kualitas spiritual seseorang. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman, "Dan tidak ada kebaikan bagi kalian dalam banyaknya makanan yang kalian makan, tetapi kebaikan itu adalah pada siapa yang bertakwa" (QS. Al-Baqarah: 267). Ini menunjukkan bahwa niat dan keikhlasan dalam beramal lebih penting daripada jumlah yang dikeluarkan. Dengan membayar fidyah, individu tidak hanya membersihkan diri dari kewajiban yang tertunda, tetapi juga memperkuat hubungan mereka dengan Allah SWT. Proses ini mendorong refleksi diri dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya niat yang tulus dalam setiap amal perbuatan. Sumber: 1. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah: 267. 2. Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya Ulum al-Din. 3. Al-Mawardi, Abu al-Hasan. Al-Hawi al-Kabir. Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana Editor: M. Kausari Kaidani

16/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana

Fidyah: Bolehkah Diwakilkan Pembayarannya kepada Orang Lain?
Fidyah: Bolehkah Diwakilkan Pembayarannya kepada Orang Lain?
Dasar Hukum Fidyah Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman: "Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya, ada kewajiban membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin." (QS. Al-Baqarah: 184) Ayat ini menunjukkan bahwa fidyah adalah kewajiban bagi mereka yang tidak dapat berpuasa. Namun, pertanyaan mengenai apakah fidyah dapat diwakilkan kepada orang lain masih menjadi perdebatan di kalangan ulama. Pendapat Ulama Mengenai Wakil Pembayaran Fidyah Pendapat yang Mengizinkan: Beberapa ulama berpendapat bahwa fidyah dapat diwakilkan kepada orang lain. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa niat dan tujuan dari fidyah adalah untuk membantu orang yang membutuhkan. Jika seseorang tidak mampu membayar fidyah secara langsung, maka diizinkan untuk meminta bantuan orang lain untuk melakukannya. Pendapat yang Melarang: Di sisi lain, ada ulama yang berpendapat bahwa fidyah tidak boleh diwakilkan. Mereka berargumen bahwa fidyah adalah tanggung jawab pribadi yang harus dilaksanakan oleh individu yang tidak dapat berpuasa. Dalam hal ini, pembayaran fidyah harus dilakukan oleh orang yang berkewajiban, bukan oleh orang lain. Praktik di Masyarakat Dalam praktiknya, banyak orang yang memilih untuk membayar fidyah melalui lembaga atau organisasi yang mengelola zakat dan fidyah. Mereka mengumpulkan dana dan menyalurkannya kepada orang-orang yang membutuhkan. Ini bisa dianggap sebagai bentuk perwakilan, di mana individu yang tidak dapat berpuasa mempercayakan pembayaran fidyah mereka kepada pihak ketiga. Kesimpulan Secara umum, apakah fidyah dapat diwakilkan atau tidak tergantung pada pandangan masing-masing ulama. Namun, penting untuk diingat bahwa tujuan utama dari fidyah adalah untuk membantu orang yang membutuhkan. Jika seseorang merasa tidak mampu untuk membayar fidyah secara langsung, mereka dapat mencari cara lain, seperti melalui lembaga yang terpercaya. Dalam hal ini, sebaiknya konsultasikan dengan ulama atau orang yang berpengetahuan dalam agama untuk mendapatkan panduan yang tepat. Dengan demikian, kita dapat menjalankan kewajiban fidyah dengan cara yang benar dan sesuai dengan ajaran Islam.Dengan memahami konsep fidyah dan perdebatan mengenai perwakilan pembayarannya, diharapkan kita dapat lebih bijak dalam menjalankan ibadah puasa dan memenuhi kewajiban kita sebagai umat Muslim. Penulis: Hubaib Ash Shidqi Editor:Hubaib Ash Shidqi

16/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI

Fidyah untuk Orang Tua Renta: Solusi bagi yang Tidak Mampu Berpuasa
Fidyah untuk Orang Tua Renta: Solusi bagi yang Tidak Mampu Berpuasa
Kenapa Fidyah Penting untuk Orang Tua Renta? Menghormati Kewajiban Agama: Meskipun tidak dapat berpuasa, orang tua renta tetap ingin menjalankan kewajiban agama mereka. Dengan memberikan fidyah, mereka dapat tetap merasa terhubung dengan ibadah puasa. Membantu yang Membutuhkan: Fidyah tidak hanya bermanfaat bagi orang tua renta, tetapi juga bagi mereka yang membutuhkan. Dengan memberikan fidyah, mereka turut berkontribusi dalam membantu sesama. Alternatif yang Mudah: Bagi orang tua yang mungkin tidak memiliki kemampuan fisik untuk berpuasa, fidyah menjadi alternatif yang lebih mudah dan praktis. Bagaimana Cara Memberikan Fidyah? Menentukan Jumlah Fidyah: Jumlah fidyah yang harus diberikan biasanya setara dengan makanan yang cukup untuk satu orang selama sehari. Ini bisa berupa beras, roti, atau makanan pokok lainnya. Memberikan kepada yang Berhak: Fidyah dapat diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan, seperti fakir miskin atau anak yatim. Pastikan bahwa fidyah yang diberikan benar-benar sampai kepada yang berhak. Melakukan dengan Niat yang Ikhlas: Seperti ibadah lainnya, niat yang ikhlas sangat penting dalam memberikan fidyah. Hal ini akan membuat fidyah yang diberikan lebih bermakna. Kesimpulan Fidyah untuk orang tua renta adalah solusi yang sangat bermanfaat bagi mereka yang tidak mampu berpuasa. Dengan memberikan fidyah, mereka tetap dapat menjalankan kewajiban agama dan membantu sesama. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami dan melaksanakan fidyah dengan baik, agar ibadah puasa tetap dapat dirasakan meskipun dalam keadaan yang sulit. Dengan demikian, fidyah bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan bentuk kepedulian dan kasih sayang kepada orang tua dan sesama. Mari kita tingkatkan kepedulian kita dengan memberikan fidyah kepada yang membutuhkan, terutama bagi orang tua renta yang tidak mampu berpuasa. Penulis: Hubaib Ash Shidqi Editor:Hubaib Ash Shidqi

16/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI

Fidyah: Bagaimana Jika Tidak Mampu Membayar?
Fidyah: Bagaimana Jika Tidak Mampu Membayar?
Bagaimana Jika Tidak Mampu Membayar Fidyah? Bagi mereka yang tidak mampu membayar fidyah, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan: Niat dan Keikhlasan: Dalam Islam, niat yang tulus sangat penting. Jika seseorang tidak mampu membayar fidyah, niat untuk melaksanakan ibadah dan berusaha untuk memenuhi kewajiban tetap menjadi hal yang utama. Mencari Alternatif: Jika tidak mampu memberikan fidyah dalam bentuk uang, seseorang dapat mencari alternatif lain, seperti memberikan makanan kepada orang yang membutuhkan. Ini bisa dilakukan dengan cara menyumbangkan makanan pokok atau membantu dalam bentuk lain yang bermanfaat. Berkonsultasi dengan Ulama: Jika ada keraguan mengenai kewajiban fidyah, sebaiknya berkonsultasi dengan ulama atau orang yang berpengetahuan dalam agama. Mereka dapat memberikan panduan yang tepat sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Berdoa dan Memohon Ampunan: Dalam situasi di mana seseorang tidak mampu memenuhi kewajiban fidyah, penting untuk tetap berdoa dan memohon ampunan kepada Allah. Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, dan Dia memahami keadaan hamba-Nya. Kesimpulan Fidyah adalah bentuk kompensasi bagi mereka yang tidak dapat berpuasa. Bagi yang tidak mampu membayar fidyah, penting untuk tetap memiliki niat yang baik dan mencari alternatif lain. Konsultasi dengan ulama dan berdoa juga merupakan langkah yang bijak. Ingatlah bahwa Allah selalu melihat usaha dan niat kita dalam menjalankan ibadah. Penulis: Hubaib Ash Shidqi Editor:Hubaib Ash Shidqi

16/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI

Manfaat Sedekah di Hari ke-15 Ramadan
Manfaat Sedekah di Hari ke-15 Ramadan
Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan rahmat, bulan di mana umat Islam berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai amal ibadah. Salah satu ibadah yang sangat dianjurkan di bulan Ramadhan adalah sedekah. Sedekah tidak hanya berfungsi sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama, tetapi juga memberikan banyak manfaat bagi diri kita sendiri, baik secara spiritual maupun sosial. Pada hari ke-15 Ramadhan, kita sudah berada di tengah-tengah bulan yang penuh berkah ini. Inilah saat yang tepat untuk lebih banyak memberikan sedekah, karena manfaatnya sangat besar, baik untuk penerima maupun pemberi. 1. Meningkatkan Kualitas Ibadah Pada hari ke-15 Ramadhan, umat Islam sudah menjalani setengah bulan penuh puasa. Momentum ini bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas ibadah, termasuk sedekah. Sedekah bukan hanya soal memberikan harta, tetapi juga soal memperbaiki hati dan niat. Dengan bersedekah, kita dapat membersihkan jiwa dan menghindari sifat kikir serta egois yang terkadang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Sedekah membantu kita untuk lebih ikhlas dan rendah hati dalam menjalani hidup, serta mengingatkan kita akan pentingnya berbagi dengan sesama. 2. Mendekatkan Diri kepada Allah Salah satu manfaat utama dari sedekah adalah mendekatkan diri kepada Allah. Dalam banyak hadits, Rasulullah SAW menyebutkan bahwa sedekah adalah amalan yang sangat dicintai oleh Allah. Pada bulan Ramadhan, pahalanya berlipat ganda, lebih besar daripada di bulan lainnya. Dengan bersedekah, kita bukan hanya membantu sesama, tetapi juga mendapatkan keberkahan yang besar dari Allah. Pada hari ke-15 Ramadhan, kita sudah memasuki fase di mana intensitas ibadah bisa semakin meningkat, dan sedekah adalah salah satu cara terbaik untuk meraih keberkahan tersebut. 3. Mensucikan Harta Sedekah merupakan salah satu cara untuk mensucikan harta. Dalam pandangan Islam, harta yang kita miliki sebenarnya adalah titipan dari Allah, dan kita hanya berperan sebagai pengelola. Dengan memberikan sebagian harta kita kepada orang yang membutuhkan, kita tidak hanya membantu orang lain, tetapi juga membersihkan harta kita dari sifat tamak dan rakus. Harta yang dikeluarkan dalam bentuk sedekah akan membawa keberkahan dan memberikan rasa tenang, karena kita telah memenuhi kewajiban sosial untuk membantu sesama. 4. Mengurangi Rasa Kesenangan Duniawi Hari ke-15 Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk merenung, karena setengah bulan telah berlalu. Dalam perjalanan puasa, kita belajar untuk menahan diri dari segala bentuk kenikmatan duniawi, seperti makan, minum, dan berbagai godaan lainnya. Sedekah menjadi sarana untuk melawan hawa nafsu duniawi dengan cara berbagi apa yang kita miliki. Dengan memberikan sebagian dari apa yang kita punya, kita dapat mengurangi rasa kesenangan duniawi yang bisa membuat kita lupa akan pentingnya kehidupan akhirat. 5. Menumbuhkan Rasa Empati dan Kepedulian Sosial Sedekah di hari ke-15 Ramadhan juga dapat menumbuhkan rasa empati dan kepedulian terhadap orang-orang di sekitar kita. Di bulan Ramadhan, banyak orang yang merasakan kesulitan, baik itu dari segi ekonomi, kesehatan, atau kebutuhan sehari-hari. Dengan memberikan sedekah, kita membantu meringankan beban mereka dan menunjukkan bahwa kita peduli terhadap mereka. Ini juga memberikan kesempatan bagi kita untuk merasakan bagaimana rasanya menjadi orang yang membutuhkan, sehingga kita lebih bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan. 6. Pahala yang Berlipat Ganda Sebagai bulan yang penuh berkah, Ramadan menawarkan pahala yang berlipat ganda bagi setiap amal perbuatan. Sedekah di bulan Ramadhan, terutama pada hari ke-15 yang sudah setengah jalan, bisa menjadi sumber pahala yang sangat besar. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW menyebutkan bahwa setiap amal kebaikan di bulan Ramadhan dilipatgandakan, termasuk sedekah. Oleh karena itu, sedekah yang kita berikan di hari ke-15 Ramadhan akan mendatangkan banyak pahala dan dapat menjadi tabungan amal yang akan kita petik di kehidupan akhirat kelak. 7. Mempererat Tali Persaudaraan Sedekah juga berfungsi untuk mempererat tali persaudaraan antar sesama umat Islam. Dengan bersedekah, kita menunjukkan bahwa kita peduli satu sama lain, tanpa memandang status sosial, latar belakang, atau keadaan ekonomi. Ini dapat mengurangi kesenjangan sosial dan memperkuat rasa kebersamaan di tengah umat. Pada hari ke-15 Ramadhan, kita sudah melalui separuh perjalanan, dan saatnya untuk memperbanyak interaksi positif dengan sesama, baik melalui sedekah materi maupun non-materi. 8. Menjadi Alat Penyebab Kebaikan yang Tak Terputus Sedekah yang kita berikan dapat menjadi amal jariyah yang pahalanya terus mengalir meskipun kita sudah meninggal dunia. Misalnya, jika kita memberi sedekah berupa sarana ibadah, pendidikan, atau bantuan lainnya yang dapat digunakan untuk jangka panjang, pahalanya akan terus mengalir meskipun kita sudah tiada. Pada hari ke-15 Ramadhan, kita sudah seharusnya memikirkan amal jariyah yang bisa bermanfaat bagi orang banyak dan terus mengalir pahalanya, baik untuk diri kita maupun untuk orang lain. Ayo bersedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta: https://kotayogya.baznas.go.id/sedekah Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Penulis: Riza Fatmahira Editor: M. Sahal

16/03/2025 | AdminS

Info Rekening Zakat

Info Rekening Zakat

Mari tunaikan zakat Anda dengan mentransfer ke rekening zakat.

BAZNAS

Info Rekening Zakat