WhatsApp Icon
Fidyah sebagai Bentuk Kepedulian Sosial

Fidyah sebagai Bentuk Kepedulian Sosial

Fidyah merupakan salah satu konsep dalam Islam yang berkaitan dengan kewajiban mengganti puasa bagi mereka yang tidak dapat melaksanakannya. Dalam konteks ini, fidyah bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga mencerminkan kepedulian sosial yang mendalam dalam masyarakat. Melalui fidyah, umat Islam diajarkan untuk saling membantu dan peduli terhadap sesama, terutama kepada mereka yang kurang mampu.

Apa itu Fidyah?

Fidyah adalah pembayaran yang dilakukan oleh seseorang yang tidak dapat berpuasa, baik karena sakit yang berkepanjangan, usia lanjut, atau alasan lain yang sah. Pembayaran fidyah biasanya berupa makanan atau bahan makanan yang diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Dengan demikian, fidyah tidak hanya berfungsi sebagai pengganti puasa, tetapi juga sebagai sarana untuk berbagi rezeki dan membantu mereka yang kurang beruntung.

Kepedulian Sosial dalam Fidyah

Fidyah sebagai bentuk kepedulian sosial sangat relevan dalam konteks masyarakat saat ini. Dalam banyak kasus, ada individu atau keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka. Dengan memberikan fidyah, seseorang tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi dalam mengurangi beban orang lain.

Manfaat Fidyah bagi Masyarakat

  1. Meningkatkan Solidaritas: Fidyah mendorong umat Islam untuk saling peduli dan membantu satu sama lain. Ini menciptakan rasa solidaritas yang kuat dalam masyarakat.

  2. Mengurangi Kemiskinan: Dengan memberikan fidyah kepada mereka yang membutuhkan, kita dapat membantu mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

  3. Membangun Kesadaran Sosial: Fidyah mengajarkan kita untuk lebih peka terhadap kondisi sosial di sekitar kita. Hal ini mendorong individu untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial dan amal.

  4. Mendekatkan Diri kepada Allah: Melalui fidyah, kita tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga mendapatkan pahala dari Allah SWT. Ini menjadi motivasi tambahan bagi umat Islam untuk lebih peduli terhadap sesama.

Penulis:

Hubaib Ash Shidqi

Editor:

Hubaib Ash Shidqi

09/03/2025 | Kontributor: HUBAIB ASH SHIDQI
Orang-orang yang Dilarang Menerima Fidyah

Orang-orang yang Dilarang Menerima Fidyah

Fidyah adalah suatu bentuk kompensasi yang diberikan oleh seseorang yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, baik karena alasan kesehatan, usia lanjut, atau sebab lainnya. Namun, tidak semua orang diperbolehkan untuk menerima fidyah. Dalam artikel ini, kita akan membahas siapa saja yang dilarang menerima fidyah dan alasan di baliknya.

Siapa yang Dilarang Menerima Fidyah?

  1. Orang yang Mampu Berpuasa

    • Mereka yang memiliki kemampuan fisik dan mental untuk berpuasa, tetapi memilih untuk tidak melakukannya tanpa alasan yang sah, tidak diperbolehkan menerima fidyah. Dalam hal ini, fidyah tidak dapat menjadi pengganti puasa yang seharusnya mereka jalankan. Contohnya, seseorang yang sehat dan mampu berpuasa namun memilih untuk tidak berpuasa karena malas, tidak berhak menerima fidyah.

  2. Orang yang Tidak Beriman

    • Individu yang tidak beriman atau tidak menjalankan ajaran Islam dengan baik juga dilarang menerima fidyah. Fidyah merupakan bentuk ibadah yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang beriman dan taat kepada Allah. Penerimaan fidyah terkait erat dengan keyakinan dan kepatuhan terhadap ajaran agama Islam.

  3. Orang yang Mampu Membayar Zakat

    • Jika seseorang mampu membayar zakat, maka mereka tidak diperbolehkan untuk menerima fidyah. Zakat adalah kewajiban yang lebih utama dan harus dipenuhi sebelum memikirkan fidyah. Prioritas diberikan kepada kewajiban zakat, yang merupakan rukun Islam. Jika seseorang mampu membayar zakat, maka menerima fidyah dianggap kurang tepat.

  4. Orang yang Tidak Memiliki Keluarga (Pendapat Tertentu)

    • Dalam beberapa pandangan, orang yang tidak memiliki keluarga atau tanggungan juga dilarang menerima fidyah. Hal ini karena fidyah seharusnya diberikan kepada mereka yang membutuhkan, dan orang yang tidak memiliki tanggungan dianggap tidak dalam keadaan darurat. Pendapat ini menekankan aspek sosial dan kemanfaatan fidyah bagi mereka yang benar-benar membutuhkan. Namun, pendapat lain mungkin memperbolehkan penerimaan fidyah meskipun tidak memiliki tanggungan, selama memenuhi kriteria lain yang membolehkan penerimaan fidyah.

Penulis:

Hubaib Ash Shidqi

Editor:

Hubaib Ash Shidqi

09/03/2025 | Kontributor: HUBAIB ASH SHIDQI
Golongan yang Dilarang Membayar Fidyah

Golongan yang Dilarang Membayar Fidyah

Fidyah adalah suatu bentuk kompensasi yang diberikan oleh seseorang yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan karena alasan tertentu, seperti sakit atau hamil. Namun, tidak semua orang berhak menerima fidyah. Dalam artikel ini, kita akan membahas golongan-golongan yang dilarang mendapatkan fidyah.

1. Orang yang Mampu Berpuasa

Salah satu golongan yang dilarang mendapatkan fidyah adalah orang-orang yang sebenarnya mampu untuk berpuasa. Jika seseorang tidak berpuasa karena malas atau tidak ingin menjalankan kewajiban, maka ia tidak berhak mendapatkan fidyah. Fidyah ditujukan untuk mereka yang benar-benar tidak mampu, bukan untuk mereka yang hanya enggan.

2. Orang yang Tidak Beriman

Golongan lain yang dilarang mendapatkan fidyah adalah mereka yang tidak beriman atau tidak menjalankan ajaran agama Islam. Fidyah merupakan bagian dari ibadah yang harus dilakukan oleh umat Islam. Oleh karena itu, orang yang tidak beriman tidak berhak untuk menerima fidyah.

3. Orang yang Melanggar Syariat

Mereka yang melanggar syariat Islam, seperti melakukan perbuatan dosa besar, juga tidak berhak mendapatkan fidyah. Fidyah adalah bentuk ketaatan kepada Allah, dan mereka yang tidak taat tidak layak untuk menerima kompensasi ini.

4. Orang yang Tidak Memiliki Niat

Niat adalah salah satu syarat dalam menjalankan ibadah, termasuk dalam hal fidyah. Jika seseorang tidak memiliki niat untuk berpuasa atau tidak berniat untuk memberikan fidyah, maka ia tidak berhak untuk menerimanya. Niat yang tulus sangat penting dalam setiap amal ibadah.

5. Orang yang Mengabaikan Kewajiban

Golongan yang mengabaikan kewajiban ibadah, seperti tidak melaksanakan shalat atau tidak berpuasa tanpa alasan yang sah, juga tidak berhak mendapatkan fidyah. Fidyah seharusnya diberikan kepada mereka yang berusaha menjalankan ibadah meskipun dalam keadaan sulit.

Penulis:

Hubaib Ash Shidqi

Editor:

Hubaib Ash Shidqi

09/03/2025 | Kontributor: HUBAIB ASH SHIDQI
Sedekah dalam Pengembangan Ekonomi Mikro

Pada level mikro, sedekah memiliki dampak langsung terhadap peningkatan kapasitas ekonomi individu dan keluarga. Berikut beberapa peran sedekah dalam ekonomi mikro:

1. Modal Usaha Mikro

Salah satu bentuk sedekah produktif adalah memberikan modal usaha bagi masyarakat kurang mampu. Dengan modal tersebut, mereka dapat memulai usaha kecil seperti warung, kios, atau home industry yang dapat menjadi sumber penghasilan berkelanjutan. Program "sedekah modal usaha" telah banyak dikembangkan oleh berbagai lembaga amil zakat dan lembaga filantropi Islam lainnya dengan hasil yang cukup menggembirakan.

2. Pengembangan Keterampilan

Sedekah juga dapat dialokasikan untuk program pengembangan keterampilan (skill development) bagi masyarakat kurang mampu. Dengan memiliki keterampilan yang dibutuhkan pasar kerja, mereka memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak atau bahkan membuka usaha sendiri.

3. Pembiayaan Pendidikan

Investasi dalam pendidikan merupakan salah satu strategi jangka panjang dalam mengentaskan kemiskinan. Sedekah dapat dialokasikan untuk beasiswa pendidikan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Dengan memiliki pendidikan yang baik, mereka memiliki peluang untuk memutus rantai kemiskinan di masa depan.

4. Pemenuhan Kebutuhan Dasar

Sebelum seseorang dapat berpikir tentang peningkatan kapasitas ekonomi, kebutuhan dasarnya harus terpenuhi terlebih dahulu. Sedekah dapat dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, dan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu. Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar ini, mereka memiliki landasan yang kuat untuk fokus pada peningkatan kapasitas ekonomi.

Kesimpulan

 

Sedekah memiliki potensi besar dalam membangun ekonomi umat dan mengentaskan kemiskinan. Melalui pendekatan yang inovatif dan terintegrasi, sedekah dapat bertransformasi dari sekadar bantuan konsumtif menjadi kekuatan penggerak ekonomi yang berkelanjutan. Sebagai umat Islam, kita perlu mengoptimalkan instrumen keuangan sosial ini untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.

 

Ayo bersedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta: https://kotayogya.baznas.go.id/sedekah 

Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id

Penulis: Shifa Indri Hudannaya

Editor: M. Sahal

09/03/2025 | Kontributor: AdminS
Zakat dan Seni Budaya Menggali Potensi Kreatif Melalui Amal

 

 

Zakat tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk membantu mereka yang membutuhkan, tetapi juga dapat berperan dalam pengembangan seni dan budaya. Dalam banyak masyarakat, seniman dan budayawan sering kali menghadapi kesulitan dalam mendapatkan dukungan finansial untuk karya-karya mereka. Dengan menyalurkan zakat untuk seni dan budaya, kita dapat membantu menggali potensi kreatif yang ada di masyarakat.

 

Zakat yang dialokasikan untuk seni dan budaya dapat digunakan untuk mendanai proyek-proyek seni, pelatihan bagi seniman muda, dan penyelenggaraan acara budaya. Misalnya, zakat dapat digunakan untuk mendukung pameran seni, pertunjukan teater, atau festival budaya yang melibatkan masyarakat. Dengan demikian, zakat tidak hanya membantu individu, tetapi juga memperkaya kehidupan budaya masyarakat secara keseluruhan.

Lembaga zakat dapat berperan aktif dalam mengidentifikasi dan mendukung proyek-proyek seni yang memiliki dampak positif bagi masyarakat. Dengan pendekatan yang tepat, zakat dapat menjadi sumber daya yang berharga untuk mempromosikan kreativitas dan inovasi dalam seni dan budaya.

Dengan menyalurkan zakat untuk seni dan budaya, kita tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi pada pelestarian dan pengembangan warisan budaya. Zakat menjadi sarana untuk menginspirasi generasi mendatang dan menciptakan masyarakat yang lebih kaya secara budaya.

=====================

*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.
https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat 
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id 

Editor: Ummi Kiftiyah

Penulis: Saffanatussa'idiyah

 

09/03/2025 | Kontributor: admin

Berita Terbaru

Fidyah sebagai Bentuk Kepedulian Sosial
Fidyah sebagai Bentuk Kepedulian Sosial
Fidyah sebagai Bentuk Kepedulian Sosial Fidyah merupakan salah satu konsep dalam Islam yang berkaitan dengan kewajiban mengganti puasa bagi mereka yang tidak dapat melaksanakannya. Dalam konteks ini, fidyah bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga mencerminkan kepedulian sosial yang mendalam dalam masyarakat. Melalui fidyah, umat Islam diajarkan untuk saling membantu dan peduli terhadap sesama, terutama kepada mereka yang kurang mampu. Apa itu Fidyah? Fidyah adalah pembayaran yang dilakukan oleh seseorang yang tidak dapat berpuasa, baik karena sakit yang berkepanjangan, usia lanjut, atau alasan lain yang sah. Pembayaran fidyah biasanya berupa makanan atau bahan makanan yang diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Dengan demikian, fidyah tidak hanya berfungsi sebagai pengganti puasa, tetapi juga sebagai sarana untuk berbagi rezeki dan membantu mereka yang kurang beruntung. Kepedulian Sosial dalam Fidyah Fidyah sebagai bentuk kepedulian sosial sangat relevan dalam konteks masyarakat saat ini. Dalam banyak kasus, ada individu atau keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka. Dengan memberikan fidyah, seseorang tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi dalam mengurangi beban orang lain. Manfaat Fidyah bagi Masyarakat Meningkatkan Solidaritas: Fidyah mendorong umat Islam untuk saling peduli dan membantu satu sama lain. Ini menciptakan rasa solidaritas yang kuat dalam masyarakat. Mengurangi Kemiskinan: Dengan memberikan fidyah kepada mereka yang membutuhkan, kita dapat membantu mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Membangun Kesadaran Sosial: Fidyah mengajarkan kita untuk lebih peka terhadap kondisi sosial di sekitar kita. Hal ini mendorong individu untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial dan amal. Mendekatkan Diri kepada Allah: Melalui fidyah, kita tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga mendapatkan pahala dari Allah SWT. Ini menjadi motivasi tambahan bagi umat Islam untuk lebih peduli terhadap sesama. Penulis: Hubaib Ash Shidqi Editor: Hubaib Ash Shidqi

09/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI

Orang-orang yang Dilarang Menerima Fidyah
Orang-orang yang Dilarang Menerima Fidyah
Orang-orang yang Dilarang Menerima Fidyah Fidyah adalah suatu bentuk kompensasi yang diberikan oleh seseorang yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, baik karena alasan kesehatan, usia lanjut, atau sebab lainnya. Namun, tidak semua orang diperbolehkan untuk menerima fidyah. Dalam artikel ini, kita akan membahas siapa saja yang dilarang menerima fidyah dan alasan di baliknya. Siapa yang Dilarang Menerima Fidyah? Orang yang Mampu Berpuasa Mereka yang memiliki kemampuan fisik dan mental untuk berpuasa, tetapi memilih untuk tidak melakukannya tanpa alasan yang sah, tidak diperbolehkan menerima fidyah. Dalam hal ini, fidyah tidak dapat menjadi pengganti puasa yang seharusnya mereka jalankan. Contohnya, seseorang yang sehat dan mampu berpuasa namun memilih untuk tidak berpuasa karena malas, tidak berhak menerima fidyah. Orang yang Tidak Beriman Individu yang tidak beriman atau tidak menjalankan ajaran Islam dengan baik juga dilarang menerima fidyah. Fidyah merupakan bentuk ibadah yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang beriman dan taat kepada Allah. Penerimaan fidyah terkait erat dengan keyakinan dan kepatuhan terhadap ajaran agama Islam. Orang yang Mampu Membayar Zakat Jika seseorang mampu membayar zakat, maka mereka tidak diperbolehkan untuk menerima fidyah. Zakat adalah kewajiban yang lebih utama dan harus dipenuhi sebelum memikirkan fidyah. Prioritas diberikan kepada kewajiban zakat, yang merupakan rukun Islam. Jika seseorang mampu membayar zakat, maka menerima fidyah dianggap kurang tepat. Orang yang Tidak Memiliki Keluarga (Pendapat Tertentu) Dalam beberapa pandangan, orang yang tidak memiliki keluarga atau tanggungan juga dilarang menerima fidyah. Hal ini karena fidyah seharusnya diberikan kepada mereka yang membutuhkan, dan orang yang tidak memiliki tanggungan dianggap tidak dalam keadaan darurat. Pendapat ini menekankan aspek sosial dan kemanfaatan fidyah bagi mereka yang benar-benar membutuhkan. Namun, pendapat lain mungkin memperbolehkan penerimaan fidyah meskipun tidak memiliki tanggungan, selama memenuhi kriteria lain yang membolehkan penerimaan fidyah. Penulis: Hubaib Ash Shidqi Editor: Hubaib Ash Shidqi

09/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI

Golongan yang Dilarang Membayar Fidyah
Golongan yang Dilarang Membayar Fidyah
Golongan yang Dilarang Membayar Fidyah Fidyah adalah suatu bentuk kompensasi yang diberikan oleh seseorang yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan karena alasan tertentu, seperti sakit atau hamil. Namun, tidak semua orang berhak menerima fidyah. Dalam artikel ini, kita akan membahas golongan-golongan yang dilarang mendapatkan fidyah. 1. Orang yang Mampu Berpuasa Salah satu golongan yang dilarang mendapatkan fidyah adalah orang-orang yang sebenarnya mampu untuk berpuasa. Jika seseorang tidak berpuasa karena malas atau tidak ingin menjalankan kewajiban, maka ia tidak berhak mendapatkan fidyah. Fidyah ditujukan untuk mereka yang benar-benar tidak mampu, bukan untuk mereka yang hanya enggan. 2. Orang yang Tidak Beriman Golongan lain yang dilarang mendapatkan fidyah adalah mereka yang tidak beriman atau tidak menjalankan ajaran agama Islam. Fidyah merupakan bagian dari ibadah yang harus dilakukan oleh umat Islam. Oleh karena itu, orang yang tidak beriman tidak berhak untuk menerima fidyah. 3. Orang yang Melanggar Syariat Mereka yang melanggar syariat Islam, seperti melakukan perbuatan dosa besar, juga tidak berhak mendapatkan fidyah. Fidyah adalah bentuk ketaatan kepada Allah, dan mereka yang tidak taat tidak layak untuk menerima kompensasi ini. 4. Orang yang Tidak Memiliki Niat Niat adalah salah satu syarat dalam menjalankan ibadah, termasuk dalam hal fidyah. Jika seseorang tidak memiliki niat untuk berpuasa atau tidak berniat untuk memberikan fidyah, maka ia tidak berhak untuk menerimanya. Niat yang tulus sangat penting dalam setiap amal ibadah. 5. Orang yang Mengabaikan Kewajiban Golongan yang mengabaikan kewajiban ibadah, seperti tidak melaksanakan shalat atau tidak berpuasa tanpa alasan yang sah, juga tidak berhak mendapatkan fidyah. Fidyah seharusnya diberikan kepada mereka yang berusaha menjalankan ibadah meskipun dalam keadaan sulit. Penulis: Hubaib Ash Shidqi Editor: Hubaib Ash Shidqi

09/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI

Sedekah dalam Pengembangan Ekonomi Mikro
Sedekah dalam Pengembangan Ekonomi Mikro
Pada level mikro, sedekah memiliki dampak langsung terhadap peningkatan kapasitas ekonomi individu dan keluarga. Berikut beberapa peran sedekah dalam ekonomi mikro: 1. Modal Usaha Mikro Salah satu bentuk sedekah produktif adalah memberikan modal usaha bagi masyarakat kurang mampu. Dengan modal tersebut, mereka dapat memulai usaha kecil seperti warung, kios, atau home industry yang dapat menjadi sumber penghasilan berkelanjutan. Program "sedekah modal usaha" telah banyak dikembangkan oleh berbagai lembaga amil zakat dan lembaga filantropi Islam lainnya dengan hasil yang cukup menggembirakan. 2. Pengembangan Keterampilan Sedekah juga dapat dialokasikan untuk program pengembangan keterampilan (skill development) bagi masyarakat kurang mampu. Dengan memiliki keterampilan yang dibutuhkan pasar kerja, mereka memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak atau bahkan membuka usaha sendiri. 3. Pembiayaan Pendidikan Investasi dalam pendidikan merupakan salah satu strategi jangka panjang dalam mengentaskan kemiskinan. Sedekah dapat dialokasikan untuk beasiswa pendidikan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Dengan memiliki pendidikan yang baik, mereka memiliki peluang untuk memutus rantai kemiskinan di masa depan. 4. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Sebelum seseorang dapat berpikir tentang peningkatan kapasitas ekonomi, kebutuhan dasarnya harus terpenuhi terlebih dahulu. Sedekah dapat dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, dan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu. Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar ini, mereka memiliki landasan yang kuat untuk fokus pada peningkatan kapasitas ekonomi. Kesimpulan Sedekah memiliki potensi besar dalam membangun ekonomi umat dan mengentaskan kemiskinan. Melalui pendekatan yang inovatif dan terintegrasi, sedekah dapat bertransformasi dari sekadar bantuan konsumtif menjadi kekuatan penggerak ekonomi yang berkelanjutan. Sebagai umat Islam, kita perlu mengoptimalkan instrumen keuangan sosial ini untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Ayo bersedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta: https://kotayogya.baznas.go.id/sedekah Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Penulis: Shifa Indri Hudannaya Editor: M. Sahal

09/03/2025 | AdminS

Zakat dan Seni Budaya Menggali Potensi Kreatif Melalui Amal
Zakat dan Seni Budaya Menggali Potensi Kreatif Melalui Amal
Zakat tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk membantu mereka yang membutuhkan, tetapi juga dapat berperan dalam pengembangan seni dan budaya. Dalam banyak masyarakat, seniman dan budayawan sering kali menghadapi kesulitan dalam mendapatkan dukungan finansial untuk karya-karya mereka. Dengan menyalurkan zakat untuk seni dan budaya, kita dapat membantu menggali potensi kreatif yang ada di masyarakat. Zakat yang dialokasikan untuk seni dan budaya dapat digunakan untuk mendanai proyek-proyek seni, pelatihan bagi seniman muda, dan penyelenggaraan acara budaya. Misalnya, zakat dapat digunakan untuk mendukung pameran seni, pertunjukan teater, atau festival budaya yang melibatkan masyarakat. Dengan demikian, zakat tidak hanya membantu individu, tetapi juga memperkaya kehidupan budaya masyarakat secara keseluruhan. Lembaga zakat dapat berperan aktif dalam mengidentifikasi dan mendukung proyek-proyek seni yang memiliki dampak positif bagi masyarakat. Dengan pendekatan yang tepat, zakat dapat menjadi sumber daya yang berharga untuk mempromosikan kreativitas dan inovasi dalam seni dan budaya. Dengan menyalurkan zakat untuk seni dan budaya, kita tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi pada pelestarian dan pengembangan warisan budaya. Zakat menjadi sarana untuk menginspirasi generasi mendatang dan menciptakan masyarakat yang lebih kaya secara budaya. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor: Ummi Kiftiyah Penulis: Saffanatussa'idiyah

09/03/2025 | admin

Zakat untuk Penyandang Disabilitas Membangun Kesetaraan dan Keadilan
Zakat untuk Penyandang Disabilitas Membangun Kesetaraan dan Keadilan
Zakat memiliki potensi besar dalam membangun kesetaraan dan keadilan bagi penyandang disabilitas. Dalam banyak masyarakat, penyandang disabilitas sering kali menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mengakses pendidikan, pekerjaan, dan layanan kesehatan. Dengan menyalurkan zakat kepada mereka, kita dapat membantu mengurangi kesenjangan ini dan memberikan kesempatan yang lebih baik. Zakat yang diberikan kepada penyandang disabilitas dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti biaya pendidikan, pelatihan keterampilan, dan dukungan kesehatan. Misalnya, zakat dapat digunakan untuk membiayai kursus keterampilan yang memungkinkan penyandang disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Selain itu, zakat juga dapat digunakan untuk menyediakan alat bantu yang diperlukan, seperti kursi roda atau alat bantu dengar. Lembaga zakat memiliki peran penting dalam memastikan bahwa dana zakat disalurkan dengan tepat kepada penyandang disabilitas. Dengan program-program yang terencana dan transparan, lembaga zakat dapat membantu menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung bagi penyandang disabilitas. Dengan menunaikan zakat, kita tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi pada penciptaan masyarakat yang lebih adil dan setara. Zakat menjadi sarana untuk mengangkat martabat penyandang disabilitas dan memberikan mereka kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor: Ummi Kiftiyah Penulis: Saffanatussa'idiyah

09/03/2025 | admin

 Peran Zakat dalam Pertanian Berkelanjutan
 Peran Zakat dalam Pertanian Berkelanjutan
Zakat memiliki peran yang signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan petani, terutama dalam konteks pertanian berkelanjutan. Dalam Islam, zakat tidak hanya berfungsi sebagai kewajiban spiritual, tetapi juga sebagai alat untuk menciptakan keadilan sosial dan ekonomi. Petani yang mengeluarkan zakat dari hasil pertanian mereka dapat membantu sesama petani yang kurang beruntung, sehingga menciptakan ekosistem pertanian yang lebih seimbang. Zakat yang dikeluarkan oleh petani dapat digunakan untuk mendukung berbagai program pertanian berkelanjutan, seperti penyediaan bibit unggul, pupuk organik, dan pelatihan teknik pertanian yang ramah lingkungan. Dengan demikian, zakat tidak hanya membantu individu yang membutuhkan, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan produktivitas pertanian secara keseluruhan. Hal ini sejalan dengan prinsip Islam yang mendorong umatnya untuk saling membantu dan mendukung. Dalam konteks ini, lembaga zakat dapat berperan aktif dalam mengelola dan mendistribusikan dana zakat untuk program-program yang mendukung pertanian berkelanjutan. Misalnya, dana zakat dapat digunakan untuk membangun infrastruktur pertanian, seperti irigasi dan penyimpanan hasil panen, yang akan meningkatkan hasil pertanian dan kesejahteraan petani. Dengan menunaikan zakat, petani tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan masyarakat yang lebih baik. Zakat menjadi jembatan untuk menciptakan kesejahteraan yang merata, sehingga setiap petani dapat menikmati hasil jerih payahnya dan berkontribusi pada ketahanan pangan nasional. Melalui zakat, kita dapat mewujudkan pertanian yang berkelanjutan dan berkeadilan. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Penulis: Saffanatussa'idiyah Editor: Ummi Kiftiyah

09/03/2025 | admin

Ramadhan dan Lingkungan: Mengurangi Sampah, Menjaga Bumi
Ramadhan dan Lingkungan: Mengurangi Sampah, Menjaga Bumi
Ramadhan, bulan suci bagi umat Islam di seluruh dunia, merupakan waktu yang penuh berkah, introspeksi diri, dan peningkatan spiritual. Lebih dari sekadar menjalankan ibadah puasa dari fajar hingga senja, Ramadhan mengajak umat Muslim untuk merenungkan segala aspek kehidupan, termasuk hubungan kita dengan lingkungan sekitar. Bulan ini menjadi momentum yang ideal untuk meningkatkan kesadaran dan mengambil tindakan nyata dalam menjaga kelestarian bumi, khususnya dalam mengurangi dampak negatif sampah terhadap lingkungan. Di tengah kesibukan mempersiapkan hidangan berbuka puasa dan berbagai kegiatan keagamaan, seringkali kita kurang menyadari jejak lingkungan yang kita tinggalkan. Peningkatan konsumsi makanan, penggunaan kemasan sekali pakai, dan aktivitas lainnya selama Ramadhan dapat berdampak signifikan pada peningkatan volume sampah dan polusi. Oleh karena itu, memahami pentingnya menjaga lingkungan dalam konteks Ramadhan bukan hanya sekadar tindakan tambahan, melainkan bagian integral dari ibadah dan ketakwaan kita. Bayangkan dampaknya: Setiap tahun, jutaan ton sampah dihasilkan di seluruh dunia, terutama selama periode perayaan keagamaan seperti Ramadhan. Sampah organik yang membusuk menghasilkan gas metana, gas rumah kaca yang berkontribusi pada pemanasan global, sementara sampah plastik membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai, mencemari tanah dan laut. Lebih jauh lagi, limbah makanan yang dihasilkan selama Ramadhan merupakan pemborosan sumber daya alam yang signifikan, mulai dari air dan energi yang digunakan dalam proses produksi hingga lahan pertanian yang digunakan untuk menanam bahan makanan. Ramadhan, dengan esensinya yang menekankan pada pengendalian diri, kepedulian sosial, dan rasa syukur, menawarkan kesempatan unik untuk merefleksikan pola konsumsi kita dan dampaknya terhadap lingkungan. Bulan ini menjadi panggilan untuk beralih dari gaya hidup konsumtif menuju gaya hidup yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dengan kesadaran dan komitmen yang kuat, kita dapat mengubah Ramadhan menjadi momentum untuk menciptakan perubahan positif yang berdampak luas bagi kelestarian bumi. Artikel ini akan membahas berbagai cara praktis untuk mengurangi sampah dan menjaga lingkungan selama Ramadhan, didukung oleh dalil-dalil agama Islam yang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem dan melestarikan alam ciptaan Allah SWT. Kita akan mengeksplorasi bagaimana praktik-praktik sederhana dalam kehidupan sehari-hari dapat berkontribusi pada upaya global dalam mengatasi krisis lingkungan. Semoga artikel ini dapat menginspirasi kita semua untuk menjadikan Ramadhan sebagai tonggak perubahan menuju kehidupan yang lebih ramah lingkungan. Ramadhan: Bulan Refleksi dan Perubahan Ramadhan bukan hanya sekadar bulan puasa, tetapi juga bulan yang penuh dengan refleksi dan perubahan. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183) Ayat ini menunjukkan bahwa puasa bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang meningkatkan kesadaran spiritual dan sosial. Dalam konteks lingkungan, puasa dapat menjadi pengingat bagi kita untuk lebih menghargai sumber daya alam dan mengurangi konsumsi yang berlebihan. Mengurangi Sampah Selama Ramadhan Pola Makan yang Berkelanjutan Selama Ramadhan, banyak orang cenderung mengonsumsi makanan dalam jumlah yang berlebihan saat berbuka puasa. Hal ini sering kali mengakibatkan pemborosan makanan yang berujung pada peningkatan sampah. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan pola makan yang berkelanjutan. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil: Merencanakan Menu: Sebelum Ramadhan dimulai, buatlah rencana menu untuk sahur dan berbuka. Dengan merencanakan menu, kita dapat menghindari pembelian makanan yang tidak perlu dan mengurangi limbah makanan. Mengutamakan Makanan Lokal: Memilih makanan lokal dan musiman tidak hanya baik untuk kesehatan, tetapi juga mengurangi jejak karbon yang dihasilkan dari transportasi makanan. Menghindari Makanan Olahan: Makanan olahan sering kali menghasilkan kemasan yang berlebihan. Dengan memilih makanan segar, kita dapat mengurangi jumlah sampah kemasan. Mengurangi Penggunaan Plastik Penggunaan plastik sekali pakai meningkat selama Ramadhan, terutama saat berbuka puasa. Untuk mengurangi penggunaan plastik, kita dapat melakukan hal-hal berikut: Menggunakan Wadah Reusable: Alih-alih menggunakan wadah plastik sekali pakai, gunakan wadah yang dapat digunakan kembali untuk membawa makanan. Membawa Botol Minum Sendiri: Saat berbuka puasa di luar rumah, bawa botol minum sendiri untuk menghindari penggunaan botol plastik sekali pakai. Menghindari Sedotan Plastik: Jika memungkinkan, hindari penggunaan sedotan plastik dan gunakan sedotan yang dapat digunakan kembali. Berbagi Makanan Salah satu tradisi yang umum selama Ramadhan adalah berbagi makanan dengan orang lain. Namun, berbagi makanan juga harus dilakukan dengan bijak untuk menghindari pemborosan. Berikut adalah beberapa cara untuk berbagi makanan secara bertanggung jawab: Membagikan Makanan yang Masih Layak: Jika ada makanan yang tidak terpakai, bagikan kepada tetangga atau orang yang membutuhkan. Ini tidak hanya mengurangi sampah, tetapi juga memperkuat ikatan sosial. Mengadakan Acara Berbuka Bersama: Mengundang teman dan keluarga untuk berbuka puasa bersama dapat mengurangi jumlah makanan yang disiapkan dan menghindari pemborosan. Menjaga Bumi Melalui Ibadah Ibadah yang Ramah Lingkungan Selama Ramadhan, umat Muslim melakukan berbagai ibadah, seperti shalat tarawih dan membaca Al-Qur'an. Kita dapat mengintegrasikan kesadaran lingkungan dalam ibadah kita salah satunya adalah dengan menggunakan sumber cahaya yang hemat energi dimana kita saat melaksanakan shalat tarawih di rumah atau masjid, gunakan lampu LED yang lebih hemat energi. Mengedukasi Masyarakat Ramadhan juga merupakan waktu yang tepat untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan. Beberapa cara untuk melakukan ini adalah: Mengadakan Seminar atau Diskusi: Selenggarakan seminar atau diskusi tentang isu-isu lingkungan di masjid atau komunitas. Membagikan Informasi Melalui Media Sosial: Gunakan platform media sosial untuk menyebarkan informasi tentang cara menjaga lingkungan selama Ramadhan. Dalil yang Mendasari Tindakan Lingkungan Dalam Islam, menjaga lingkungan adalah bagian dari tanggung jawab kita sebagai khalifah di bumi. Allah berfirman dalam Al-Qur'an: "Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya." (QS. Al-A'raf: 56) Ayat ini menegaskan bahwa kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga bumi dan tidak merusaknya. Selain itu, Nabi Muhammad SAW juga bersabda: "Jika kiamat telah tiba dan di tangan salah seorang di antara kalian terdapat bibit pohon, maka jika ia mampu menanamnya sebelum kiamat datang, maka hendaklah ia menanamnya." (HR. Ahmad) Hadis ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga lingkungan, bahkan dalam situasi yang paling kritis sekalipun. Kesimpulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan kesempatan untuk merenungkan tindakan kita terhadap lingkungan. Dengan mengurangi sampah dan menjaga bumi, kita tidak hanya memenuhi tanggung jawab kita sebagai umat Muslim, tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan planet kita. Melalui pola makan yang berkelanjutan, pengurangan penggunaan plastik, dan berbagi makanan, kita dapat membuat perbedaan yang signifikan. Mari kita jadikan Ramadhan sebagai momentum untuk berkomitmen menjaga lingkungan demi generasi mendatang. *Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor : Ashifuddin Fikri Writer : Ashifuddin Fikri

09/03/2025 | Ashifuddin Fikri

Kedermawanan Abu Bakar Ash Shiddiq di Bulan Ramadhan
Kedermawanan Abu Bakar Ash Shiddiq di Bulan Ramadhan
Abu Bakar Ash-Shiddiq, sahabat paling mulia sekaligus khalifah pertama setelah wafatnya Rasulullah SAW. Abu Bakar RA adalah sosok yang tak hanya dikenal karena kecerdasan dan keberaniannya, tetapi juga karena kesederhanaan, kedermawanan, dan keteguhan imannya, terutama di bulan Ramadhan. Kisah-kisah inspiratif tentang Abu Bakar di bulan suci ini menjadi teladan bagi umat muslim hingga kini. Abu Bakar dan Kedermawanan Tanpa Batas di Bulan Ramadhan Salah satu kisah paling inspiratif dari Abu Bakar terjadi di bulan Ramadhan, ketika umat Islam dianjurkan memperbanyak sedekah. Abu Bakar dikenal sebagai orang yang selalu mendahulukan kebutuhan orang lain di atas dirinya sendiri, bahkan dalam kondisi sulit sekalipun. Dalam sebuah riwayat disebutkan, ketika Rasulullah SAW menyerukan infak di jalan Allah, Abu Bakar membawa seluruh hartanya tanpa menyisakan apapun untuk dirinya dan keluarganya. Ketika Rasul bertanya, "Apa yang kau sisakan untuk keluargamu?" Abu Bakar menjawab, "Aku tinggalkan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi). Tindakan mulia ini sering diulanginya, terutama di bulan Ramadhan. Ia menyadari bahwa keutamaan bersedekah di bulan suci akan dilipatgandakan pahalanya. Abu Bakar mengajarkan bahwa harta hanyalah titipan, dan kebahagiaan sejati bukan terletak pada seberapa banyak yang dimiliki, melainkan seberapa banyak yang diberikan. Abu Bakar dan Kesederhanaan Saat Berbuka Puasa Meskipun Abu Bakar adalah saudagar kaya sebelum memeluk Islam, gaya hidupnya berubah drastis setelah masuk Islam. Di bulan Ramadhan, beliau selalu berbuka dengan makanan yang sederhana. Beliau lebih memilih memberi makanan terbaik kepada fakir miskin dibanding menikmatinya sendiri. Sikap ini mencerminkan bahwa puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga membentuk karakter rendah hati dan peduli sesama. Dalam satu kisah, Abu Bakar pernah duduk berbuka puasa dengan sepotong roti kering dan air putih. Ketika sahabatnya bertanya mengapa ia tidak makan sesuatu yang lebih layak, Abu Bakar menjawab, "Aku ingin merasakan seperti apa lapar yang dirasakan oleh orang-orang miskin di antara kita." Abu Bakar dan Semangat Ibadah di Malam Ramadhan Abu Bakar juga dikenal sangat tekun dalam shalat malam di bulan Ramadhan. Ia memahami bahwa Ramadhan adalah bulan ampunan dan keberkahan, sehingga ia memanfaatkan malam-malamnya untuk memperbanyak shalat, membaca Al-Qur’an, dan berdoa memohon kebaikan untuk umat. Kesungguhannya dalam beribadah menjadikan beliau sosok yang lembut hatinya dan sangat takut kepada Allah, meski kedudukannya mulia di sisi Rasulullah. Pelajaran Inspiratif dari Abu Bakar di Bulan Ramadhan Kisah-kisah ini memberikan beberapa hikmah mendalam bagi umat Islam: Kedermawanan totalitas: Abu Bakar mengajarkan bahwa harta sejatinya adalah apa yang telah diberikan di jalan Allah, bukan yang ditimbun untuk diri sendiri. Kesederhanaan yang mendidik hati: Hidup hemat dan sederhana, terutama di bulan penuh berkah, menjadikan hati lebih peka terhadap penderitaan orang lain. Kesungguhan dalam ibadah: Memanfaatkan Ramadhan sebagai momen memperbanyak doa, ibadah, dan mendekatkan diri kepada Allah adalah teladan utama dari Abu Bakar. Kesimpulan Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah contoh nyata bahwa Ramadhan adalah momentum untuk membentuk karakter mulia. Melalui kisah-kisahnya, kita belajar bahwa kedermawanan, kesederhanaan, dan ketekunan ibadah adalah jalan meraih kemuliaan sejati di sisi Allah SWT. Di bulan Ramadhan ini, mari menjadikan kisah Abu Bakar sebagai cermin untuk mengoreksi diri, memperbanyak kebaikan, dan mendekatkan diri kepada Allah. *Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor : Ashifuddin Fikri Writer : Nur Isnaini Masyithoh

09/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh

Harmoni Ekonomi Syariah, Konsep Puasa, dan Keberlanjutan
Harmoni Ekonomi Syariah, Konsep Puasa, dan Keberlanjutan
Ekonomi Syariah: Ekonomi Berbasis Nilai Ketuhanan dan Kemaslahatan Ekonomi syariah adalah sistem ekonomi yang berlandaskan prinsip-prinsip Islam, yang tidak hanya mengejar keuntungan materi, tetapi juga mengedepankan keadilan sosial, keberkahan, dan keseimbangan lingkungan. Dalam ekonomi syariah, aktivitas ekonomi wajib selaras dengan maqashid syariah, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Prinsip seperti larangan riba (bunga), gharar (ketidakpastian berlebih), dan maysir (spekulasi) menjadi fondasi utama. Ekonomi syariah mendorong etika bisnis berkelanjutan yang memperhatikan dampak sosial dan lingkungan. Instrumen ekonomi syariah seperti zakat, wakaf, dan sedekah mendorong redistribusi kekayaan dan mendukung program-program yang mendukung keberlanjutan sosial dan ekonomi bagi kelompok rentan. Baznas Kota Yogyakarta menjadi lembaga amil yang aktif berperan mengelola instrumen ekonomi syariah untuk mendorong tercapainya tujuan keberlanjutan. Puasa: Spiritualitas yang Mengajarkan Kesederhanaan dan Keberlanjutan Puasa dalam Islam tidak hanya ritual ibadah, melainkan juga sarana membentuk kesadaran ekologis dan sosial. Dengan berpuasa, umat Muslim diajarkan menahan diri dari konsumsi berlebihan, mengurangi limbah makanan, dan menyadari bahwa sumber daya alam bersifat terbatas. Puasa juga menumbuhkan empati sosial, yang mendorong solidaritas terhadap mereka yang hidup dalam keterbatasan ekonomi. Kesadaran ini sangat relevan dengan prinsip ekonomi hijau dan keberlanjutan yang menekankan pola konsumsi yang moderat dan bertanggung jawab. Keberlanjutan (Sustainability): Misi Bersama Ekonomi Syariah dan Nilai Puasa Keberlanjutan adalah konsep modern yang selaras dengan nilai-nilai Islam. Dalam ekonomi syariah, aktivitas ekonomi idealnya tidak merusak lingkungan, menjaga keseimbangan ekosistem, serta memastikan kesejahteraan generasi masa kini dan masa depan. Al-Qur’an menegaskan bahwa manusia memiliki tanggung jawab sebagai khalifah di bumi (QS Al-Baqarah: 30). Praktik ekonomi syariah yang mendukung keberlanjutan meliputi: Investasi berbasis ESG (Environmental, Social, Governance) dalam industri halal. Pengelolaan wakaf produktif untuk energi terbarukan, pendidikan, dan kesehatan. Produk keuangan syariah hijau, seperti Sukuk Hijau (Green Sukuk) yang mendanai proyek-proyek ramah lingkungan. Puasa yang mengajarkan pengendalian diri atas konsumsi berlebihan juga mendukung perilaku ekonomi yang anti-kapitalisme eksploitatif, sejalan dengan semangat ekonomi syariah yang inklusif dan berkelanjutan. Kesimpulan Ekonomi syariah, konsep puasa, dan keberlanjutan sejatinya membentuk satu kesatuan nilai yang harmonis. Ekonomi syariah mengarahkan bagaimana ekonomi dijalankan dengan prinsip keadilan, etika, dan keberkahan, sementara puasa membentuk karakter manusia yang memoderasi konsumsi dan peduli lingkungan. Keduanya mendukung agenda keberlanjutan global, yang memastikan keseimbangan antara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ini menegaskan bahwa solusi untuk tantangan global seperti krisis iklim, kesenjangan sosial, dan ketidakadilan ekonomi ialah dengan prinsip ekonomi berbasis syariah. *Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor : Ashifuddin Fikri Writer : Nur Isnaini Masyithoh

09/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh

Puasa dan Kreativitas: Menggali Ide-Ide Baru di Bulan Suci
Puasa dan Kreativitas: Menggali Ide-Ide Baru di Bulan Suci
Ketika Jiwa Berpuasa, Pikiran Berkembang Bulan Ramadan, bulan suci bagi umat Muslim di seluruh dunia, lebih dari sekadar periode menahan lapar dan dahaga dari terbit hingga terbenam matahari. Ia merupakan perjalanan spiritual yang mendalam, sebuah kesempatan untuk membersihkan jiwa, memperkuat iman, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Namun, di balik dimensi spiritualitasnya yang kaya, Ramadan juga menyimpan potensi luar biasa untuk mengasah kreativitas dan melahirkan ide-ide baru yang segar. Fenomena ini, yang mungkin tampak paradoksal pada pandangan pertama – bagaimana menahan diri dari kebutuhan fisik dapat memicu peningkatan kemampuan mental – sebenarnya berakar pada mekanisme fisiologis dan psikologis yang kompleks, serta dibentuk oleh konteks historis dan budaya yang kaya. Praktik puasa, dalam berbagai bentuk dan interpretasinya, telah ada selama ribuan tahun dalam berbagai budaya dan agama di seluruh dunia. Dari ritual penyucian diri dalam agama Hindu dan Buddha hingga praktik puasa intermiten yang semakin populer di kalangan masyarakat modern untuk meningkatkan kesehatan, puasa selalu dikaitkan dengan perubahan dalam kesadaran dan persepsi. Dalam konteks Islam, puasa Ramadan bukan sekadar ibadah ritual, melainkan juga sebuah latihan disiplin diri yang mendalam. Menahan diri dari makan dan minum selama berjam-jam setiap hari menuntut komitmen, ketahanan, dan pengendalian diri yang luar biasa. Proses ini, secara tidak langsung, melatih otak untuk fokus, meningkatkan konsentrasi, dan mengoptimalkan fungsi kognitif. Secara historis, banyak tokoh-tokoh berpengaruh dalam berbagai bidang, dari ilmuwan hingga seniman, yang telah melaporkan peningkatan kreativitas dan produktivitas selama periode puasa atau praktik spiritual serupa. Mereka menemukan bahwa dengan mengurangi stimulasi sensorik dan kebutuhan fisik, pikiran menjadi lebih jernih, lebih fokus, dan lebih mampu untuk menjelajahi ide-ide baru. Bulan Ramadan, dengan ritme hariannya yang unik dan atmosfer spiritual yang kental, menciptakan lingkungan yang kondusif untuk proses ini. Keheningan malam, waktu yang didedikasikan untuk ibadah dan refleksi, serta semangat kebersamaan dan solidaritas yang menandai bulan suci ini, semuanya berkontribusi pada peningkatan kreativitas. Artikel ini akan mengeksplorasi hubungan yang menarik antara puasa dan kreativitas, khususnya dalam konteks bulan Ramadan. Kita akan menelusuri dasar-dasar ilmiah dan spiritual yang mendukung hubungan ini, serta membahas strategi praktis untuk memanfaatkan periode suci ini sebagai waktu yang produktif untuk menggali ide-ide baru dan meningkatkan kemampuan kreatif. Dari perspektif neurologis hingga pengalaman personal, kita akan mengungkap bagaimana puasa dapat menjadi katalisator untuk inovasi dan penemuan. Lebih dari sekadar sebuah artikel, ini adalah sebuah undangan untuk merenungkan potensi tersembunyi yang ada dalam diri kita, dan bagaimana bulan Ramadan dapat menjadi kunci untuk membuka potensi tersebut. Mari kita telusuri bagaimana, dalam kesederhanaan dan kedalaman spiritualnya, puasa Ramadan dapat menjadi sumber inspirasi yang tak terduga bagi kreativitas manusia. Bagaimana Puasa Mempengaruhi Kreativitas Puasa, khususnya puasa Ramadan, mampu untuk mempengaruhi kreativitas melalui beberapa mekanisme kunci: Peningkatan Fokus dan Konsentrasi: Ketika tubuh berpuasa, ia mengurangi energi yang dialokasikan untuk proses pencernaan. Energi ini kemudian dialihkan ke fungsi otak lainnya, termasuk proses kognitif seperti fokus dan konsentrasi. Studi menunjukkan bahwa puasa intermiten dapat meningkatkan fungsi kognitif, termasuk memori dan perhatian. Kondisi ini menciptakan ruang mental yang lebih luas untuk berpikir kreatif dan menghasilkan ide-ide baru. Bayangkan seperti komputer yang memiliki lebih banyak RAM tersedia untuk menjalankan program yang kompleks. Pengurangan Stres dan Peningkatan Mood: Stres dan kecemasan seringkali menjadi penghambat kreativitas. Puasa, dengan disiplin dan ritme yang dimilikinya, dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan mood. Praktik spiritual selama Ramadan, seperti sholat dan dzikir, juga berkontribusi pada ketenangan batin dan keseimbangan emosional. Kondisi mental yang lebih tenang dan positif ini menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk berpikir kreatif. Stimulasi Neurogenesis: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa puasa intermiten dapat merangsang neurogenesis, yaitu proses pembentukan sel-sel saraf baru di otak. Sel-sel saraf baru ini dapat meningkatkan kemampuan otak untuk belajar, mengingat, dan memproses informasi, termasuk informasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ide-ide kreatif. Perubahan Pola Tidur: Selama Ramadan, pola tidur seringkali berubah, dengan lebih banyak waktu untuk istirahat dan refleksi di malam hari. Tidur yang cukup dan berkualitas sangat penting untuk fungsi kognitif yang optimal dan kreativitas. Waktu istirahat yang lebih banyak selama bulan puasa dapat memberikan kesempatan bagi otak untuk memproses informasi dan menghasilkan ide-ide baru selama tidur. Pengalaman Spiritual dan Refleksi Diri: Aspek spiritual Ramadan memainkan peran penting dalam meningkatkan kreativitas. Waktu yang didedikasikan untuk ibadah, refleksi diri, dan introspeksi dapat memicu wawasan baru dan perspektif yang lebih luas. Proses ini dapat memicu ide-ide kreatif yang terinspirasi oleh nilai-nilai spiritual dan pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri dan dunia di sekitar kita. Teknik Meningkatkan Kreativitas Selama Puasa Berikut beberapa teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kreativitas selama bulan puasa: Menjadwalkan Waktu Khusus untuk Kreativitas: Tetapkan waktu khusus setiap hari, misalnya setelah sahur atau sebelum berbuka, untuk fokus pada aktivitas kreatif. Matikan notifikasi dan hindari gangguan. Mind Mapping dan Brainstorming: Gunakan teknik mind mapping dan brainstorming untuk menghasilkan ide-ide baru. Tuliskan semua ide yang muncul, tanpa mengkritik atau menyensornya. Menggunakan Jurnal Kreatif: Tuliskan pikiran, ide, dan perasaan Anda dalam jurnal. Ini dapat membantu Anda untuk memproses informasi dan menemukan koneksi baru. Berinteraksi dengan Orang Lain: Diskusikan ide-ide Anda dengan orang lain. Berbagi perspektif dapat memicu ide-ide baru dan meningkatkan kreativitas. Menggunakan Teknik Meditasi dan Relaksasi: Praktik meditasi dan relaksasi dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan fokus, sehingga meningkatkan kreativitas. Mencari Inspirasi dari Alam: Habiskan waktu di alam untuk mencari inspirasi. Alam dapat memberikan perspektif baru dan memicu ide-ide kreatif. Membaca dan Belajar: Manfaatkan waktu luang selama bulan puasa untuk membaca buku, artikel, atau materi lain yang relevan dengan bidang kreativitas Anda. Pengalaman Spiritual dan Proses Kreatif Pengalaman spiritual selama Ramadan dapat secara signifikan berkontribusi pada proses kreatif. Puasa, sebagai bentuk ibadah, menciptakan kondisi mental yang lebih tenang dan fokus, memungkinkan individu untuk terhubung dengan sumber inspirasi yang lebih dalam. Refleksi diri yang mendalam selama bulan Ramadan dapat memicu wawasan baru dan perspektif yang lebih luas, yang dapat diterjemahkan ke dalam karya-karya kreatif yang lebih bermakna dan inspiratif. Kedekatan dengan Sang Pencipta yang dirasakan selama bulan Ramadan dapat memicu kreativitas yang terinspirasi oleh nilai-nilai spiritual dan pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri dan dunia di sekitar kita. Ini dapat menghasilkan karya-karya yang tidak hanya estetis, tetapi juga memiliki kedalaman spiritual dan pesan yang kuat. Kesimpulan Puasa, khususnya puasa Ramadan, menawarkan potensi yang luar biasa untuk meningkatkan kreativitas. Dengan mengurangi stimulasi sensorik dan kebutuhan fisik, puasa menciptakan kondisi mental yang lebih kondusif untuk fokus, konsentrasi, dan refleksi diri. Pengalaman spiritual selama Ramadan juga memainkan peran penting dalam memicu wawasan baru dan perspektif yang lebih luas. Dengan menerapkan teknik-teknik yang tepat, individu dapat memanfaatkan bulan Ramadan sebagai waktu yang produktif untuk menggali ide-ide baru dan meningkatkan kemampuan kreatif mereka. Puasa bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga, tetapi juga tentang membuka potensi tersembunyi dalam diri kita untuk berkreasi dan berinovasi. *Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor : Ashifuddin Fikri Writer : Ashifuddin Fikri

09/03/2025 | Ashifuddin Fikri

Menggali Makna Fidyah dalam Kehidupan Sehari-hari
Menggali Makna Fidyah dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam kehidupan sehari-hari, fidyah memiliki makna yang lebih luas daripada sekadar kewajiban agama. Fidyah mengajarkan kita tentang pentingnya berbagi dan peduli terhadap sesama, terutama mereka yang berada dalam kesulitan. Dalam praktiknya, fidyah dapat menjadi pengingat bagi kita untuk selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan dan untuk tidak melupakan mereka yang kurang beruntung. Dengan menunaikan fidyah, kita diajak untuk merenungkan kembali nilai-nilai kemanusiaan dan solidaritas sosial. Fidyah juga mengajarkan kita tentang tanggung jawab sosial, di mana setiap individu memiliki peran dalam menciptakan masyarakat yang lebih baik. Dalam konteks ini, fidyah menjadi lebih dari sekadar ritual, melainkan sebuah tindakan nyata yang dapat membawa perubahan positif dalam kehidupan orang lain. Oleh karena itu, menggali makna fidyah dalam kehidupan sehari-hari adalah menggali makna dari kepedulian, tanggung jawab, dan cinta kasih terhadap sesama. Ini adalah pelajaran berharga yang dapat kita terapkan dalam setiap aspek kehidupan, menjadikan fidyah sebagai bagian integral dari perjalanan spiritual dan sosial kita. Penulis:Putri Khodijah Editor:M. Kausari Kaidani

09/03/2025 | Putri Khodijah

Fidyah dan Keadilan Sosial Sebuah Refleksi
Fidyah dan Keadilan Sosial Sebuah Refleksi
Fidyah dalam Islam tidak hanya berfungsi sebagai pengganti puasa yang terlewat, tetapi juga sebagai instrumen keadilan sosial. Dalam masyarakat yang beragam, fidyah menjadi salah satu cara untuk memastikan bahwa kebutuhan dasar, seperti makanan, dapat terpenuhi bagi mereka yang kurang beruntung. Dengan memberikan fidyah, seorang Muslim berkontribusi pada pengurangan kesenjangan sosial dan ekonomi. Ini adalah refleksi dari prinsip keadilan sosial yang diajarkan dalam Islam, di mana setiap individu memiliki tanggung jawab untuk membantu sesama. Fidyah mengajarkan bahwa ibadah tidak hanya bersifat vertikal, antara manusia dan Tuhan, tetapi juga horizontal, antara manusia dan sesamanya. Dalam konteks ini, fidyah menjadi lebih dari sekadar kewajiban, melainkan sebuah panggilan untuk berbuat baik dan berbagi rezeki. Dengan demikian, fidyah berperan penting dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera, di mana setiap orang memiliki kesempatan untuk hidup dengan layak. Refleksi ini mengingatkan kita bahwa keadilan sosial adalah bagian integral dari ajaran Islam, dan fidyah adalah salah satu cara untuk mewujudkannya. Penulis:Putri Khodijah Editor:M. Kausari Kaidani

09/03/2025 | Putri Khodijah

Puasa di Era Digital, Mindfulness, dan Digital Detox
Puasa di Era Digital, Mindfulness, dan Digital Detox
Di tengah arus informasi yang terus mengalir tanpa henti, puasa di era digital menghadirkan tantangan sekaligus peluang baru. Selain menahan lapar dan dahaga, umat muslim di era modern juga dihadapkan pada godaan lain: layar ponsel, media sosial, dan banjir informasi yang sering kali menguras fokus serta mental load. Inilah mengapa puasa di era digital tidak hanya relevan untuk kesehatan fisik dan spiritual, tetapi juga sebagai momen yang tepat untuk melakukan digital detox. Menata Pola Konsumsi Digital Selama bulan Ramadhan, kebiasaan konsumsi digital cenderung meningkat, mulai dari mencari inspirasi menu berbuka, menonton ceramah daring, hingga sekadar scroll media sosial untuk mengisi waktu menjelang berbuka. Meski banyak konten positif, tak jarang arus informasi ini justru membuat kita lupa pada esensi utama puasa, yakni mengendalikan diri (Latifah, 2021). Inilah sebabnya, menata kembali pola konsumsi digital menjadi bagian penting dari puasa di era digital. Digital Overload dan Dampaknya pada Kesehatan Mental Studi menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan berkorelasi dengan meningkatnya kecemasan, stres, bahkan depresi (Keles, McCrae, & Grealish, 2020). Di bulan Ramadan, puasa sejatinya menjadi momen reflektif dan menenangkan. Namun, jika waktu lebih banyak dihabiskan dengan scroll tanpa henti, momen reflektif ini bisa tergantikan oleh kecemasan akibat paparan konten berlebihan. Digital detox selama Ramadhan dapat membantu mengurangi stres digital dan memperkuat fokus ibadah. Puasa, Mindfulness, dan Digital Fasting Praktik puasa sejatinya melatih mindfulness, yakni kesadaran penuh terhadap apa yang kita lakukan, rasakan, dan pikirkan. Konsep ini sejalan dengan digital fasting, yaitu jeda dari aktivitas digital secara berkala agar tubuh dan pikiran bisa beristirahat (Syafriza, 2022). Dengan mengurangi waktu layar selama puasa, kita tidak hanya menjaga kesehatan mental, tetapi juga meningkatkan kualitas interaksi sosial dan ibadah. Digital Detox sebagai Bagian dari Puasa Beberapa langkah praktis yang bisa diterapkan selama Ramadhan untuk mendukung digital detox antara lain: Menentukan jam bebas gawai, misalnya saat sahur, salat, atau menjelang berbuka. Mengurangi konsumsi konten yang bersifat memicu emosi negatif, seperti debat politik atau gosip viral. Memilih konten berkualitas yang relevan dengan spiritualitas Ramadhan, seperti kajian tafsir, refleksi diri, atau konten inspiratif. Menggunakan teknologi secara bijak, misalnya hanya mengakses aplikasi yang mendukung ibadah seperti pengingat sholat atau aplikasi sedekah online. Manfaat Digital Detox Selama Puasa Mengurangi paparan digital selama Ramadan memberikan sejumlah manfaat, antara lain: Meningkatkan fokus ibadah: Pikiran lebih jernih tanpa gangguan notifikasi yang tiada henti. Mengurangi kecemasan: Berkurangnya paparan informasi berlebihan membantu menjaga ketenangan batin. Meningkatkan kualitas tidur: Berpuasa sambil mengurangi screen time, terutama menjelang tidur, dapat memperbaiki kualitas istirahat. Meningkatkan interaksi sosial nyata: Ramadan menjadi momen berkumpul dengan keluarga tanpa distraksi gadget. Kesimpulan Puasa di era digital bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, melainkan juga mengendalikan konsumsi digital yang kerap mengganggu ketenangan batin. Dengan menjadikan digital detox sebagai bagian dari ibadah puasa, umat muslim tidak hanya meraih kesehatan fisik dan spiritual, tetapi juga kesehatan mental. *Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor : Ashifuddin Fikri Writer : Nur Isnaini Masyithoh

09/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh

Memahami Esensi Fidyah dalam Islam
Memahami Esensi Fidyah dalam Islam
Fidyah merupakan salah satu bentuk ibadah dalam Islam yang memiliki makna mendalam dan esensial. Dalam konteks puasa, fidyah adalah kompensasi yang diberikan oleh seorang Muslim yang tidak mampu berpuasa karena alasan tertentu, seperti sakit yang tidak ada harapan sembuh atau usia lanjut. Esensi dari fidyah terletak pada niat dan keikhlasan dalam menunaikannya, sebagai bentuk tanggung jawab dan kepedulian terhadap sesama. Fidyah bukan sekadar pengganti puasa yang terlewat, melainkan juga sarana untuk membersihkan diri dan mendekatkan diri kepada Allah. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman bahwa bagi mereka yang tidak mampu berpuasa, fidyah berupa memberi makan orang miskin adalah jalan yang dapat ditempuh. Hal ini menunjukkan bahwa fidyah juga berfungsi sebagai jembatan untuk membantu mereka yang membutuhkan, sehingga menciptakan keseimbangan sosial. Dengan menunaikan fidyah, seorang Muslim tidak hanya memenuhi kewajiban agamanya, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, memahami esensi fidyah adalah memahami bagaimana Islam mengajarkan keseimbangan antara ibadah pribadi dan tanggung jawab sosial. Penulis:Putri Khodijah Editor:M. Kausari Kaidani

09/03/2025 | Putri Khodijah

Menggapai Kemuliaan Ramadhan dengan Berbagi ala Abdullah bin Umar
Menggapai Kemuliaan Ramadhan dengan Berbagi ala Abdullah bin Umar
Abdullah bin Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhuma adalah salah satu sahabat yang dikenal sangat tekun beribadah dan meneladani setiap sunnah Rasulullah SAW. Kecintaan Ibnu Umar dan kesungguhan dalam menggapai kemuliaan Ramadhan adalah kisah sarat hikmah dan inspirasi bagi umat Islam di sepanjang zaman. Setiap kali Ramadhan tiba, Ibnu Umar menyambutnya dengan sukacita yang luar biasa. Ramadhan bukan sekadar bulan menahan lapar dan dahaga, melainkan bulan yang penuh cahaya rahmat, ampunan, serta kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sejak malam pertama Ramadhan, ia memperbanyak shalat malam, menangis dalam doa-doanya, dan mendirikan rumahnya sebagai tempat tilawah Al-Qur’an. Salah satu kebiasaan mulia Ibnu Umar yang terkenal adalah kegemarannya memberi makan orang-orang yang berpuasa. Ia tidak akan pernah berbuka sendirian. Setiap kali hidangan ifthar dihidangkan, ia akan mengundang fakir miskin, musafir, atau siapa saja yang membutuhkan. Ia merasa makanan itu lebih berkah jika disantap bersama dan diiringi doa dari orang-orang yang ia jamu. Bahkan, pernah suatu ketika saat berbuka, seorang pengemis mengetuk pintu rumahnya. Ibnu Umar memberikan seluruh hidangannya kepada sang pengemis, lalu ia sendiri berpuasa hingga malam. Cinta Ibnu Umar kepada Al-Qur’an juga terlihat semakin kuat di bulan Ramadhan. Ia menghidupkan malam-malamnya dengan tilawah, merenungkan makna setiap ayat, dan berusaha mengamalkannya. Ia meyakini bahwa Ramadhan adalah momen menyucikan jiwa dan bertaubat atas segala dosa untuk meraih rahmat Allah. Setiap sujudnya di malam Ramadhan disertai isak tangis yang mendalam, seolah-olah ia sedang berbicara langsung dengan Rabb-nya. Selain memperbanyak ibadah pribadi, Ibnu Umar juga dikenal sebagai sosok yang menebar manfaat kepada sesama. Di siang hari, ia menyusuri pasar bukan untuk berdagang, tetapi mencari siapa yang berhutang, siapa yang kelaparan, atau siapa yang memerlukan bantuan. Ramadhan bagi Ibnu Umar adalah momentum meningkatkan sedekah dan membagikan nikmat dunia kepada orang-orang yang membutuhkan. Kisah hidup Ibnu Umar mengajarkan bahwa memuliakan Ramadhan bukan sekadar rutinitas ibadah, melainkan menumbuhkan cinta yang tulus kepada Allah, Al-Qur’an, dan sesama manusia. Ia menjadikan Ramadhan sebagai madrasah ruhani untuk mendidik hati, mengendalikan nafsu, dan meningkatkan amal shalih. Di balik kesederhanaannya, Abdullah bin Umar meninggalkan jejak keteladanan abadi tentang bagaimana seorang mukmin sejati menghormati tamu agung bernama Ramadhan dalam menjaga ketakwaan kepada Allah dan sesama. *Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor : Ashifuddin Fikri Writer : Nur Isnaini Masyithoh

09/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh

Fidyah sebagai Solusi untuk Mengganti Puasa yang Terlewat
Fidyah sebagai Solusi untuk Mengganti Puasa yang Terlewat
Fidyah merupakan salah satu bentuk pengganti bagi umat Muslim yang tidak dapat menjalankan puasa di bulan Ramadhan karena alasan tertentu, seperti sakit, hamil, atau menyusui. Dalam konteks ini, fidyah menjadi solusi yang sangat penting untuk memastikan bahwa kewajiban berpuasa tetap dapat dipenuhi meskipun dalam keadaan yang tidak memungkinkan. Dalam ajaran Islam, puasa adalah salah satu rukun yang sangat ditekankan, dan bagi mereka yang tidak dapat melaksanakannya, fidyah menjadi jalan keluar yang diizinkan. Fidyah diartikan sebagai pembayaran yang dilakukan untuk mengganti puasa yang terlewat. Dalam hal ini, seseorang yang tidak dapat berpuasa diwajibkan untuk memberikan makanan kepada orang miskin atau membayar sejumlah uang yang setara dengan nilai makanan tersebut. Hal ini sesuai dengan prinsip Islam yang mengajarkan tentang kepedulian terhadap sesama, terutama bagi mereka yang kurang beruntung. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman bahwa orang-orang yang tidak mampu berpuasa karena alasan tertentu dapat menggantinya dengan memberi makan orang miskin. Ini menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan kondisi individu dan memberikan solusi yang fleksibel untuk memenuhi kewajiban agama. Penting untuk dicatat bahwa fidyah bukanlah pengganti puasa yang bersifat permanen. Ini adalah solusi sementara yang diberikan kepada mereka yang tidak mampu berpuasa pada waktu tertentu. Dalam hal ini, fidyah menjadi pengingat bagi umat Muslim untuk selalu bersyukur atas nikmat kesehatan dan kesempatan yang diberikan untuk menjalankan ibadah puasa. Dengan memberikan fidyah, seseorang tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat. Ini adalah bentuk amal yang sangat dianjurkan dalam Islam, di mana setiap tindakan kebaikan akan mendapatkan ganjaran dari Allah SWT. Dalam praktiknya, fidyah dapat diberikan dalam bentuk makanan pokok seperti beras, gandum, atau makanan lainnya yang umum dikonsumsi. Jumlah yang diberikan biasanya setara dengan satu mud, yang kira-kira seberat 600 gram. Namun, dalam konteks modern, banyak orang yang memilih untuk memberikan fidyah dalam bentuk uang tunai, yang kemudian digunakan untuk membeli makanan bagi mereka yang membutuhkan. Ini adalah cara yang lebih praktis dan efisien, terutama di era digital saat ini, di mana transaksi keuangan dapat dilakukan dengan mudah melalui aplikasi dan platform online. Fidyah juga mengajarkan kita tentang pentingnya berbagi dan kepedulian sosial. Dalam masyarakat yang semakin individualis, fidyah menjadi pengingat bahwa kita tidak hidup sendiri dan bahwa ada tanggung jawab moral untuk membantu sesama. Dengan memberikan fidyah, kita tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi pada pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ini adalah nilai-nilai yang sangat penting dalam Islam, di mana setiap Muslim diharapkan untuk saling membantu dan mendukung satu sama lain. Dalam konteks ini, fidyah juga dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kesadaran sosial di kalangan umat Muslim. Dengan memahami pentingnya fidyah, kita dapat mendorong lebih banyak orang untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan amal. Ini adalah langkah kecil yang dapat memberikan dampak besar bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang membutuhkan. Misalnya, dengan menggalang dana untuk memberikan fidyah kepada orang-orang yang tidak mampu, kita dapat menciptakan jaringan solidaritas yang kuat di antara umat Muslim. Fidyah juga memiliki dimensi spiritual yang mendalam. Ketika seseorang memberikan fidyah, mereka tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga membersihkan hati dan jiwa dari sifat egois. Ini adalah bentuk pengorbanan yang menunjukkan bahwa kita peduli terhadap kesejahteraan orang lain. Dalam Islam, tindakan kebaikan seperti ini akan mendatangkan berkah dan rahmat dari Allah SWT. Dengan demikian, fidyah bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meningkatkan kualitas spiritual kita. Selain itu, fidyah juga dapat menjadi alat untuk mendidik generasi muda tentang pentingnya berbagi dan kepedulian sosial. Dengan melibatkan anak-anak dalam proses memberikan fidyah, kita dapat menanamkan nilai-nilai kebaikan dan empati sejak dini. Ini adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik di masa depan. Ketika anak-anak melihat orang tua mereka memberikan fidyah, mereka akan belajar bahwa membantu orang lain adalah bagian penting dari kehidupan seorang Muslim. Dalam era digital saat ini, cara kita memberikan fidyah juga telah mengalami perubahan. Banyak lembaga amal dan organisasi sosial yang menyediakan platform online untuk memudahkan umat Muslim dalam memberikan fidyah. Dengan hanya beberapa klik, seseorang dapat mentransfer dana untuk fidyah kepada mereka yang membutuhkan. Ini adalah kemudahan yang tidak hanya menguntungkan pemberi fidyah, tetapi juga penerima, karena mereka dapat segera mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan. Selain itu, transparansi dalam pengelolaan dana fidyah juga semakin meningkat, sehingga para pemberi fidyah dapat merasa yakin bahwa sumbangan mereka digunakan dengan baik. Namun, meskipun kemudahan ini ada, penting bagi kita untuk tetap memperhatikan nilai-nilai yang mendasari fidyah. Memberikan fidyah bukan hanya tentang menyelesaikan kewajiban, tetapi juga tentang niat dan keikhlasan dalam membantu sesama. Dalam Islam, niat yang baik akan mendatangkan pahala yang besar. Oleh karena itu, setiap kali kita memberikan fidyah, kita harus melakukannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan, serta berharap agar Allah SWT menerima amal kita. Fidyah juga dapat menjadi pengingat bagi kita untuk lebih bersyukur atas nikmat yang kita miliki. Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali lupa untuk menghargai kesehatan, waktu, dan kesempatan yang diberikan kepada kita. Dengan memberikan fidyah, kita diingatkan bahwa ada banyak orang di luar sana yang tidak seberuntung kita. Ini adalah kesempatan untuk merenungkan hidup kita dan berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Secara keseluruhan, fidyah adalah solusi yang sangat relevan bagi umat Muslim yang tidak dapat menjalankan puasa. Ini bukan hanya tentang memenuhi kewajiban agama, tetapi juga tentang berbagi dan peduli terhadap sesama. Dengan memberikan fidyah, kita dapat memastikan bahwa kita tetap terhubung dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kepedulian sosial yang diajarkan dalam Islam. Fidyah bukan hanya sekadar pengganti puasa, tetapi juga merupakan bentuk amal yang dapat membawa berkah dan rahmat bagi kita dan masyarakat sekitar. Dengan demikian, mari kita jadikan fidyah sebagai bagian dari kehidupan kita, tidak hanya di bulan Ramadhan, tetapi juga sepanjang tahun, sebagai wujud nyata dari kepedulian kita terhadap sesama. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor: Ummi Kiftiyah

09/03/2025 | Aura Mevlana Putri

Gharim dan Pinjaman Online: Menyelamatkan Mereka yang Terjebak dalam Jeratan Utang
Gharim dan Pinjaman Online: Menyelamatkan Mereka yang Terjebak dalam Jeratan Utang
Di era digital saat ini, pinjaman online (pinjol) telah menjadi salah satu solusi cepat bagi banyak orang yang membutuhkan dana mendesak. Namun, di balik kemudahan akses tersebut, banyak individu yang terjebak dalam utang yang sulit dilunasi. Dalam konteks ini, istilah gharim menjadi sangat relevan. Dalam syariat Islam, gharim merujuk kepada individu yang terjebak dalam utang dan tidak mampu membayar kewajiban finansial mereka. Kategori ini diakui sebagai salah satu penerima zakat, yang berarti mereka berhak mendapatkan bantuan dari dana zakat untuk melunasi utang mereka. Kriteria untuk menjadi gharim mencakup beberapa aspek penting, antara lain: 1. Kondisi Ekonomi yang Sulit: Seseorang harus berada dalam situasi keuangan yang tidak stabil, di mana pendapatan mereka tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar dan melunasi utang. 2. Jumlah Utang yang Signifikan: Meskipun tidak ada batasan jumlah utang yang pasti, utang yang dimiliki harus cukup besar sehingga menyebabkan kesulitan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Tujuan Utang yang Sah: Utang yang diambil harus untuk tujuan yang dibenarkan secara syariah, seperti biaya kesehatan, pendidikan, atau kebutuhan pokok lainnya. Utang untuk tujuan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah tidak dapat dianggap sebagai gharim 4. Ketidakmampuan untuk Membayar: Seseorang harus menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki kemampuan untuk melunasi utang tersebut, baik karena kehilangan pekerjaan, bencana alam, atau situasi darurat lainnya. Pinjaman online menawarkan kemudahan dan kecepatan dalam mendapatkan dana. Namun, banyak orang yang tidak menyadari risiko yang menyertainya. Bunga yang tinggi dan syarat yang memberatkan sering kali membuat peminjam terjebak dalam siklus utang yang sulit untuk diatasi. Banyak individu yang awalnya meminjam untuk kebutuhan mendesak, seperti biaya kesehatan atau pendidikan, akhirnya terjebak dalam utang yang semakin menumpuk. Orang yang terjerat pinjol dapat dianggap sebagai gharim jika mereka tidak mampu membayar utang dan mengalami kesulitan finansial akibatnya. Dalam banyak kasus, utang pinjol dapat menyebabkan stres dan tekanan mental yang signifikan, mengganggu kehidupan sehari-hari dan kesejahteraan individu. Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa mereka yang terjebak dalam pinjol bukan hanya sekadar peminjam, tetapi juga individu yang membutuhkan bantuan. Zakat memiliki peran penting dalam membantu gharim , terutama mereka yang terjebak dalam pinjaman online. Zakat dapat digunakan untuk membantu melunasi utang pinjol, memberikan kesempatan bagi individu untuk memulai kembali tanpa beban finansial yang berat. Dengan pelunasan utang, mereka dapat menghindari bunga yang terus bertambah dan mengurangi tekanan yang mereka hadapi. Selain bantuan finansial, lembaga zakat juga dapat menyediakan program pendidikan tentang pengelolaan keuangan. Ini penting untuk membantu individu memahami cara mengelola uang mereka dengan bijak dan menghindari utang di masa depan. Lembaga zakat dapat memberikan pendampingan kepada gharim dalam mengelola keuangan mereka. Dengan dukungan yang tepat, individu dapat belajar untuk membuat keputusan finansial yang lebih baik dan menghindari jeratan utang di masa mendatang. Kaitan antara gharim dan orang yang terjerat pinjaman online sangat jelas. Banyak individu yang terjebak dalam utang pinjol dapat dianggap sebagai gharim , dan mereka berhak mendapatkan bantuan melalui zakat. Dengan memahami kondisi mereka dan memberikan dukungan yang tepat, kita dapat membantu mereka keluar dari jeratan utang dan membangun kehidupan yang lebih baik. Zakat bukan hanya kewajiban, tetapi juga bentuk solidaritas sosial yang dapat membawa perubahan positif dalam masyarakat. Mari kita bersama-sama berkontribusi untuk membantu mereka yang membutuhkan, terutama di tengah tantangan ekonomi yang semakin kompleks. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor: Ummi Kiftiyah

08/03/2025 | admin

Apakah zakat boleh disalurkan untuk korban bencana alam?
Apakah zakat boleh disalurkan untuk korban bencana alam?
Zakat, sebagai salah satu rukun Islam, memiliki peran penting dalam membantu masyarakat yang membutuhkan. Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah apakah zakat boleh disalurkan untuk korban bencana. Dalam konteks ini, penting untuk memahami prinsip-prinsip dasar zakat dan bagaimana ia dapat berkontribusi dalam situasi darurat. Zakat tidak hanya berfungsi sebagai kewajiban agama, tetapi juga sebagai instrumen kemanusiaan. Dalam situasi bencana, seperti gempa bumi, banjir, atau bencana alam lainnya, banyak orang kehilangan tempat tinggal, harta benda, dan bahkan anggota keluarga. Dalam kondisi seperti ini, zakat dapat menjadi sumber daya yang sangat dibutuhkan untuk membantu mereka yang terkena dampak. Secara syariah, zakat dapat disalurkan kepada mereka yang berada dalam kesulitan, termasuk korban bencana. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT memerintahkan umat-Nya untuk membantu sesama, terutama mereka yang dalam keadaan terdesak. Oleh karena itu, menyalurkan zakat untuk korban bencana adalah tindakan yang tidak hanya diperbolehkan, tetapi juga dianjurkan. Namun, penting untuk memastikan bahwa dana zakat yang disalurkan dikelola dengan baik. Lembaga zakat yang terpercaya harus dilibatkan dalam proses pengumpulan dan distribusi dana. Mereka memiliki pengalaman dan jaringan yang diperlukan untuk memastikan bahwa bantuan sampai kepada yang membutuhkan dengan cepat dan tepat. Menyalurkan zakat untuk korban bencana tidak hanya memberikan bantuan materi, tetapi juga memberikan harapan dan dukungan moral bagi mereka yang sedang berjuang untuk bangkit dari keterpurukan. Dengan zakat, kita dapat membantu membangun kembali kehidupan mereka, memberikan akses kepada kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal, dan layanan kesehatan. Dalam kesimpulannya, zakat tidak hanya boleh disalurkan untuk korban bencana, tetapi juga merupakan salah satu cara terbaik untuk menunjukkan kepedulian kita terhadap sesama. Dengan pengelolaan yang baik, zakat dapat menjadi alat yang efektif untuk membantu masyarakat yang terkena dampak bencana, memberikan mereka harapan dan kesempatan untuk memulai kembali. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor: Ummi Kiftiyah

08/03/2025 | admin

Apakah Zakat Boleh Disalurkan kepada Keluarga Sendiri?
Apakah Zakat Boleh Disalurkan kepada Keluarga Sendiri?
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki peran penting dalam kehidupan umat Muslim. Sebagai kewajiban yang harus dilaksanakan, zakat bertujuan untuk membersihkan harta dan membantu mereka yang membutuhkan. Namun, muncul pertanyaan yang sering diajukan: "Apakah zakat boleh disalurkan kepada keluarga sendiri?" Secara umum, zakat dapat disalurkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, termasuk keluarga. Namun, ada beberapa syarat dan ketentuan yang perlu diperhatikan. Dalam Islam, zakat dapat diberikan kepada delapan asnaf penerima zakat, yang mencakup fakir, miskin, amil, muallaf, hamba sahaya, orang yang berutang, sabilillah, dan ibnu sabil. Keluarga yang termasuk dalam kategori fakir atau miskin dapat menerima zakat, asalkan mereka memenuhi syarat yang ditetapkan. Salah satu alasan mengapa zakat dapat disalurkan kepada keluarga adalah untuk menjaga hubungan kekeluargaan dan membantu mereka yang sedang mengalami kesulitan. Dalam banyak kasus, anggota keluarga mungkin mengalami kesulitan finansial dan membutuhkan dukungan. Dengan memberikan zakat kepada mereka, kita tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga menunjukkan kepedulian dan kasih sayang terhadap keluarga. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika menyalurkan zakat kepada keluarga. Pertama, zakat tidak boleh diberikan kepada keluarga yang menjadi tanggungan kita, seperti anak, istri, atau suami. Hal ini karena mereka sudah menjadi kewajiban nafkah kita. Zakat sebaiknya diberikan kepada anggota keluarga yang tidak menjadi tanggungan, seperti saudara, paman, atau sepupu yang berada dalam kondisi kesulitan. Kedua, penting untuk memastikan bahwa zakat yang diberikan benar-benar digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar penerima. Zakat seharusnya digunakan untuk membantu mereka yang membutuhkan, seperti untuk biaya makanan, pendidikan, atau kesehatan. Dengan demikian, zakat yang disalurkan dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan mereka. Dalam konteks ini, lembaga zakat seperti BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) juga dapat berperan penting dalam menyalurkan zakat kepada keluarga yang membutuhkan. Lembaga ini dapat membantu mendistribusikan zakat dengan lebih efektif dan memastikan bahwa bantuan sampai kepada mereka yang benar-benar membutuhkan. Secara keseluruhan, zakat boleh disalurkan kepada keluarga sendiri, asalkan memenuhi syarat yang ditetapkan. Dengan memberikan zakat kepada keluarga yang membutuhkan, kita tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga memperkuat ikatan kekeluargaan dan membantu menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor: Ummi Kiftiyah

08/03/2025 | admin

Info Rekening Zakat

Info Rekening Zakat

Mari tunaikan zakat Anda dengan mentransfer ke rekening zakat.

BAZNAS

Info Rekening Zakat