WhatsApp Icon
Bagaimana Jika Harga Beras Berbeda-beda, Mana yang Harus Dipilih?

 

Zakat fitrah dibayarkan dalam bentuk makanan pokok atau setara dengan nilai makanan tersebut. Di Indonesia, umumnya zakat fitrah dibayarkan dengan beras sebanyak satu sha’ (sekitar 2,5 kg atau 3,5 liter). Namun, bagaimana jika harga beras di pasaran bervariasi?

 

Dalam memilih beras untuk zakat fitrah, dianjurkan menggunakan kualitas yang biasa dikonsumsi oleh pemberi zakat. Jika seseorang sehari-hari mengonsumsi beras kualitas sedang, maka sebaiknya zakat fitrah juga menggunakan kualitas yang sama.

Jika ingin memilih berdasarkan harga, ulama menyarankan untuk tidak mengambil harga yang paling murah jika tidak layak untuk konsumsi. Sebaliknya, mengambil harga yang sedikit lebih tinggi juga diperbolehkan sebagai bentuk kebaikan kepada mustahik.

Jika zakat diberikan dalam bentuk uang sesuai harga beras, maka nilainya disesuaikan dengan standar yang berlaku di daerah masing-masing. Lembaga zakat biasanya menetapkan nilai zakat fitrah berdasarkan harga rata-rata beras yang layak dikonsumsi.

=====================

*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.
https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat  
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id 

Editor: Ummi Kiftiyah

Penulis: Saffanatussa'idiyah

25/03/2025 | Kontributor: admin
Hukum Zakat Fitrah untuk Orang yang Meninggal Sebelum Idulfitri

 

Zakat fitrah adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang masih hidup hingga akhir Ramadan. Namun, bagaimana hukumnya jika seseorang meninggal dunia sebelum Idulfitri?

 

Para ulama sepakat bahwa zakat fitrah hanya wajib bagi mereka yang masih hidup ketika matahari terbenam pada hari terakhir Ramadan. Jika seseorang meninggal sebelum waktu tersebut, maka ia tidak wajib membayar zakat fitrah, dan ahli warisnya tidak perlu membayarkannya atas nama almarhum.

Namun, jika seseorang meninggal setelah waktu wajibnya zakat fitrah, seperti setelah Maghrib di malam Idulfitri, maka zakat fitrah tetap harus dikeluarkan dari hartanya. Jika ia sudah menitipkan zakatnya kepada keluarga sebelum meninggal, maka keluarga wajib menyalurkannya sesuai niatnya.

Untuk kehati-hatian, sebagian keluarga tetap memilih membayarkan zakat fitrah bagi anggota yang telah meninggal sebagai bentuk amal dan sedekah. Meskipun tidak wajib, hal ini tetap berpahala jika diniatkan untuk kebaikan.

=====================

*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.
https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat  
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id 

Editor: Ummi Kiftiyah

Penulis: Saffanatussa'idiyah

25/03/2025 | Kontributor: admin
Cara Mengelola Zakat yang Masih Sisa

 

Zakat yang dikumpulkan dari umat Muslim bertujuan untuk disalurkan kepada mustahik sesuai dengan ketentuan syariat. Namun, ada kalanya zakat yang terkumpul lebih banyak dari yang dibutuhkan dalam periode tertentu. Bagaimana cara mengelola kelebihan zakat ini?

 

Jika masih ada sisa zakat setelah didistribusikan kepada mustahik utama, maka sisa dana tersebut tidak boleh digunakan untuk kepentingan lain yang tidak sesuai dengan syariat. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah dengan menyimpan dan mendistribusikannya di waktu berikutnya, menyalurkannya ke mustahik di daerah lain yang masih membutuhkan, atau menggunakannya untuk program jangka panjang seperti pemberdayaan ekonomi kaum fakir dan miskin.

Dalam beberapa kasus, lembaga zakat mengelola sisa zakat untuk mendukung program sosial seperti beasiswa pendidikan, bantuan kesehatan, atau pelatihan keterampilan kerja bagi kaum dhuafa. Selama dana tersebut tetap digunakan sesuai prinsip syariat dan tidak keluar dari golongan penerima zakat, maka penggunaannya diperbolehkan.

Manajemen zakat yang baik memastikan bahwa setiap dana yang diberikan oleh umat Islam dapat memberikan manfaat maksimal bagi mereka yang membutuhkan dan membantu menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat secara luas.

=====================

*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.
https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat  
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id 

Editor: Ummi Kiftiyah

Penulis: Saffanatussa'idiyah

25/03/2025 | Kontributor: admin
Jika Kepala Keluarga Tidak Membayar Zakat Fitrah untuk Anggota Keluarganya

 

Dalam keluarga, kewajiban membayar zakat fitrah biasanya ditanggung oleh kepala keluarga untuk anggota keluarganya yang masih dalam tanggungannya. Namun, bagaimana jika kepala keluarga tidak membayar zakat fitrah?

 

Jika hal ini terjadi karena kesengajaan atau kelalaian, maka kepala keluarga dianggap berdosa karena tidak menunaikan kewajiban yang seharusnya. Sementara itu, anggota keluarga yang mampu dianjurkan untuk membayar zakat fitrah mereka sendiri agar kewajiban tersebut tetap terlaksana.

Namun, jika kepala keluarga benar-benar tidak mampu, maka kewajiban ini gugur bagi mereka. Dalam situasi ini, zakat fitrah bisa dibantu oleh kerabat lain atau pihak yang mampu, bahkan mereka bisa menjadi mustahik yang berhak menerima zakat.

Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memahami kewajiban zakat fitrah dan memastikannya terpenuhi agar keberkahan Idulfitri bisa dirasakan oleh semua orang, terutama mereka yang kurang mampu.

=====================

*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.
https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat  
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id 

Editor: Ummi Kiftiyah

Penulis: Saffanatussa'idiyah

25/03/2025 | Kontributor: admin
Zakat Fitrah bagi Orang yang Mengalami Gangguan Mental, Wajib atau Tidak?

 

Zakat fitrah adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang hidup hingga akhir Ramadan dan memiliki kecukupan makanan. Namun, bagaimana dengan orang yang mengalami gangguan mental atau ketidakmampuan berpikir secara normal?

 

Dalam Islam, seseorang yang mengalami gangguan mental permanen atau disebut sebagai "gila" tidak diwajibkan untuk menunaikan ibadah yang bersifat taklif atau tanggung jawab pribadi, termasuk zakat fitrah. Hal ini karena mereka tidak memiliki kesadaran atau kemampuan untuk memahami hukum Islam. Namun, jika seseorang hanya mengalami gangguan mental sementara, maka kewajiban zakat tetap berlaku jika ia sadar pada saat menjelang Idulfitri.

Meskipun orang dengan gangguan mental tidak diwajibkan membayar zakat fitrah, dalam beberapa kasus, wali atau keluarganya bisa membayarkan zakat fitrah atas namanya sebagai bentuk kehati-hatian dan kepedulian. Hal ini dilakukan jika ia memiliki harta yang mencukupi untuk berzakat.

=====================

*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.
https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat  
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id 

Editor: Ummi Kiftiyah

Penulis: Saffanatussa'idiyah

25/03/2025 | Kontributor: admin

Berita Terbaru

Bagaimana Jika Harga Beras Berbeda-beda, Mana yang Harus Dipilih?
Bagaimana Jika Harga Beras Berbeda-beda, Mana yang Harus Dipilih?
Zakat fitrah dibayarkan dalam bentuk makanan pokok atau setara dengan nilai makanan tersebut. Di Indonesia, umumnya zakat fitrah dibayarkan dengan beras sebanyak satu sha’ (sekitar 2,5 kg atau 3,5 liter). Namun, bagaimana jika harga beras di pasaran bervariasi? Dalam memilih beras untuk zakat fitrah, dianjurkan menggunakan kualitas yang biasa dikonsumsi oleh pemberi zakat. Jika seseorang sehari-hari mengonsumsi beras kualitas sedang, maka sebaiknya zakat fitrah juga menggunakan kualitas yang sama. Jika ingin memilih berdasarkan harga, ulama menyarankan untuk tidak mengambil harga yang paling murah jika tidak layak untuk konsumsi. Sebaliknya, mengambil harga yang sedikit lebih tinggi juga diperbolehkan sebagai bentuk kebaikan kepada mustahik. Jika zakat diberikan dalam bentuk uang sesuai harga beras, maka nilainya disesuaikan dengan standar yang berlaku di daerah masing-masing. Lembaga zakat biasanya menetapkan nilai zakat fitrah berdasarkan harga rata-rata beras yang layak dikonsumsi. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor: Ummi Kiftiyah Penulis: Saffanatussa'idiyah

25/03/2025 | admin

Hukum Zakat Fitrah untuk Orang yang Meninggal Sebelum Idulfitri
Hukum Zakat Fitrah untuk Orang yang Meninggal Sebelum Idulfitri
Zakat fitrah adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang masih hidup hingga akhir Ramadan. Namun, bagaimana hukumnya jika seseorang meninggal dunia sebelum Idulfitri? Para ulama sepakat bahwa zakat fitrah hanya wajib bagi mereka yang masih hidup ketika matahari terbenam pada hari terakhir Ramadan. Jika seseorang meninggal sebelum waktu tersebut, maka ia tidak wajib membayar zakat fitrah, dan ahli warisnya tidak perlu membayarkannya atas nama almarhum. Namun, jika seseorang meninggal setelah waktu wajibnya zakat fitrah, seperti setelah Maghrib di malam Idulfitri, maka zakat fitrah tetap harus dikeluarkan dari hartanya. Jika ia sudah menitipkan zakatnya kepada keluarga sebelum meninggal, maka keluarga wajib menyalurkannya sesuai niatnya. Untuk kehati-hatian, sebagian keluarga tetap memilih membayarkan zakat fitrah bagi anggota yang telah meninggal sebagai bentuk amal dan sedekah. Meskipun tidak wajib, hal ini tetap berpahala jika diniatkan untuk kebaikan. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor: Ummi Kiftiyah Penulis: Saffanatussa'idiyah

25/03/2025 | admin

Cara Mengelola Zakat yang Masih Sisa
Cara Mengelola Zakat yang Masih Sisa
Zakat yang dikumpulkan dari umat Muslim bertujuan untuk disalurkan kepada mustahik sesuai dengan ketentuan syariat. Namun, ada kalanya zakat yang terkumpul lebih banyak dari yang dibutuhkan dalam periode tertentu. Bagaimana cara mengelola kelebihan zakat ini? Jika masih ada sisa zakat setelah didistribusikan kepada mustahik utama, maka sisa dana tersebut tidak boleh digunakan untuk kepentingan lain yang tidak sesuai dengan syariat. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah dengan menyimpan dan mendistribusikannya di waktu berikutnya, menyalurkannya ke mustahik di daerah lain yang masih membutuhkan, atau menggunakannya untuk program jangka panjang seperti pemberdayaan ekonomi kaum fakir dan miskin. Dalam beberapa kasus, lembaga zakat mengelola sisa zakat untuk mendukung program sosial seperti beasiswa pendidikan, bantuan kesehatan, atau pelatihan keterampilan kerja bagi kaum dhuafa. Selama dana tersebut tetap digunakan sesuai prinsip syariat dan tidak keluar dari golongan penerima zakat, maka penggunaannya diperbolehkan. Manajemen zakat yang baik memastikan bahwa setiap dana yang diberikan oleh umat Islam dapat memberikan manfaat maksimal bagi mereka yang membutuhkan dan membantu menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat secara luas. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor: Ummi Kiftiyah Penulis: Saffanatussa'idiyah

25/03/2025 | admin

Jika Kepala Keluarga Tidak Membayar Zakat Fitrah untuk Anggota Keluarganya
Jika Kepala Keluarga Tidak Membayar Zakat Fitrah untuk Anggota Keluarganya
Dalam keluarga, kewajiban membayar zakat fitrah biasanya ditanggung oleh kepala keluarga untuk anggota keluarganya yang masih dalam tanggungannya. Namun, bagaimana jika kepala keluarga tidak membayar zakat fitrah? Jika hal ini terjadi karena kesengajaan atau kelalaian, maka kepala keluarga dianggap berdosa karena tidak menunaikan kewajiban yang seharusnya. Sementara itu, anggota keluarga yang mampu dianjurkan untuk membayar zakat fitrah mereka sendiri agar kewajiban tersebut tetap terlaksana. Namun, jika kepala keluarga benar-benar tidak mampu, maka kewajiban ini gugur bagi mereka. Dalam situasi ini, zakat fitrah bisa dibantu oleh kerabat lain atau pihak yang mampu, bahkan mereka bisa menjadi mustahik yang berhak menerima zakat. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memahami kewajiban zakat fitrah dan memastikannya terpenuhi agar keberkahan Idulfitri bisa dirasakan oleh semua orang, terutama mereka yang kurang mampu. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor: Ummi Kiftiyah Penulis: Saffanatussa'idiyah

25/03/2025 | admin

Zakat Fitrah bagi Orang yang Mengalami Gangguan Mental, Wajib atau Tidak?
Zakat Fitrah bagi Orang yang Mengalami Gangguan Mental, Wajib atau Tidak?
Zakat fitrah adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang hidup hingga akhir Ramadan dan memiliki kecukupan makanan. Namun, bagaimana dengan orang yang mengalami gangguan mental atau ketidakmampuan berpikir secara normal? Dalam Islam, seseorang yang mengalami gangguan mental permanen atau disebut sebagai "gila" tidak diwajibkan untuk menunaikan ibadah yang bersifat taklif atau tanggung jawab pribadi, termasuk zakat fitrah. Hal ini karena mereka tidak memiliki kesadaran atau kemampuan untuk memahami hukum Islam. Namun, jika seseorang hanya mengalami gangguan mental sementara, maka kewajiban zakat tetap berlaku jika ia sadar pada saat menjelang Idulfitri. Meskipun orang dengan gangguan mental tidak diwajibkan membayar zakat fitrah, dalam beberapa kasus, wali atau keluarganya bisa membayarkan zakat fitrah atas namanya sebagai bentuk kehati-hatian dan kepedulian. Hal ini dilakukan jika ia memiliki harta yang mencukupi untuk berzakat. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor: Ummi Kiftiyah Penulis: Saffanatussa'idiyah

25/03/2025 | admin

Menggali Makna Fidyah Lebih dari Sekadar Kewajiban Ibadah
Menggali Makna Fidyah Lebih dari Sekadar Kewajiban Ibadah
Fidyah adalah salah satu konsep dalam Islam yang berkaitan dengan kewajiban ibadah puasa dan haji. Namun, Fidyah juga memiliki peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana Fidyah dapat berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat dan dampaknya bagi individu dan komunitas. Apa Itu Fidyah? Fidyah adalah pembayaran yang dilakukan oleh seseorang yang tidak dapat melaksanakan ibadah puasa atau haji karena alasan tertentu. Pembayaran ini biasanya berupa makanan atau uang yang diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Dengan demikian, Fidyah tidak hanya menjadi pengganti ibadah yang tidak dapat dilaksanakan, tetapi juga menjadi sarana untuk membantu sesama. Fidyah sebagai Sumber Kesejahteraan Fidyah dapat berfungsi sebagai sumber kesejahteraan bagi masyarakat. Ketika seseorang membayar Fidyah, dana tersebut dapat digunakan untuk membantu mereka yang kurang beruntung. Ini dapat mencakup bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Dengan demikian, Fidyah dapat membantu mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Penulis:Putri Khodijah Editor:M. Kausari Kaidani

25/03/2025 | Putri Khodijah

Fidyah dan Perannya dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Fidyah dan Perannya dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Fidyah sering kali dipandang sebagai kewajiban ibadah yang harus dipenuhi oleh mereka yang tidak dapat melaksanakan puasa atau haji. Namun, jika kita menggali lebih dalam, Fidyah memiliki makna yang lebih luas dan mendalam. Artikel ini akan membahas makna Fidyah yang lebih dari sekadar kewajiban ibadah, serta implikasinya bagi individu dan masyarakat. Definisi Fidyah Fidyah adalah pembayaran yang dilakukan oleh seseorang yang tidak dapat melaksanakan ibadah puasa atau haji karena alasan tertentu. Pembayaran ini biasanya berupa makanan atau uang yang diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Dalam konteks ini, Fidyah bukan hanya sekadar pengganti ibadah, tetapi juga merupakan bentuk kepedulian sosial. Makna Spiritual Fidyah Fidyah memiliki makna spiritual yang dalam. Dalam Islam, setiap tindakan yang dilakukan dengan niat baik akan mendapatkan pahala. Dengan membayar Fidyah, seseorang tidak hanya memenuhi kewajiban ibadah, tetapi juga menunjukkan rasa empati dan kepedulian terhadap sesama. Ini adalah bentuk pengabdian kepada Allah dan pengakuan akan tanggung jawab sosial kita sebagai umat manusia. Penulis:Putri Khodijah Editor:M. Kausari Kaidani

25/03/2025 | Putri Khodijah

Fidyah Jembatan Kemanusiaan dalam Membangun Keadilan Sosial
Fidyah Jembatan Kemanusiaan dalam Membangun Keadilan Sosial
Fidyah merupakan salah satu konsep dalam Islam yang berkaitan dengan kewajiban ibadah puasa dan haji. Namun, lebih dari sekadar kewajiban, Fidyah memiliki makna yang dalam dan luas, terutama dalam konteks kemanusiaan dan keadilan sosial. Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana Fidyah berfungsi sebagai jembatan kemanusiaan yang menghubungkan individu dengan masyarakat, serta perannya dalam membangun keadilan sosial. Apa Itu Fidyah? Fidyah adalah pembayaran yang dilakukan oleh seseorang yang tidak dapat melaksanakan ibadah puasa atau haji karena alasan tertentu, seperti sakit atau keadaan yang menghalangi. Pembayaran ini biasanya berupa makanan atau uang yang diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Dengan demikian, Fidyah tidak hanya menjadi pengganti ibadah yang tidak dapat dilaksanakan, tetapi juga menjadi sarana untuk membantu sesama. Fidyah sebagai Jembatan Kemanusiaan Fidyah berfungsi sebagai jembatan kemanusiaan karena ia menghubungkan individu yang tidak dapat melaksanakan ibadah dengan mereka yang membutuhkan bantuan. Dalam konteks ini, Fidyah menjadi alat untuk menyalurkan kepedulian dan empati terhadap sesama. Ketika seseorang membayar Fidyah, mereka tidak hanya memenuhi kewajiban ibadah, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan orang lain. Penulis:Putri Khodijah Editor:M. Kausari Kaidani

25/03/2025 | Putri Khodijah

Bukti Ethnic Cleansing di Palestina
Bukti Ethnic Cleansing di Palestina
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang Ethnic cleansing atau pembersihan etnis adalah tindakan sistematis yang dilakukan oleh suatu kelompok untuk menghilangkan keberadaan kelompok lain di suatu wilayah tertentu. Di Palestina, praktik ini telah terjadi selama beberapa dekade, dengan bukti-bukti yang menunjukkan upaya sistematis untuk mengusir penduduk asli Palestina dari tanah mereka. Ekspansi Pemukiman Ilegal Israel Salah satu bukti paling nyata dari ethnic cleansing di Palestina adalah ekspansi pemukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Menurut hukum internasional, pembangunan pemukiman Israel di wilayah pendudukan Palestina adalah ilegal. Namun, sejak tahun 2000, jumlah pemukiman Israel di Tepi Barat terus bertambah, disertai dengan pengambilalihan tanah milik warga Palestina. Menurut laporan PBB, lebih dari 600.000 pemukim Israel tinggal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, sementara ribuan warga Palestina terusir dari rumah mereka. Penghancuran Rumah dan Penggusuran Paksa Penghancuran rumah warga Palestina oleh otoritas Israel adalah praktik yang sering terjadi. Menurut Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), ribuan rumah Palestina telah dihancurkan sejak tahun 2000, terutama di Yerusalem Timur dan Area C di Tepi Barat. Alasan yang sering digunakan adalah ketiadaan izin bangunan, meskipun izin tersebut hampir mustahil didapatkan oleh warga Palestina. Penggusuran paksa ini bertujuan untuk mempersempit ruang hidup warga Palestina dan memaksa mereka meninggalkan wilayah tersebut. Pembatasan Akses ke Sumber Daya Alam Israel juga membatasi akses warga Palestina ke sumber daya alam, terutama air. Di Tepi Barat, Israel mengontrol lebih dari 80% sumber air, sementara warga Palestina hanya mendapatkan akses yang sangat terbatas. Pembangunan tembok pemisah (apartheid wall) yang dimulai pada tahun 2002 juga memisahkan warga Palestina dari lahan pertanian mereka, mengakibatkan hilangnya mata pencaharian dan semakin sulitnya kehidupan sehari-hari. Kekerasan dan Pembunuhan Terhadap Warga Sipil Sejak tahun 2000, ribuan warga Palestina tewas dalam konflik dengan Israel, termasuk banyak anak-anak dan perempuan. Operasi militer Israel di Gaza, seperti Operasi Cast Lead (2008-2009), Operasi Pillar of Defense (2012), dan Operasi Protective Edge (2014), telah menewaskan ribuan warga sipil dan menghancurkan infrastruktur vital. Menurut organisasi hak asasi manusia, banyak dari korban ini adalah warga sipil yang tidak terlibat dalam konflik bersenjata. Pembatasan Kebebasan Bergerak Israel memberlakukan sistem izin dan checkpoint yang ketat, membatasi pergerakan warga Palestina di Tepi Barat dan Gaza. Pembatasan ini tidak hanya menghambat akses ke layanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan, tetapi juga memisahkan keluarga dan komunitas. Gaza, yang telah dikepung sejak tahun 2007, sering disebut sebagai "penjara terbuka" karena blokade yang ketat oleh Israel dan Mesir. Pengabaian Hukum Internasional Israel terus mengabaikan resolusi PBB dan putusan Mahkamah Internasional yang menyerukan penghentian pembangunan pemukiman ilegal dan penghormatan terhadap hak-hak warga Palestina. Pengabaian ini menunjukkan ketidakpedulian Israel terhadap hukum internasional dan upaya sistematis untuk mengubah demografi wilayah pendudukan. Kesimpulan Bukti-bukti di atas menunjukkan bahwa ethnic cleansing di Palestina bukanlah sekadar retorika, melainkan realitas yang dialami oleh warga Palestina setiap hari. Ekspansi pemukiman ilegal, penghancuran rumah, pembatasan akses ke sumber daya, kekerasan terhadap warga sipil, dan pembatasan kebebasan bergerak adalah beberapa bentuk dari upaya sistematis untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka. Tanpa intervensi internasional yang serius, praktik ini akan terus berlanjut, mengancam keberlangsungan hidup dan hak-hak dasar warga Palestina. Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang *Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor : Ashifuddin Fikri Writer : Nur Isnaini Masyithoh

25/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh

Israel Meledakkan Rumah Sakit Kanker Turkish-Palestinian dan Sekolah Kesehatan
Israel Meledakkan Rumah Sakit Kanker Turkish-Palestinian dan Sekolah Kesehatan
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang Pada tanggal 23 Maret 2025, dunia kembali dikejutkan oleh serangan Israel yang menghancurkan dua fasilitas vital di Gaza: Rumah Sakit Kanker Turkish-Palestinian dan Sekolah Kesehatan yang berafiliasi dengan rumah sakit tersebut. Kedua fasilitas ini merupakan pusat layanan kesehatan dan pendidikan yang sangat penting bagi warga Gaza. Penghancuran ini tidak hanya menewaskan puluhan orang tetapi juga menghilangkan akses ribuan warga Gaza terhadap perawatan medis dan pendidikan kesehatan. Kronologi Kejadian Menurut laporan dari organisasi hak asasi manusia dan media lokal, serangan terjadi pada dini hari tanggal 23 Maret 2025. Pesawat tempur Israel menjatuhkan beberapa bom di kompleks Rumah Sakit Kanker Turkish-Palestinian dan Sekolah Kesehatan yang berada di dekatnya. Kedua bangunan hancur total, dan korban jiwa serta kerusakan infrastruktur sangat besar. - Korban Jiwa: Setidaknya 70 orang tewas dalam serangan ini, termasuk pasien kanker, staf medis, mahasiswa, dan pengungsi yang berlindung di kedua fasilitas tersebut. Puluhan lainnya terluka parah. - Kerusakan Infrastruktur: Selain menghancurkan bangunan utama, serangan ini juga merusak peralatan medis canggih, termasuk mesin radioterapi, laboratorium diagnostik, dan perpustakaan medis di Sekolah Kesehatan. Dampak Serangan Penghancuran Rumah Sakit Kanker Turkish-Palestinian dan Sekolah Kesehatan memiliki dampak yang sangat luas, tidak hanya bagi korban langsung tetapi juga bagi masyarakat Gaza secara keseluruhan. 1. Dampak pada Pasien Kanker Rumah sakit ini merupakan satu-satunya fasilitas kesehatan di Gaza yang menyediakan perawatan khusus untuk pasien kanker, termasuk kemoterapi dan radioterapi. Dengan hancurnya rumah sakit, ribuan pasien kanker kehilangan akses ke perawatan yang menyelamatkan nyawa. Banyak dari mereka tidak memiliki pilihan lain karena blokade Israel membatasi pergerakan mereka ke luar Gaza untuk mencari perawatan. 2. Dampak pada Pendidikan Kesehatan Sekolah Kesehatan yang hancur merupakan satu-satunya institusi pendidikan di Gaza yang menyediakan pelatihan dan pendidikan bagi tenaga kesehatan, termasuk perawat, teknisi medis, dan dokter. Penghancuran sekolah ini menghilangkan kesempatan bagi ratusan mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikan mereka dan memperburuk kekurangan tenaga kesehatan di Gaza. 3. Dampak pada Sistem Kesehatan Gaza Sistem kesehatan di Gaza sudah berada di ambang kehancuran akibat blokade dan serangan sebelumnya. Penghancuran rumah sakit kanker dan sekolah kesehatan ini semakin memperparah krisis kesehatan di wilayah tersebut. Fasilitas medis lainnya di Gaza tidak memiliki kapasitas atau peralatan untuk menangani pasien kanker, yang membutuhkan perawatan khusus. 4. Dampak Psikologis Serangan ini menimbulkan trauma psikologis yang mendalam bagi warga Gaza, terutama para pasien kanker, mahasiswa, dan keluarga mereka. Banyak yang kehilangan harapan untuk sembuh atau bertahan hidup. Tanggapan Israel Pemerintah Israel membenarkan serangan tersebut dengan alasan bahwa kedua fasilitas tersebut digunakan sebagai tempat penyimpanan senjata oleh kelompok bersenjata Palestina. Namun, klaim ini dibantah oleh pihak rumah sakit, sekolah, dan organisasi independen. Tidak ada bukti yang disediakan oleh Israel untuk mendukung klaim mereka. Selain itu, serangan terhadap fasilitas medis dan pendidikan yang dilindungi di bawah hukum internasional dianggap sebagai pelanggaran berat. Tanggapan Internasional Penghancuran Rumah Sakit Kanker Turkish-Palestinian dan Sekolah Kesehatan memicu kecaman keras dari komunitas internasional. - PBB: Sekretaris Jenderal PBB menyatakan bahwa serangan ini merupakan pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional dan menyerukan investigasi independen. - Turki: Pemerintah Turki, yang menjadi salah satu pendukung utama rumah sakit ini, menyebut serangan ini sebagai "kejahatan perang" dan menuntut pertanggungjawaban Israel. - Organisasi Kemanusiaan: Organisasi seperti Médecins Sans Frontières (MSF) dan Palang Merah Internasional mengutuk serangan ini dan menyerukan perlindungan bagi fasilitas medis dan pendidikan di zona konflik. Pelanggaran Hukum Internasional Serangan terhadap Rumah Sakit Kanker Turkish-Palestinian dan Sekolah Kesehatan melanggar sejumlah prinsip hukum internasional, termasuk: 1. Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa 1977: Fasilitas medis dan pendidikan dilindungi di bawah hukum humaniter internasional dan tidak boleh menjadi target serangan. 2. Prinsip Proporsionalitas: Serangan terhadap objek sipil yang mengakibatkan korban jiwa dan kerusakan yang tidak proporsional dianggap sebagai pelanggaran. 3. Prinsip Pembedaan: Pihak yang terlibat dalam konflik harus membedakan antara objek militer dan sipil. Kesimpulan Penghancuran Rumah Sakit Kanker Turkish-Palestinian dan Sekolah Kesehatan oleh Israel merupakan tragedi kemanusiaan yang memperparah penderitaan warga Gaza. Serangan ini tidak hanya menghilangkan nyawa puluhan orang tetapi juga menghancurkan harapan ribuan pasien kanker dan mahasiswa yang bergantung pada layanan tersebut. Dunia internasional harus mengambil tindakan tegas untuk memastikan pertanggungjawaban atas pelanggaran ini dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan. Tanpa upaya nyata untuk mengakhiri kekerasan dan blokade, Gaza akan terus menjadi wilayah yang dilanda penderitaan dan ketidakadilan. Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang *Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor : Ashifuddin Fikri Writer : Nur Isnaini Masyithoh

25/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh

5 Hal Terbaik untuk Diamalkan di Malam Lailatul Qadar
5 Hal Terbaik untuk Diamalkan di Malam Lailatul Qadar
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang Abu Hurairah meriwayatkan bahwa: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: "Barangsiapa yang berdiri (melakukan shalat malam sunnah) pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni. Dan barangsiapa yang menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan ibadah karena iman dan mengharap pahala, dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni." Di malam-malam istimewa ini, di sepuluh hari terakhir perjumpaan dengan bulan Ramadhan yang mulia ini, mari memohon kepada Allah semoga kita menjadi bagian yang Allah ampuni dosanya, karena sepercik keimanan di hati dan harapan akan pahala dari Allah dengan menghidupkan malam lailatul Qadar. Ada 5 hal penting yang perlu kita ingat agar kita mendapatkan ampunan Allah di malam Lailatul Qadar. Pertama, ingatkan diri dan mengatur niat sejak maghrib untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan menjaga ucapan dan tindakan kita karena sepuluh malam terakhir ini dimulai pada 20 Ramadhan setelah maghrib (malam 21 Ramadhan). Ini penting karena banyak dari kita yang kehilangan momen penting ini karena banyak orang yang kehilangan momen tersebut disebabkan kelalaian saat berbincang di momen berbuka puasa. Kita mungkin tidak menyadari bahwa ada ucapan dan tingkah laku yang tidak Allah ridha sehingga kita pun kehilangan momen tersebut. Kedua, sholat berjamaah di malam-malam tersebut karena Rasulullah saw menyebutkan keutamaan sholat berjamaah, meskipun tidak ada hadits yang spesifik menerangkan pada malam Lailatul Qadar akan tetapi dengan keutamaan sholat berjamaah ditambah dengan besarnya nilai sebuah amalan yang lebih baik dari seribu bulan tentu kita tidak ingin melewatkan kesempatan mendapatkan pahala senilai ibadah sepanjang 83 tahun di malam istimewa tersebut. Dari Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang shalat Isya berjamaah, maka seakan-akan ia telah menghidupkan separuh malam. Dan barangsiapa yang shalat Subuh berjamaah, maka seakan-akan ia telah menghidupkan seluruh malam." (HR Muslim, Sahih Muslim No. 656) Ketiga, mengingat Allah dengan doa yang Rasulullah SAW anjurkan yakni Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni. Keempat, menyibukkan diri dengan membaca doa utamanya doa yang komprehensif karena ini doa yang paling dicintai Allah sebagaimana hadits Rasulullah saw. Oleh karena itu, di antara doa-doa yang sifatnya personal dan di antara pergantian aktivitas ibadah kita bisa menyisipkan doa ini. Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyukai doa-doa yang bersifat jawaami' (komprehensif, mencakup), dan beliau meninggalkan doa yang selain itu." Doa yang bersifat jawaami' adalah doa yang mencakup kebaikan dunia dan akhirat, seperti doa-doa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Contoh doa tersebut adalah doa sapu jagat (doa memohon kebaikan dunia akhirat). Rabbana atina fiddunya hasanah, wa fil akhirati hasanah, wa qina ‘adza bannar. Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Doa yang paling sering dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah: 'Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.'" (HR At Tirmidzi, HR Ibnu Majah) Kelima, menghidupkan malam dengan ibadah yang bersungguh-sungguh. Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: "Apabila memasuki sepuluh malam terakhir (Ramadan), Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menghidupkan malamnya (dengan ibadah), membangunkan keluarganya, dan mengencangkan ikat pinggangnya (bersungguh-sungguh dalam ibadah)." (HR Muslim) Para sahabat menghidupkan malam sebagian menghabiskan malam dengan sholat, sebagian dengan membaca Quran, sebagian dengan berdoa, dsb. Oleh karena itu, dianjurkan memberikan porsi untuk masing-masing ibadah pada malam tersebut misalnya dengan mendiversifikasi amalan dengan sholat, doa, dzikrullah dan sedekah karena banyak keutamaan dari sholat, mengingat Allah, dan bersedekah dan relevansinya dengan takdir. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya doa itu bermanfaat bagi sesuatu yang telah terjadi dan yang belum terjadi. Maka hendaklah kalian berdoa, wahai hamba-hamba Allah." (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah) Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sedekah tidak akan mengurangi harta, tidaklah Allah menambah seorang hamba dengan sifat pemaaf kecuali kemuliaan, dan tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah kecuali Allah akan mengangkat derajatnya." (HR Bukhari dan Muslim) Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang *Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor : Ashifuddin Fikri Writer : Nur Isnaini Masyithoh

25/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh

Bagaimana Ibu-Ibu di Palestina Memberi Makan Anak Mereka
Bagaimana Ibu-Ibu di Palestina Memberi Makan Anak Mereka
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang Kehidupan di Palestina, terutama di wilayah-wilayah yang terkena dampak konflik seperti Gaza dan Tepi Barat, penuh dengan tantangan. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh keluarga Palestina, khususnya para ibu, adalah memastikan anak-anak mereka mendapatkan makanan yang cukup dan bergizi. Untuk ibu yang memiliki bayi, menyusui adalah salah satu cara paling alami dan penting untuk memastikan bayi mendapatkan nutrisi yang cukup, terutama di daerah yang mengalami krisis kemanusiaan seperti Palestina. Namun, di tengah konflik berkepanjangan, blokade ekonomi, dan keterbatasan sumber daya, ibu-ibu Palestina menghadapi tantangan besar dalam memberikan ASI (Air Susu Ibu) kepada bayi mereka. Tantangan yang Dihadapi Ibu Menyusui di Palestina 1. Keterbatasan Akses ke Makanan Bergizi Untuk memproduksi ASI yang berkualitas, seorang ibu membutuhkan asupan gizi yang cukup. Namun, di Palestina, terutama di Gaza, banyak ibu menyusui kesulitan mendapatkan makanan bergizi seperti daging, susu, buah-buahan, dan sayuran segar. Menurut Visualizing Palestine, sekitar 70% penduduk Gaza bergantung pada bantuan makanan, yang seringkali tidak mencukupi kebutuhan nutrisi harian. 2. Stres dan Trauma Akibat Konflik Konflik yang berkepanjangan menyebabkan tingkat stres dan trauma yang tinggi di kalangan ibu-ibu Palestina. Stres dapat memengaruhi produksi ASI dan mengurangi kualitasnya. Selain itu, ketakutan akan serangan mendadak atau kehilangan anggota keluarga membuat banyak ibu kesulitan fokus pada perawatan bayi mereka. 3. Keterbatasan Akses ke Layanan Kesehatan Layanan kesehatan di Palestina, terutama di Gaza, sangat terbatas akibat blokade dan kurangnya sumber daya. Banyak klinik dan rumah sakit tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk mendukung ibu menyusui, seperti konselor laktasi atau suplemen gizi. Selain itu, biaya transportasi yang mahal dan pembatasan pergerakan membuat banyak ibu sulit mengakses layanan kesehatan. 4. Kurangnya Edukasi tentang Menyusui Meskipun menyusui adalah praktik alami, banyak ibu di Palestina tidak mendapatkan edukasi yang cukup tentang pentingnya ASI eksklusif dan teknik menyusui yang benar yang mengakibatkan kebutuhan ASI tidak terpenuhi dengan baik. Strategi Ibu-Ibu Palestina dalam Menyusui Memanfaatkan Sumber Daya Lokal Ibu-ibu Palestina seringkali mengandalkan makanan lokal yang tersedia untuk meningkatkan produksi ASI dengan bercocok tanam sederhana menggunakan bahan yang ada. Mereka mengonsumsi produk lokal seperti kurma, kacang-kacangan, dan biji-bijian yang kaya nutrisi. Beberapa juga menggunakan ramuan tradisional yang diyakini dapat meningkatkan produksi ASI. Dukungan Keluarga dan Komunitas Dukungan dari keluarga dan komunitas sangat penting bagi ibu menyusui. Di Palestina, banyak ibu mendapatkan dukungan emosional dan praktis dari anggota keluarga, seperti membantu mengurus rumah tangga atau merawat bayi saat ibu perlu istirahat. Mengikuti Kelas Menyusui dan Dukungan Psikososial Beberapa organisasi lokal dan internasional menyelenggarakan kelas menyusui dan dukungan psikososial bagi ibu-ibu Palestina. Memanfaatkan Bantuan Kemanusiaan Bantuan kemanusiaan dari organisasi internasional seringkali mencakup distribusi suplemen gizi untuk ibu menyusui. Suplemen ini membantu memenuhi kebutuhan nutrisi harian dan meningkatkan produksi ASI. Dampak Konflik pada Ibu Menyusui Konflik berkepanjangan dan blokade ekonomi telah menyebabkan krisis nutrisi di kalangan ibu menyusui dan bayi mereka. Menurut The Slow Factory, sekitar 30% bayi di Gaza mengalami kekurangan gizi akibat ASI yang tidak mencukupi atau tidak berkualitas. Selain itu, banyak bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif selama enam bulan pertama karena ibu mereka terpaksa kembali bekerja atau tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi mereka sendiri. Berdasarkan data dari The Slow Factory dan Visualizing Palestine, 85% penduduk Gaza mengalami malnutrisi yang darurat. Selain itu, kebutuhan air minum bersih sangat penting karena 81% dari rumah tangga kekurangan air bersih. Peran Organisasi Lokal dan Internasional Distribusi Suplemen Gizi dan Edukasi Pendampingan Laktasi Distribusi suplemen gizi kepada ibu menyusui di Palestina sangat penting. Suplemen ini biasanya mengandung vitamin, mineral, dan protein yang dibutuhkan untuk meningkatkan produksi ASI. Selain itu, mengedukasi ibu dan melakukan pendampingan bagi ibu menyusui ataupun ibu balita sangat membantu menangani krisis yang dihadapi ibu dan anak Palestina. Dukungan Psikososial Banyak organisasi menyediakan dukungan psikososial bagi ibu-ibu Palestina yang mengalami stres dan trauma akibat konflik. Dukungan ini membantu meningkatkan kesehatan mental ibu dan memastikan mereka dapat memberikan perawatan terbaik bagi bayi mereka. Advokasi Kebijakan Organisasi seperti Visualizing Palestine melakukan advokasi kebijakan untuk meningkatkan akses ibu menyusui ke layanan kesehatan dan nutrisi. Mereka juga menyebarkan informasi melalui infografis dan kampanye media sosial untuk meningkatkan kesadaran tentang tantangan yang dihadapi ibu-ibu Palestina. Ketangguhan dan Harapan Meskipun menghadapi tantangan yang luar biasa, ibu-ibu Palestina terus menunjukkan ketangguhan dan semangat yang menginspirasi. Mereka berjuang untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anak mereka, bahkan di tengah situasi yang paling sulit sekalipun. Dalam situasi yang serba terbatas, ibu-ibu di Palestina menunjukkan ketangguhan dan kreativitas yang luar biasa untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga mereka. Dukungan dari komunitas internasional sangat penting untuk meringankan beban yang mereka tanggung dan memastikan bahwa setiap bayi di Palestina mendapatkan nutrisi yang cukup untuk tumbuh sehat. Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang *Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor : Ashifuddin Fikri Writer : Nur Isnaini Masyithoh

25/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh

Buah Simalakama Kejahatan Israel: Ancaman Perang Saudara dan Kekacauan Internal
Buah Simalakama Kejahatan Israel: Ancaman Perang Saudara dan Kekacauan Internal
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang Israel, sebuah negara yang sering digambarkan sebagai benteng kekuatan militer dan stabilitas di Timur Tengah, kini menghadapi ancaman serius dari dalam: perang saudara dan kekacauan internal. Konflik yang selama ini dilancarkan Israel terhadap Palestina, khususnya di Gaza, ternyata membawa dampak balik yang signifikan bagi masyarakat Israel sendiri. Kekerasan yang terus-menerus dilakukan terhadap Palestina tidak hanya menimbulkan kecaman internasional, tetapi juga memicu ketegangan sosial, politik, dan ekonomi di dalam negeri Israel. Latar Belakang Kekacauan Internal Israel Israel telah lama terlibat dalam konflik dengan Palestina, terutama di Gaza dan Tepi Barat. Kebijakan Israel yang keras, termasuk blokade Gaza, pembangunan permukiman ilegal, dan operasi militer yang sering menewaskan warga sipil, telah menimbulkan kecaman global. Namun, di balik kekuatan militernya yang tangguh, Israel mulai menghadapi masalah serius di dalam negeri. Dalam beberapa tahun terakhir, ketegangan sosial dan politik di Israel semakin memanas. Masyarakat Israel terpecah menjadi beberapa kelompok dengan kepentingan yang saling bertentangan. Kelompok ultra-ortodoks, nasionalis sayap kanan, dan liberal sekuler sering berseteru mengenai isu-isu seperti kebijakan terhadap Palestina, hukum agama, dan hak-hak minoritas. Ketegangan ini mencapai puncaknya pada tahun 2024, ketika protes besar-besaran melanda kota-kota besar Israel, termasuk Tel Aviv dan Yerusalem. Ancaman Perang Saudara Ancaman perang saudara di Israel semakin nyata ketika ketegangan antara kelompok ultra-ortodoks dan sekuler memuncak. Kelompok ultra-ortodoks, yang memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan, menuntut penerapan hukum agama yang lebih ketat. Sementara itu, kelompok sekuler menolak hal ini dan menuntut pemisahan agama dan negara. Konflik ini diperparah oleh ketidakpuasan ekonomi, terutama di kalangan pemuda yang merasa terpinggirkan oleh kebijakan pemerintah. Pada awal tahun 2025, bentrokan antara kelompok ultra-ortodoks dan sekuler terjadi di Yerusalem, mengakibatkan puluhan korban jiwa. Situasi semakin buruk ketika milisi bersenjata dari kedua kelompok mulai muncul, menciptakan kekacauan yang sulit dikendalikan oleh pemerintah. Beberapa analis memperingatkan bahwa Israel berada di ambang perang saudara jika ketegangan ini tidak segera diatasi. Dampak Kebijakan terhadap Palestina Kebijakan Israel terhadap Palestina, khususnya di Gaza, telah menjadi salah satu pemicu ketegangan internal. Banyak warga Israel, terutama dari kalangan muda dan liberal, mulai mempertanyakan moralitas dan keberlanjutan kebijakan ini. Mereka melihat bahwa kekerasan yang dilakukan terhadap Palestina tidak hanya merusak reputasi Israel di mata dunia, tetapi juga mengorbankan masa depan mereka sendiri. Selain itu, operasi militer yang terus-menerus di Gaza telah menimbulkan beban ekonomi yang besar bagi Israel. Anggaran militer yang tinggi mengurangi alokasi dana untuk sektor-sektor penting seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat, terutama mereka yang tidak merasakan manfaat langsung dari kebijakan keras terhadap Palestina. Hikmah dari Kekacauan di Israel Meskipun kekacauan internal di Israel menimbulkan penderitaan bagi banyak orang, ada beberapa hikmah yang dapat diambil dari situasi ini: Refleksi atas Kebijakan yang Zalim Kekacauan internal di Israel menunjukkan bahwa kebijakan yang zalim dan opresif terhadap Palestina tidak dapat dipertahankan dalam jangka panjang. Masyarakat Israel mulai menyadari bahwa kekerasan hanya akan menimbulkan lebih banyak kekerasan, baik dari luar maupun dari dalam. Kesadaran akan Pentingnya Perdamaian Ketegangan sosial dan politik di Israel memicu diskusi tentang pentingnya mencari solusi damai untuk konflik dengan Palestina. Banyak warga Israel, terutama dari kalangan muda, mulai menyerukan dialog dan rekonsiliasi sebagai alternatif dari kekerasan. Solidaritas Global untuk Palestina Kekacauan di Israel juga menarik perhatian global terhadap penderitaan Palestina. Banyak negara dan organisasi internasional semakin vokal menuntut keadilan bagi Palestina dan mengkritik kebijakan Israel. Hal ini dapat menjadi momentum untuk mendorong perubahan kebijakan global terhadap konflik ini. Pelajaran tentang Konsekuensi Kekerasan Situasi di Israel menjadi pelajaran berharga bagi dunia tentang konsekuensi dari kekerasan dan ketidakadilan. Kekerasan yang dilakukan terhadap orang lain pada akhirnya akan kembali kepada pelakunya, baik dalam bentuk kekacauan internal maupun kehancuran moral. Kesimpulan Kekacauan internal dan ancaman perang saudara di Israel adalah cerminan dari kebijakan yang zalim dan tidak berkelanjutan. Meskipun situasi ini menimbulkan penderitaan, ada hikmah yang dapat diambil, terutama dalam bentuk refleksi atas pentingnya perdamaian dan keadilan. Dunia harus belajar dari situasi ini dan bekerja sama untuk mencari solusi damai bagi konflik Israel-Palestina, demi masa depan yang lebih baik bagi semua pihak. Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang *Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor : Ashifuddin Fikri Writer : Nur Isnaini Masyithoh

25/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh

Hikmah Kafarat: Dari Kesalahan Pribadi Menuju Manfaat Sosial
Hikmah Kafarat: Dari Kesalahan Pribadi Menuju Manfaat Sosial
Dalam Islam, setiap tindakan memiliki konsekuensi. Pelanggaran terhadap aturan agama tidak hanya berdampak pada individu yang melakukannya tetapi juga memiliki dimensi sosial yang lebih luas. Salah satu bentuk konsekuensi dalam Islam adalah kafarat, yakni denda atau tebusan yang harus dipenuhi oleh seseorang yang melanggar aturan tertentu. Dalam konteks puasa Ramadhan, kafarat dikenakan kepada mereka yang sengaja membatalkan puasanya tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat. Namun, kafarat bukan sekadar hukuman. Islam mengajarkan bahwa setiap aturan yang ditetapkan memiliki hikmah mendalam, baik bagi individu maupun masyarakat. Artikel ini akan mengulas bagaimana kafarat tidak hanya berfungsi sebagai bentuk penebusan kesalahan pribadi, tetapi juga memberikan manfaat sosial yang luas. Pengertian Kafarat dalam Islam Secara bahasa, kafarat berasal dari kata "kafara" yang berarti menutupi atau menghapus. Dalam istilah syariat, kafarat adalah bentuk tebusan yang dilakukan seseorang untuk menghapus dosa akibat pelanggaran terhadap aturan agama. Dalam kasus puasa Ramadhan, kafarat diberlakukan bagi mereka yang sengaja membatalkan puasa tanpa alasan syar’i, seperti sakit atau safar. Terdapat tiga bentuk kafarat bagi mereka yang membatalkan puasa dengan sengaja, sebagaimana disebutkan dalam hadis Rasulullah SAW: Memerdekakan seorang budak (yang sudah tidak relevan di era modern). Berpuasa selama 60 hari berturut-turut. Memberi makan 60 orang fakir miskin. (HR. Bukhari dan Muslim) Pilihan yang diberikan dalam kafarat ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya menekankan aspek hukuman, tetapi juga memberikan solusi yang berdampak luas, baik bagi pelaku maupun masyarakat. Kafarat sebagai Bentuk Penebusan Dosa Pribadi Salah satu tujuan utama kafarat adalah membersihkan diri dari dosa yang dilakukan. Dalam hal ini, kafarat menjadi bentuk taubat yang konkret. Orang yang menjalani kafarat harus menunjukkan kesungguhan dan kesabaran, terutama jika memilih berpuasa 60 hari berturut-turut. Ini bukan sekadar hukuman fisik, tetapi juga latihan spiritual yang mengajarkan kedisiplinan dan kesadaran diri. Dengan menjalankan kafarat, seseorang diharapkan menyadari kesalahannya dan tidak mengulanginya di masa depan. Ini sesuai dengan prinsip dasar dalam Islam bahwa taubat harus disertai dengan perubahan sikap yang nyata. Kafarat dan Manfaat Sosialnya Salah satu aspek menarik dari kafarat adalah dampaknya terhadap masyarakat. Islam tidak hanya melihat pelanggaran sebagai masalah individu, tetapi juga memberikan solusi yang bisa berdampak pada kesejahteraan sosial. Berikut beberapa manfaat sosial dari kafarat: 1. Membantu Fakir Miskin Salah satu bentuk kafarat adalah memberi makan 60 orang fakir miskin. Dalam konteks ini, kafarat menjadi sarana untuk mendistribusikan kesejahteraan kepada mereka yang membutuhkan. Seseorang yang membatalkan puasanya dengan sengaja mungkin telah mengabaikan makna solidaritas sosial dalam Islam. Namun, melalui kafarat, ia diberikan kesempatan untuk menebus kesalahannya dengan cara yang bermanfaat bagi masyarakat. Dalam sistem ekonomi Islam, konsep ini sangat selaras dengan prinsip zakat dan sedekah, di mana orang yang memiliki kelebihan harta dianjurkan untuk berbagi dengan mereka yang kurang mampu. Kafarat dalam bentuk pemberian makanan kepada fakir miskin adalah salah satu cara untuk menjaga keseimbangan sosial. 2. Membangun Kesadaran Sosial Ketika seseorang diwajibkan untuk memberi makan 60 orang fakir miskin, ia tidak hanya sekadar membayar "denda", tetapi juga dipaksa untuk mengenali kondisi sosial di sekitarnya. Dalam proses ini, ia akan bertemu dengan orang-orang yang membutuhkan, melihat langsung penderitaan mereka, dan merasakan bagaimana dampak dari tindakan kecil bisa memberikan perubahan besar dalam hidup orang lain. Kesadaran ini diharapkan dapat membuat seseorang lebih peduli terhadap masalah sosial dan termotivasi untuk lebih banyak berkontribusi dalam aksi-aksi kemanusiaan lainnya. 3. Menciptakan Rasa Empati dan Kepedulian Bagi mereka yang memilih opsi berpuasa selama 60 hari berturut-turut, ini juga bisa menjadi bentuk pelatihan empati. Dengan merasakan bagaimana sulitnya menahan lapar dan haus dalam waktu yang lama, seseorang dapat memahami lebih dalam kesulitan yang dihadapi oleh mereka yang kurang mampu secara ekonomi. Ini bisa menjadi dorongan bagi seseorang untuk lebih sering bersedekah dan membantu orang lain. 4. Mendukung Lembaga Sosial dan Amal Dalam konteks modern, kafarat sering kali dibayarkan melalui lembaga sosial yang mendistribusikan makanan kepada fakir miskin. Hal ini mendukung keberlangsungan lembaga amal dan filantropi Islam, yang berperan penting dalam membantu masyarakat miskin. Dengan demikian, kafarat tidak hanya berdampak pada individu yang melaksanakannya, tetapi juga berkontribusi terhadap ekosistem sosial yang lebih luas. Kafarat dalam Perspektif Hukum Islam Dalam fikih Islam, para ulama sepakat tentang pentingnya kafarat sebagai bentuk hukuman sekaligus pembelajaran bagi individu. Namun, terdapat beberapa perbedaan dalam penerapan kafarat: Mazhab Hanafi & Syafi’i: Seseorang harus mencoba berpuasa 60 hari terlebih dahulu sebelum memilih opsi memberi makan. Mazhab Maliki: Jika benar-benar tidak mampu berpuasa, barulah boleh memilih opsi lain. Mazhab Hanbali: Lebih fleksibel, seseorang boleh langsung memilih opsi memberi makan tanpa harus mencoba berpuasa terlebih dahulu. Perbedaan ini menunjukkan bahwa Islam memberikan kelonggaran hukum berdasarkan kondisi individu, namun tetap mempertahankan aspek edukasi dan manfaat sosial dalam penerapan kafarat. Kesimpulan Kafarat dalam Islam bukan sekadar hukuman bagi mereka yang melanggar aturan, tetapi juga memiliki hikmah yang mendalam. Di satu sisi, kafarat menjadi bentuk penebusan dosa pribadi, melatih kedisiplinan, dan meningkatkan kesadaran spiritual. Di sisi lain, kafarat juga memberikan manfaat sosial yang luas, seperti membantu fakir miskin, membangun kesadaran sosial, dan mendukung lembaga amal. Dengan memahami makna dan tujuan kafarat, kita dapat melihat bahwa Islam bukan hanya agama yang menekankan aturan, tetapi juga membangun sistem sosial yang adil dan berkelanjutan. Kafarat mengajarkan bahwa setiap kesalahan bisa ditebus, dan dalam proses itu, kita bisa membawa manfaat bagi orang lain. Editor : Ibnu

25/03/2025 | Ibnu

Mengapa 60? Mengurai Filosofi di Balik Kafarat Puasa dalam Islam
Mengapa 60? Mengurai Filosofi di Balik Kafarat Puasa dalam Islam
Dalam ajaran Islam, setiap pelanggaran memiliki konsekuensi, baik berupa hukuman duniawi maupun ukhrawi. Salah satu bentuk konsekuensi duniawi yang diberlakukan dalam Islam adalah kafarat, yakni denda yang harus dibayarkan oleh seseorang yang melanggar aturan tertentu. Dalam konteks puasa Ramadhan, kafarat menjadi kewajiban bagi mereka yang dengan sengaja membatalkan puasa tanpa alasan yang dibenarkan syariat. Uniknya, Islam menetapkan angka 60 sebagai jumlah hari yang harus dijalani dalam kafarat puasa berturut-turut atau jumlah fakir miskin yang harus diberi makan. Mengapa 60? Apakah angka ini memiliki makna khusus dalam syariat Islam? Artikel ini akan menguraikan filosofi di balik angka ini serta hikmahnya dalam perspektif hukum Islam. Kafarat dalam Puasa Ramadhan: Sebuah Tinjauan Fikih Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, diceritakan bahwa seorang lelaki datang kepada Rasulullah SAW dan berkata bahwa ia telah menggauli istrinya di siang hari Ramadhan. Rasulullah SAW kemudian memberikan tiga pilihan kafarat: Memerdekakan seorang budak (yang tidak lagi relevan di era modern). Berpuasa selama dua bulan berturut-turut (60 hari). Memberi makan 60 fakir miskin. (HR. Bukhari dan Muslim) Hadis ini menjadi dasar bagi para ulama dalam menetapkan aturan kafarat bagi mereka yang sengaja membatalkan puasa tanpa uzur. Namun, angka 60 yang digunakan dalam dua dari tiga opsi kafarat ini menimbulkan pertanyaan: mengapa jumlah ini yang dipilih, bukan 50 atau 100? Filosofi di Balik Angka 60 dalam Kafarat Puasa 1. Kesinambungan dan Konsistensi dalam Taubat Berpuasa selama 60 hari berturut-turut bukanlah perkara mudah. Ini membutuhkan disiplin, kesabaran, dan ketahanan fisik. Jika seseorang bisa menjalankan puasa tanpa putus selama dua bulan, ini menjadi bukti komitmennya dalam bertaubat dan memperbaiki diri. Islam tidak hanya menetapkan hukuman, tetapi juga memberikan ruang bagi individu untuk membangun kebiasaan baik kembali. 2. Simbol dari Dua Bulan Penuh Kesadaran Dalam kalender Islam, satu bulan terdiri dari 29 atau 30 hari. Maka, 60 hari berarti seseorang harus berpuasa selama dua bulan penuh. Ini mencerminkan konsep pemurnian diri dalam periode yang signifikan. Islam memahami bahwa perubahan tidak bisa terjadi secara instan, tetapi membutuhkan waktu dan kesinambungan. 3. Keseimbangan antara Hukuman dan Kemanfaatan Sosial Opsi kedua dalam kafarat adalah memberi makan 60 fakir miskin. Jumlah ini menunjukkan keseimbangan antara hukuman pribadi dan manfaat sosial. Dengan memberi makan sejumlah besar orang miskin, seseorang tidak hanya menebus kesalahannya, tetapi juga berkontribusi dalam kesejahteraan sosial. Ini selaras dengan prinsip Islam yang tidak hanya menekankan hukuman individual, tetapi juga memperhatikan manfaat bagi masyarakat luas. 4. Angka dalam Konteks Hukum Islam Angka 60 juga muncul dalam konteks lain dalam hukum Islam, seperti: Kafarat sumpah (membebaskan budak, memberi makan 60 orang miskin, atau berpuasa 60 hari bagi yang tidak mampu membayar denda finansial). Kafarat zhihar (sumpah haram terhadap istri) yang juga mengharuskan puasa 60 hari berturut-turut jika tidak mampu membebaskan budak. Ini menunjukkan bahwa angka 60 bukan sembarang angka, melainkan angka yang memiliki kesinambungan dalam beberapa aspek fikih Islam yang terkait dengan pelanggaran berat. Perspektif Mazhab tentang Kafarat 60 Hari atau 60 Fakir Miskin Setiap mazhab dalam Islam memiliki pandangan tentang penerapan kafarat ini: Mazhab Hanafi & Syafi’i: Kafarat harus dilakukan secara berurutan: pertama mencoba puasa 60 hari, baru jika tidak mampu bisa memberi makan 60 orang miskin. Mazhab Maliki: Sama seperti Hanafi dan Syafi’i, hanya boleh beralih ke opsi berikutnya jika benar-benar tidak mampu. Mazhab Hanbali: Lebih fleksibel, seseorang boleh langsung memilih opsi memberi makan tanpa harus mencoba berpuasa 60 hari lebih dulu. Pendekatan yang berbeda ini menunjukkan bahwa meskipun angka 60 tetap dijadikan patokan, penerapannya dapat bervariasi tergantung pada kondisi individu. Kafarat dalam Konteks Sosial dan Ekonomi Dalam dunia modern, membayar kafarat dengan memberi makan 60 fakir miskin bisa lebih mudah dibandingkan berpuasa 60 hari berturut-turut. Namun, ini tidak berarti kafarat menjadi sekadar transaksi ekonomi. Islam tetap menekankan bahwa seseorang harus merasakan konsekuensi dari kesalahannya. Beberapa pertimbangan dalam implementasi kafarat: Makanan yang Diberikan: Para ulama menetapkan bahwa makanan harus mencukupi kebutuhan dasar seorang fakir miskin. Distribusi Kafarat: Jika tidak menemukan 60 orang miskin, kafarat bisa diberikan kepada kelompok fakir miskin yang sama dalam beberapa hari berturut-turut. Bantuan melalui Lembaga Sosial: Dalam era modern, kafarat bisa disalurkan melalui badan amal yang membagikan makanan kepada mereka yang membutuhkan. Kesimpulan Angka 60 dalam kafarat puasa bukanlah angka yang dipilih secara acak. Dalam Islam, angka ini memiliki filosofi mendalam yang mencerminkan: Kesungguhan dalam bertaubat melalui proses yang panjang. Pentingnya disiplin dan komitmen dalam memperbaiki diri. Manfaat sosial bagi fakir miskin sebagai bagian dari keadilan Islam. Dengan memahami filosofi di balik angka ini, kita dapat melihat bahwa kafarat dalam Islam bukan hanya hukuman, tetapi juga proses pendidikan spiritual dan sosial. Islam tidak hanya mengatur individu secara pribadi, tetapi juga memperhatikan dampak sosial yang lebih luas. Editor : Ibnu

25/03/2025 | Ibnu

Dibayar dengan Puasa atau Memberi Makan? Kafarat Ramadhan dalam Perspektif Fikih
Dibayar dengan Puasa atau Memberi Makan? Kafarat Ramadhan dalam Perspektif Fikih
Kafarat Ramadhan merupakan salah satu bentuk hukuman atau denda dalam Islam yang diberlakukan bagi mereka yang dengan sengaja melanggar puasa wajib di bulan Ramadhan tanpa alasan syar’i. Dalam hukum Islam, pelanggaran ini harus ditebus dengan cara tertentu, baik dengan berpuasa atau memberi makan fakir miskin. Namun, bagaimana ketentuan kafarat ini dalam perspektif fikih? Mengapa Islam memberikan pilihan antara dua bentuk penebusan ini? Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai dasar hukum, perbedaan pendapat ulama, serta hikmah di balik kafarat Ramadhan. Dasar Hukum Kafarat Ramadhan Kafarat bagi orang yang membatalkan puasa Ramadhan dengan sengaja (terutama hubungan suami-istri di siang hari) bersumber dari hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA: “Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, ‘Saya binasa, wahai Rasulullah!’ Beliau bertanya, ‘Apa yang membuatmu binasa?’ Ia menjawab, ‘Saya menggauli istri saya di siang hari Ramadhan.’ Rasulullah berkata, ‘Apakah kamu bisa memerdekakan seorang budak?’ Ia menjawab, ‘Tidak.’ Beliau bertanya, ‘Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?’ Ia menjawab, ‘Tidak.’ Beliau bertanya lagi, ‘Apakah kamu bisa memberi makan enam puluh orang miskin?’ Ia menjawab, ‘Tidak.’” (HR. Bukhari dan Muslim) Dari hadis ini, para ulama menyimpulkan bahwa kafarat Ramadhan memiliki tiga tingkatan: Membebaskan seorang budak (yang tidak lagi relevan di masa sekarang). Jika tidak mampu, berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu juga, memberi makan 60 orang miskin. Pandangan Mazhab dalam Kafarat Ramadhan Setiap mazhab memiliki interpretasi yang sedikit berbeda terkait urutan dan penerapan kafarat Ramadhan. 1. Mazhab Hanafi Mazhab Hanafi berpendapat bahwa kafarat Ramadhan harus dilakukan secara berurutan. Artinya, seseorang harus terlebih dahulu mencoba membebaskan budak. Jika tidak mampu, maka ia wajib berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu juga, barulah ia boleh memilih opsi memberi makan 60 orang miskin. 2. Mazhab Maliki dan Syafi’i Mazhab Maliki dan Syafi’i juga menganggap bahwa urutan kafarat ini bersifat hierarkis. Seseorang tidak bisa langsung memilih memberi makan tanpa terlebih dahulu mencoba berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika seseorang mampu berpuasa tetapi tetap memilih untuk memberi makan, kafaratnya dianggap tidak sah. 3. Mazhab Hanbali Mazhab Hanbali memiliki pandangan yang lebih fleksibel. Menurut mereka, seseorang boleh memilih antara tiga opsi tersebut sesuai kemampuannya. Jika ia merasa berat untuk berpuasa dua bulan berturut-turut, ia boleh langsung memberi makan 60 orang miskin tanpa harus melalui tingkatan sebelumnya. Perbedaan Antara Berpuasa dan Memberi Makan dalam Kafarat Ada beberapa alasan mengapa Islam memberikan dua opsi utama dalam kafarat Ramadhan, yaitu berpuasa dua bulan berturut-turut atau memberi makan fakir miskin. Kesulitan dan Kemampuan Individu Berpuasa dua bulan berturut-turut merupakan hukuman yang cukup berat dan membutuhkan ketahanan fisik yang kuat. Memberi makan 60 orang miskin merupakan opsi yang lebih ringan bagi mereka yang tidak sanggup berpuasa karena kondisi fisik atau usia. Hikmah Sosial dan Ekonomi Dengan memberi makan 60 fakir miskin, Islam tidak hanya menebus kesalahan individu tetapi juga memberikan manfaat bagi masyarakat. Dalam kondisi tertentu, seperti di tengah masyarakat yang kekurangan pangan, opsi memberi makan lebih bernilai sosial dibandingkan puasa. Kesinambungan Ibadah Puasa dua bulan berturut-turut mencerminkan komitmen untuk kembali ke jalan Allah. Memberi makan fakir miskin memberikan dampak nyata dalam kehidupan sosial dan ekonomi umat Islam. Kasus-Kasus dalam Kafarat Ramadhan Untuk memahami lebih dalam, berikut beberapa kasus yang sering terjadi terkait kafarat Ramadhan: Seseorang Membatalkan Puasa dengan Sengaja Tanpa Alasan Jika ia kuat berpuasa, wajib berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, boleh memilih memberi makan 60 fakir miskin. Seseorang Lansia yang Tidak Bisa Berpuasa Jika seorang lansia melanggar puasanya dengan sengaja, maka ia langsung memilih opsi memberi makan tanpa harus mencoba puasa dua bulan. Seseorang Tidak Mampu Memberi Makan 60 Fakir Miskin Jika benar-benar tidak mampu, sebagian ulama membolehkan membayar kafarat secara bertahap atau meminta bantuan dari keluarga. Implementasi Kafarat di Zaman Modern Dalam konteks saat ini, beberapa tantangan dalam penerapan kafarat Ramadhan adalah: Kesulitan Menemukan 60 Fakir Miskin Beberapa ulama memperbolehkan seseorang untuk memberikan makan kepada satu fakir miskin selama 60 hari jika tidak menemukan 60 orang berbeda. Bisa juga diberikan dalam bentuk bahan makanan yang setara dengan satu kali makan per orang. Nilai Makanan yang Diberikan Standar makanan yang diberikan harus mencukupi kebutuhan dasar seseorang dalam sekali makan. Mayoritas ulama menetapkan satu mud gandum atau setara dengan 750 gram makanan pokok. Pelaksanaan Kafarat Melalui Lembaga Sosial Di zaman modern, kafarat bisa dilakukan dengan menyumbang ke lembaga zakat atau badan sosial yang menyalurkan makanan kepada fakir miskin. Kesimpulan Kafarat Ramadhan adalah bentuk penebusan bagi mereka yang melanggar puasa dengan sengaja. Dalam fikih Islam, ada tiga tingkatan kafarat: membebaskan budak (yang kini tidak relevan), berpuasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan 60 fakir miskin. Mayoritas ulama berpendapat bahwa kafarat harus dilakukan secara hierarkis, kecuali dalam Mazhab Hanbali yang membolehkan memilih salah satu sesuai kemampuan. Pilihan antara berpuasa atau memberi makan bukan sekadar denda, tetapi juga memiliki hikmah sosial, spiritual, dan ekonomi. Islam memahami bahwa tidak semua orang memiliki kondisi yang sama, sehingga memberikan opsi yang tetap menjaga keseimbangan antara keadilan dan kemudahan. Editor : Ibnu

25/03/2025 | Ibnu

Fidyah: Menyempurnakan Ibadah Puasa dan Berbagi Kebahagiaan di Hari Raya
Fidyah: Menyempurnakan Ibadah Puasa dan Berbagi Kebahagiaan di Hari Raya
Fidyah adalah bentuk amal yang diberikan oleh umat Islam sebagai penyempurna ibadah puasa bagi mereka yang tidak mampu menjalankannya. Dalam konteks menjelang Idul Fitri, fidyah memiliki makna yang lebih dalam, yaitu sebagai sarana untuk berbagi kebahagiaan dengan sesama. Ketika seseorang tidak dapat berpuasa karena alasan tertentu, seperti sakit atau perjalanan jauh, fidyah menjadi solusi untuk memenuhi kewajiban spiritual. Fidyah biasanya berupa makanan pokok atau uang yang disalurkan kepada orang-orang yang membutuhkan. Dengan memberikan fidyah, kita tidak hanya menyempurnakan ibadah puasa, tetapi juga membantu mereka yang kurang beruntung, sehingga mereka dapat merasakan kebahagiaan di hari raya. Hari Raya Idul Fitri adalah momen yang penuh suka cita, dan dengan memberikan fidyah, kita turut serta dalam menciptakan suasana kebahagiaan bagi semua. Fidyah menjadi simbol kepedulian sosial dan solidaritas antar sesama, mengingatkan kita akan pentingnya berbagi dan saling membantu. Dengan demikian, fidyah bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan langkah nyata dalam membangun masyarakat yang lebih peduli dan berkeadilan. Sumber: 1. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah (2:184-185). 2. “Fidyah dalam Perspektif Islam" - Jurnal Ilmiah Islam, 2023. Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana Editor: M. Kausari Kaidani

25/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana

Fidyah: Investasi Spiritual untuk Pendidikan Generasi Mendatang
Fidyah: Investasi Spiritual untuk Pendidikan Generasi Mendatang
Fidyah merupakan salah satu bentuk amal yang diperuntukkan bagi mereka yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa, dengan tujuan untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. Namun, lebih dari sekadar kewajiban, fidyah dapat dilihat sebagai investasi spiritual yang memiliki dampak jangka panjang, terutama dalam konteks pendidikan generasi mendatang. Dengan mendistribusikan fidyah kepada lembaga pendidikan atau program beasiswa, kita tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan kualitas pendidikan. Setiap sumbangan fidyah dapat digunakan untuk menyediakan fasilitas belajar, buku, dan sumber daya lainnya yang diperlukan oleh anak-anak yang kurang mampu. Ini adalah langkah konkret untuk memastikan bahwa setiap anak, terlepas dari latar belakang ekonomi, memiliki akses yang sama terhadap pendidikan yang berkualitas. Investasi dalam pendidikan melalui fidyah juga menciptakan efek berkelanjutan. Anak-anak yang mendapatkan pendidikan yang baik akan tumbuh menjadi individu yang berkontribusi positif bagi masyarakat. Dengan demikian, fidyah bukan hanya sekadar amal, tetapi juga merupakan langkah strategis untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Sumber: 1. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah (2:184-185). 2. “Fidyah dan Perannya dalam Pendidikan" - Jurnal Pendidikan Islam, 2023. Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana Editor: M. Kausari Kaidani

25/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana

Fidyah vs. Zakat: Mana yang Harus Didahulukan dalam Kewajiban Umat Islam?
Fidyah vs. Zakat: Mana yang Harus Didahulukan dalam Kewajiban Umat Islam?
Dalam praktik keagamaan umat Islam, zakat dan fidyah merupakan dua kewajiban yang memiliki peran penting. Namun, sering kali muncul pertanyaan mengenai mana yang harus didahulukan antara keduanya. Zakat adalah kewajiban yang harus dikeluarkan oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat tertentu, sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama dan untuk membersihkan harta. Zakat memiliki dua jenis utama: zakat fitrah, yang dikeluarkan menjelang Idul Fitri, dan zakat mal, yang dikeluarkan dari harta yang dimiliki. Di sisi lain, Fidyah adalah kompensasi yang diberikan bagi mereka yang tidak dapat menjalankan puasa Ramadan, baik karena sakit, hamil, atau alasan lainnya. Fidyah biasanya berupa makanan atau uang yang diberikan kepada orang yang membutuhkan. Dalam hal prioritas, banyak ulama berpendapat bahwa zakat harus didahulukan karena merupakan kewajiban yang lebih mendasar dan memiliki dampak sosial yang lebih luas. Namun, jika seseorang tidak dapat berpuasa dan harus membayar fidyah, maka fidyah tersebut harus segera dilaksanakan. Kesimpulannya, meskipun zakat lebih utama, situasi individu dapat mempengaruhi keputusan. Oleh karena itu, penting untuk memahami konteks dan kebutuhan masing-masing. Sumber: 1. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah. 2. Hadis Nabi Muhammad SAW tentang zakat dan fidyah. 3. Buku "Fiqh Zakat" oleh Dr. Yusuf al-Qaradawi. Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana Editor: M. Kausari Kaidani

25/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana

Bagaimana Menjelaskan Konsep Fidyah kepada Generasi Muda?
Bagaimana Menjelaskan Konsep Fidyah kepada Generasi Muda?
Bagaimana Menjelaskan Konsep Fidyah kepada Generasi Muda? Fidyah merupakan salah satu ketentuan dalam Islam yang berkaitan dengan kewajiban mengganti puasa bagi mereka yang tidak mampu menjalankannya. Generasi muda perlu memahami konsep ini agar mereka dapat mengamalkan ajaran Islam dengan baik. Namun, menjelaskan fidyah kepada mereka memerlukan pendekatan yang menarik dan relevan dengan kehidupan mereka. 1. Definisi Fidyah dalam Islam Fidyah adalah kompensasi yang harus dibayarkan oleh seseorang yang tidak bisa berpuasa karena alasan tertentu, seperti sakit menahun atau usia lanjut. Dalam Islam, fidyah dibayarkan dalam bentuk makanan pokok kepada orang miskin. 2. Menggunakan Pendekatan Kontekstual Agar generasi muda lebih memahami fidyah, kita bisa menjelaskan dengan contoh kehidupan sehari-hari. Misalnya, analogikan fidyah dengan "mengganti tugas sekolah dengan proyek lain" karena tidak bisa mengikuti kelas. Ini akan membuat konsep fidyah lebih mudah dicerna. 3. Mengaitkan dengan Teknologi Dalam era digital, informasi bisa lebih mudah disampaikan melalui media sosial, video edukatif, atau infografis interaktif. Dengan begitu, pemahaman tentang fidyah dapat lebih efektif dan menyenangkan bagi generasi muda. 4. Menjelaskan Hikmah Fidyah Fidyah mengajarkan nilai-nilai kebaikan, seperti berbagi dengan sesama dan kepedulian sosial. Dengan memahami makna ini, generasi muda akan lebih termotivasi untuk mengamalkan ajaran Islam dengan penuh kesadaran. Dengan pendekatan yang sesuai, pemahaman tentang fidyah di kalangan generasi muda dapat lebih mendalam dan bermakna. Semoga artikel ini membantu dalam menyebarkan pemahaman tentang fidyah secara lebih luas. Penulis: Hubaib Ash Shidqi Editor:Hubaib Ash Shidqi

25/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI

Info Rekening Zakat

Info Rekening Zakat

Mari tunaikan zakat Anda dengan mentransfer ke rekening zakat.

BAZNAS

Info Rekening Zakat