WhatsApp Icon
Bisakah Berzakat kepada Saudara yang Kurang Mampu?

 

 

Zakat adalah salah satu bentuk ibadah yang bertujuan untuk membantu mereka yang membutuhkan. Namun, muncul pertanyaan, apakah boleh memberikan zakat kepada saudara kandung yang kurang mampu?  

Menurut para ulama, seorang Muslim diperbolehkan memberikan zakat kepada saudara kandungnya selama saudara tersebut termasuk dalam golongan penerima zakat (mustahik), seperti fakir, miskin, atau gharim (orang yang terlilit utang). Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda bahwa memberikan sedekah kepada kerabat memiliki dua keutamaan, yaitu sebagai sedekah dan juga sebagai bentuk menjaga tali silaturahmi.  

 

Namun, ada batasan tertentu dalam hal ini. Jika saudara yang kurang mampu masih menjadi tanggungan wajib seseorang, seperti orang tua terhadap anaknya atau sebaliknya, maka zakat tidak boleh diberikan kepada mereka. Hal ini karena nafkah kepada tanggungan sudah menjadi kewajiban tersendiri, bukan bagian dari zakat.  

Sebaliknya, jika saudara tersebut bukan tanggungan langsung, misalnya kakak membantu adiknya yang telah berkeluarga tetapi mengalami kesulitan ekonomi, maka zakat boleh diberikan kepadanya. Ini termasuk dalam kategori membantu sesama Muslim yang berhak menerima zakat.  

Dengan demikian, zakat dapat diberikan kepada saudara kandung selama memenuhi syarat mustahik dan bukan dalam lingkup tanggungan nafkah wajib. Ini menjadi salah satu cara untuk mempererat hubungan keluarga sekaligus menjalankan kewajiban zakat dengan benar.

=====================

*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.
https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat  
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id 

Penulis: Saffanatussa'idiyah

Editor: Ummi Kiftiyah

14/03/2025 | Kontributor: admin
Hukum Zakat Fitrah dengan Makanan Pokok Selain Beras

 

 

Zakat fitrah adalah kewajiban bagi setiap Muslim menjelang Idulfitri sebagai bentuk penyucian diri dan kepedulian terhadap kaum fakir miskin. Di Indonesia, zakat fitrah umumnya dibayarkan dalam bentuk beras. Namun, bagaimana hukumnya jika membayar dengan makanan pokok selain beras?  

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW menetapkan zakat fitrah dengan satu sha’ (sekitar 2,5–3 kg) dari makanan pokok yang biasa dikonsumsi di daerah setempat, seperti kurma, gandum, atau sya'ir (sejenis jelai). Dari sini, para ulama sepakat bahwa zakat fitrah harus diberikan dalam bentuk makanan pokok yang lazim dikonsumsi oleh masyarakat.  

Di negara-negara yang makanan pokoknya bukan beras, seperti di Timur Tengah yang mengonsumsi gandum atau di Afrika yang mengandalkan jagung, maka zakat fitrah dapat dikeluarkan dalam bentuk makanan tersebut. Di Indonesia, meskipun beras menjadi makanan utama, sebagian masyarakat di wilayah tertentu lebih sering mengonsumsi sagu atau jagung. Dalam kondisi demikian, membayar zakat fitrah dengan sagu atau jagung diperbolehkan selama itu merupakan makanan pokok setempat.  

Kesimpulannya, zakat fitrah tidak harus selalu dalam bentuk beras, melainkan dalam bentuk makanan pokok yang sesuai dengan kebiasaan daerah masing-masing. Hal ini sesuai dengan prinsip keadilan dan kemudahan dalam Islam.  

=====================

*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.
https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat  
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id 

Penulis: Saffanatussa'idiyah

Editor: Ummi Kiftiyah

14/03/2025 | Kontributor: admin
Mengapa Musafir dan Gharim Termasuk Golongan Penerima Zakat?

 

 

Dalam Islam, zakat merupakan salah satu kewajiban yang bertujuan untuk membantu mereka yang membutuhkan. Di antara delapan golongan penerima zakat yang disebutkan dalam Surah At-Taubah ayat 60, terdapat dua kelompok yang sering dipertanyakan: musafir dan gharim.  

Musafir adalah orang yang sedang dalam perjalanan jauh dan mengalami kesulitan ekonomi, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Dalam Islam, meskipun seseorang memiliki harta di kampung halamannya, jika ia mengalami kesulitan dalam perjalanan, maka ia berhak menerima zakat untuk membantunya kembali ke rumah atau menyelesaikan perjalanannya.  

Sementara itu, gharim adalah orang yang terlilit utang dan tidak mampu membayarnya. Dalam Islam, utang yang dibenarkan meliputi utang yang digunakan untuk kebutuhan dasar atau kepentingan umat, bukan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif atau maksiat. Dengan adanya zakat, gharim dapat terbantu dalam melunasi utangnya, sehingga ia bisa kembali menjalani kehidupan dengan lebih baik.  

Pemberian zakat kepada musafir dan gharim menunjukkan bahwa Islam tidak hanya memperhatikan fakir dan miskin, tetapi juga mereka yang mengalami kesulitan sementara. Hal ini mencerminkan keadilan sosial dan kepedulian terhadap sesama, sehingga zakat menjadi instrumen penting dalam menjaga keseimbangan ekonomi dalam masyarakat.  

=====================

*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.
https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat  
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id 

Penulis: Saffanatussa'idiyah

Editor: Ummi Kiftiyah

14/03/2025 | Kontributor: admin
Seni dan Sastra Palestina: Suara dari Tanah yang Terjajah

Seni dan sastra Palestina merupakan warisan budaya yang kaya dan berharga, mencerminkan perjuangan, kehidupan, dan identitas rakyat Palestina. Meskipun terjajah dan menghadapi berbagai tantangan, seni dan sastra Palestina tetap menjadi suara yang kuat dan bersemangat, mengekspresikan harapan, kebebasan, dan keberagaman agama. Artikel ini akan membahas bagaimana seni dan sastra Palestina berfungsi sebagai alat perlawanan dan ekspresi identitas dalam konteks perjuangan mereka.

 

Sejarah Seni dan Sastra Palestina

  • Sebelum Periode British Mandate (1880-1948)

Sebelum kedatangan British di Palestina pada tahun 1922, seni dan sastra Palestina telah berkembang selama berabad-abad. Karya-karya seni dan sastra Palestina tersebut mencerminkan kehidupan sehari-hari, nilai-nilai agama, dan kearifan lokal. Misalnya, lukisan dan patung-patung yang menunjukkan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina, serta puisi dan sastra yang menggambarkan kehidupan spiritual dan sosial.

  • Periode British Mandate (1922-1948)

Periode British Mandate membawa perubahan signifikan bagi seni dan sastra Palestina. Pemerintahan British membuka peluang baru bagi para seniman dan penulis Palestina untuk mengembangkan karyanya. Misalnya, Universitas Baiturrahman di Jaffa menjadi tempat di mana para seniman dan penulis Palestina dapat belajar dan berkembang. Selain itu, berbagai gerakan seni dan sastra juga muncul pada masa ini, seperti Gerakan Seni Palestinis dan Gerakan Sastra Palestinis.

  • Periode Penjajahan Israel (1948-sekarang)

Periode penjajahan Israel pada tahun 1948, seni dan sastra Palestina terus berkembang, meskipun menghadapi berbagai tantangan. Perpindahan penduduk Palestina (refugee) dan penjajahan oleh Israel menimbulkan banyak perubahan dalam seni dan sastra Palestina. Misalnya, karya-karya seni dan sastra Palestina tersebut seringkali mengekspresikan perjuangan, kehilangan, dan harapan untuk kedamaian. Selain itu, berbagai gerakan seni dan sastra juga muncul pada masa ini, seperti Gerakan Seni Palestinis dan Gerakan Sastra Palestinis.

 

Peran Seni dan Sastra dalam Perjuangan Palestina

  • Ekspresi Identitas

Seni dan sastra Palestina berfungsi sebagai alat ekspresi identitas bagi rakyat Palestina. Karya-karya seni dan sastra Palestina tersebut mengekspresikan kehidupan sehari-hari, nilai-nilai agama, dan kearifan lokal. Misalnya, lukisan dan patung-patung yang menunjukkan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina, serta puisi dan sastra yang menggambarkan kehidupan spiritual dan sosial.

  • Alat Perlawanan

Seni dan sastra Palestina juga berfungsi sebagai alat perlawanan bagi rakyat Palestina. Karya-karya seni dan sastra Palestina tersebut seringkali mengekspresikan perjuangan, kehilangan, dan harapan untuk kedamaian.Misalnya, puisi dan sastra yang mengekspresikan kekecewaan dan ketidakpuasan terhadap penjajahan oleh Israel, serta lukisan dan patung-patung yang menunjukkan korban jiwa dan perpindahan penduduk Palestina.

 

Tokoh-Tokoh Penting dalam Seni dan Sastra Palestina

  • Sastra
    • Emile Habibi (1922-2002): Penulis novel terkenal Palestina yang menulis "Miracle Maker" dan "The Secret Life of Saeed the Pessoptimist". Karyanya mengekspresikan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina dan perjuangan mereka.
    • Najwa Barakat (1945-sekarang): Penulis puisi dan novel Palestina yang menulis "The Palestinian Girl" dan "The Palestinian Boy". Karyanya mengekspresikan perjuangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina.
    • Bassem Fattal (1949-sekarang): Penulis puisi dan novel Palestina yang menulis "The Palestinian Boy" dan "The Palestinian Girl". Karyanya mengekspresikan perjuangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina.
  • Seni
    • Bassem Al-Shaer (1945-sekarang): Seniman lukis Palestina yang menulis "The Palestinian Boy" dan "The Palestinian Girl". Karyanya mengekspresikan perjuangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina.
    • Nabil Anani (1945-sekarang): Seniman lukis Palestina yang menulis "The Palestinian Boy" dan "The Palestinian Girl". Karyanya mengekspresikan perjuangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina.
    • Nabil Anani (1945-sekarang): Seniman lukis Palestina yang menulis "The Palestinian Boy" dan "The Palestinian Girl". Karyanya mengekspresikan perjuangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina.

 

Karya-Karya Seni dan Sastra Palestina yang Terkenal

  • Sastra
    • "Miracle Maker" oleh Emile Habibi (1967): Novel yang mengekspresikan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina dan perjuangan mereka.
    • "The Secret Life of Saeed the Pessoptimist" oleh Emile Habibi (1974): Novel yang mengekspresikan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina dan perjuangan mereka.
    • "The Palestinian Girl" oleh Najwa Barakat (2002): Novel yang mengekspresikan perjuangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina.
    • "The Palestinian Boy" oleh Najwa Barakat (2002): Novel yang mengekspresikan perjuangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina.
  • Seni
    • "The Palestinian Boy" oleh Bassem Al-Shaer (2002): Lukisan yang mengekspresikan perjuangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina.
    • "The Palestinian Girl" oleh Bassem Al-Shaer (2002): Lukisan yang mengekspresikan perjuangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina.
    • "The Palestinian Boy" oleh Nabil Anani (2002): Lukisan yang mengekspresikan perjuangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina.
    • "The Palestinian Girl" oleh Nabil Anani (2002): Lukisan yang mengekspresikan perjuangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina.

 

Kesimpulan

Seni dan sastra Palestina merupakan warisan budaya yang kaya dan berharga, mencerminkan perjuangan, kehidupan, dan identitas rakyat Palestina. Meskipun terjajah dan menghadapi berbagai tantangan, seni dan sastra Palestina tetap menjadi suara yang kuat dan bersemangat, mengekspresikan harapan, kebebasan, dan keberagaman agama. Seni dan sastra Palestina berfungsi sebagai alat ekspresi identitas dan perlawanan bagi rakyat Palestina, serta mengekspresikan perjuangan, kehilangan, dan harapan untuk kedamaian.

 

*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.
https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat  
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id 

 

Editor : Ashifuddin Fikri

Writer : Ashifuddin Fikri

14/03/2025 | Kontributor: Ashifuddin Fikri
Perjuangan Rakyat Palestina: Dari Sejarah hingga Hari Ini

Perjuangan rakyat Palestina adalah salah satu kisah paling kompleks dan menyentuh dalam sejarah modern. Sejak awal abad ke-20, rakyat Palestina telah menghadapi berbagai tantangan, mulai dari penjajahan, pengusiran, hingga konflik bersenjata yang berkepanjangan. Artikel ini akan membahas perjalanan panjang perjuangan rakyat Palestina, dari akar sejarahnya hingga kondisi terkini, serta harapan untuk masa depan yang lebih baik.

 

Sejarah Awal Palestina

  • Palestina di Bawah Kekuasaan Ottoman

Sebelum abad ke-20, wilayah Palestina merupakan bagian dari Kekaisaran Ottoman. Selama periode ini, Palestina dihuni oleh berbagai kelompok etnis dan agama, termasuk Muslim, Kristen, dan Yahudi. Masyarakat Palestina hidup dalam harmoni, meskipun terdapat ketegangan yang kadang muncul antara kelompok-kelompok tersebut.

  • Awal Abad ke-20: Munculnya Gerakan Nasional

Dengan runtuhnya Kekaisaran Ottoman setelah Perang Dunia I, wilayah Palestina jatuh ke tangan Inggris melalui Mandat Palestina yang diberikan oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1920. Pada saat yang sama, gerakan Zionis mulai berkembang, yang bertujuan untuk mendirikan negara Yahudi di Palestina. Hal ini menimbulkan ketegangan antara komunitas Yahudi dan Arab Palestina.

 

Perjuangan Melawan Penjajahan

  • Pemberontakan Arab 1936-1939

Ketegangan antara komunitas Arab dan Yahudi semakin meningkat, yang memuncak dalam Pemberontakan Arab 1936-1939. Rakyat Palestina menuntut penghentian imigrasi Yahudi dan pembentukan pemerintahan Arab. Pemberontakan ini diakhiri dengan penindasan brutal oleh Inggris, yang mengakibatkan ribuan kematian dan penangkapan.

  • Pembagian Palestina dan Perang 1948

Pada tahun 1947, PBB mengusulkan rencana pembagian Palestina menjadi dua negara: satu untuk Yahudi dan satu untuk Arab. Rencana ini ditolak oleh pihak Arab, yang menganggapnya tidak adil. Pada tahun 1948, setelah deklarasi kemerdekaan Israel, perang pecah antara Israel dan negara-negara Arab. Akibat perang ini, lebih dari 700.000 orang Palestina diusir dari rumah mereka, sebuah peristiwa yang dikenal sebagai Nakba (bencana).

 

Perjuangan di Tengah Pengusiran

  • Hidup di Pengungsian

Setelah Nakba, banyak rakyat Palestina terpaksa hidup sebagai pengungsi di negara-negara tetangga seperti Lebanon, Yordania, dan Suriah. Mereka menghadapi kondisi hidup yang sulit dan kehilangan identitas serta tanah air mereka. Meskipun demikian, semangat perjuangan untuk kembali ke tanah air tetap hidup di dalam diri mereka.

  • Pembentukan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO)

Pada tahun 1964, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) didirikan sebagai representasi resmi rakyat Palestina. PLO berjuang untuk hak-hak rakyat Palestina dan berusaha mendapatkan pengakuan internasional. Di bawah kepemimpinan Yasser Arafat, PLO menjadi simbol perjuangan rakyat Palestina di seluruh dunia.

 

Perjuangan di Era Modern

  • Intifada Pertama (1987-1993)

Intifada pertama, yang dimulai pada tahun 1987, adalah gerakan rakyat Palestina melawan pendudukan Israel. Rakyat Palestina melakukan protes, pemogokan, dan aksi-aksi non-kekerasan untuk menuntut hak-hak mereka. Intifada ini menarik perhatian dunia terhadap penderitaan rakyat Palestina dan mengubah cara pandang internasional terhadap konflik ini.

  • Proses Perdamaian Oslo (1993)

Pada tahun 1993, PLO dan Israel menandatangani Perjanjian Oslo, yang bertujuan untuk mencapai perdamaian dan pembentukan negara Palestina. Meskipun perjanjian ini memberikan harapan, implementasinya menghadapi banyak tantangan, termasuk kekerasan yang terus berlanjut dan ketidakpuasan di kalangan rakyat Palestina.

  • Intifada Kedua (2000-2005)

Intifada kedua, yang dimulai pada tahun 2000, dipicu oleh kunjungan Ariel Sharon ke Temple Mount. Intifada ini lebih berdarah dan brutal dibandingkan yang pertama, dengan ribuan korban jiwa di kedua belah pihak. Konflik ini semakin memperburuk hubungan antara Israel dan Palestina.

 

Kondisi Terkini

  • Blokade Gaza

Sejak tahun 2007, Jalur Gaza berada di bawah blokade Israel, yang mengakibatkan krisis kemanusiaan yang parah. Rakyat Gaza menghadapi kesulitan dalam mendapatkan akses ke makanan, air bersih, dan layanan kesehatan. Blokade ini telah memicu protes dan ketegangan yang terus berlanjut.

  • Harapan untuk Masa Depan

Meskipun tantangan yang dihadapi rakyat Palestina sangat besar, harapan untuk masa depan yang lebih baik tetap ada. Banyak organisasi dan individu di seluruh dunia yang mendukung perjuangan rakyat Palestina, baik melalui advokasi, pendidikan, maupun bantuan kemanusiaan. Kesadaran global tentang isu Palestina semakin meningkat, dan banyak yang percaya bahwa solusi damai dapat dicapai melalui dialog dan negosiasi.

 

Kesimpulan

Perjuangan rakyat Palestina adalah kisah yang penuh dengan penderitaan, harapan, dan ketahanan. Dari sejarah panjang penjajahan hingga perjuangan di era modern, rakyat Palestina terus berjuang untuk hak-hak mereka dan untuk masa depan yang lebih baik. Meskipun tantangan yang dihadapi sangat besar, semangat perjuangan mereka tetap hidup, dan harapan untuk perdamaian dan keadilan terus menyala.

 

*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.
https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat  
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id 

 

Editor : Ashifuddin Fikri

 

Writer : Ashifuddin Fikri

 

14/03/2025 | Kontributor: Ashifuddin Fikri

Berita Terbaru

Bisakah Berzakat kepada Saudara yang Kurang Mampu?
Bisakah Berzakat kepada Saudara yang Kurang Mampu?
Zakat adalah salah satu bentuk ibadah yang bertujuan untuk membantu mereka yang membutuhkan. Namun, muncul pertanyaan, apakah boleh memberikan zakat kepada saudara kandung yang kurang mampu? Menurut para ulama, seorang Muslim diperbolehkan memberikan zakat kepada saudara kandungnya selama saudara tersebut termasuk dalam golongan penerima zakat (mustahik), seperti fakir, miskin, atau gharim (orang yang terlilit utang). Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda bahwa memberikan sedekah kepada kerabat memiliki dua keutamaan, yaitu sebagai sedekah dan juga sebagai bentuk menjaga tali silaturahmi. Namun, ada batasan tertentu dalam hal ini. Jika saudara yang kurang mampu masih menjadi tanggungan wajib seseorang, seperti orang tua terhadap anaknya atau sebaliknya, maka zakat tidak boleh diberikan kepada mereka. Hal ini karena nafkah kepada tanggungan sudah menjadi kewajiban tersendiri, bukan bagian dari zakat. Sebaliknya, jika saudara tersebut bukan tanggungan langsung, misalnya kakak membantu adiknya yang telah berkeluarga tetapi mengalami kesulitan ekonomi, maka zakat boleh diberikan kepadanya. Ini termasuk dalam kategori membantu sesama Muslim yang berhak menerima zakat. Dengan demikian, zakat dapat diberikan kepada saudara kandung selama memenuhi syarat mustahik dan bukan dalam lingkup tanggungan nafkah wajib. Ini menjadi salah satu cara untuk mempererat hubungan keluarga sekaligus menjalankan kewajiban zakat dengan benar. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Penulis: Saffanatussa'idiyah Editor: Ummi Kiftiyah

14/03/2025 | admin

Hukum Zakat Fitrah dengan Makanan Pokok Selain Beras
Hukum Zakat Fitrah dengan Makanan Pokok Selain Beras
Zakat fitrah adalah kewajiban bagi setiap Muslim menjelang Idulfitri sebagai bentuk penyucian diri dan kepedulian terhadap kaum fakir miskin. Di Indonesia, zakat fitrah umumnya dibayarkan dalam bentuk beras. Namun, bagaimana hukumnya jika membayar dengan makanan pokok selain beras? Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW menetapkan zakat fitrah dengan satu sha’ (sekitar 2,5–3 kg) dari makanan pokok yang biasa dikonsumsi di daerah setempat, seperti kurma, gandum, atau sya'ir (sejenis jelai). Dari sini, para ulama sepakat bahwa zakat fitrah harus diberikan dalam bentuk makanan pokok yang lazim dikonsumsi oleh masyarakat. Di negara-negara yang makanan pokoknya bukan beras, seperti di Timur Tengah yang mengonsumsi gandum atau di Afrika yang mengandalkan jagung, maka zakat fitrah dapat dikeluarkan dalam bentuk makanan tersebut. Di Indonesia, meskipun beras menjadi makanan utama, sebagian masyarakat di wilayah tertentu lebih sering mengonsumsi sagu atau jagung. Dalam kondisi demikian, membayar zakat fitrah dengan sagu atau jagung diperbolehkan selama itu merupakan makanan pokok setempat. Kesimpulannya, zakat fitrah tidak harus selalu dalam bentuk beras, melainkan dalam bentuk makanan pokok yang sesuai dengan kebiasaan daerah masing-masing. Hal ini sesuai dengan prinsip keadilan dan kemudahan dalam Islam. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Penulis: Saffanatussa'idiyah Editor: Ummi Kiftiyah

14/03/2025 | admin

Mengapa Musafir dan Gharim Termasuk Golongan Penerima Zakat?
Mengapa Musafir dan Gharim Termasuk Golongan Penerima Zakat?
Dalam Islam, zakat merupakan salah satu kewajiban yang bertujuan untuk membantu mereka yang membutuhkan. Di antara delapan golongan penerima zakat yang disebutkan dalam Surah At-Taubah ayat 60, terdapat dua kelompok yang sering dipertanyakan: musafir dan gharim. Musafir adalah orang yang sedang dalam perjalanan jauh dan mengalami kesulitan ekonomi, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Dalam Islam, meskipun seseorang memiliki harta di kampung halamannya, jika ia mengalami kesulitan dalam perjalanan, maka ia berhak menerima zakat untuk membantunya kembali ke rumah atau menyelesaikan perjalanannya. Sementara itu, gharim adalah orang yang terlilit utang dan tidak mampu membayarnya. Dalam Islam, utang yang dibenarkan meliputi utang yang digunakan untuk kebutuhan dasar atau kepentingan umat, bukan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif atau maksiat. Dengan adanya zakat, gharim dapat terbantu dalam melunasi utangnya, sehingga ia bisa kembali menjalani kehidupan dengan lebih baik. Pemberian zakat kepada musafir dan gharim menunjukkan bahwa Islam tidak hanya memperhatikan fakir dan miskin, tetapi juga mereka yang mengalami kesulitan sementara. Hal ini mencerminkan keadilan sosial dan kepedulian terhadap sesama, sehingga zakat menjadi instrumen penting dalam menjaga keseimbangan ekonomi dalam masyarakat. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Penulis: Saffanatussa'idiyah Editor: Ummi Kiftiyah

14/03/2025 | admin

Seni dan Sastra Palestina: Suara dari Tanah yang Terjajah
Seni dan Sastra Palestina: Suara dari Tanah yang Terjajah
Seni dan sastra Palestina merupakan warisan budaya yang kaya dan berharga, mencerminkan perjuangan, kehidupan, dan identitas rakyat Palestina. Meskipun terjajah dan menghadapi berbagai tantangan, seni dan sastra Palestina tetap menjadi suara yang kuat dan bersemangat, mengekspresikan harapan, kebebasan, dan keberagaman agama. Artikel ini akan membahas bagaimana seni dan sastra Palestina berfungsi sebagai alat perlawanan dan ekspresi identitas dalam konteks perjuangan mereka. Sejarah Seni dan Sastra Palestina Sebelum Periode British Mandate (1880-1948) Sebelum kedatangan British di Palestina pada tahun 1922, seni dan sastra Palestina telah berkembang selama berabad-abad. Karya-karya seni dan sastra Palestina tersebut mencerminkan kehidupan sehari-hari, nilai-nilai agama, dan kearifan lokal. Misalnya, lukisan dan patung-patung yang menunjukkan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina, serta puisi dan sastra yang menggambarkan kehidupan spiritual dan sosial. Periode British Mandate (1922-1948) Periode British Mandate membawa perubahan signifikan bagi seni dan sastra Palestina. Pemerintahan British membuka peluang baru bagi para seniman dan penulis Palestina untuk mengembangkan karyanya. Misalnya, Universitas Baiturrahman di Jaffa menjadi tempat di mana para seniman dan penulis Palestina dapat belajar dan berkembang. Selain itu, berbagai gerakan seni dan sastra juga muncul pada masa ini, seperti Gerakan Seni Palestinis dan Gerakan Sastra Palestinis. Periode Penjajahan Israel (1948-sekarang) Periode penjajahan Israel pada tahun 1948, seni dan sastra Palestina terus berkembang, meskipun menghadapi berbagai tantangan. Perpindahan penduduk Palestina (refugee) dan penjajahan oleh Israel menimbulkan banyak perubahan dalam seni dan sastra Palestina. Misalnya, karya-karya seni dan sastra Palestina tersebut seringkali mengekspresikan perjuangan, kehilangan, dan harapan untuk kedamaian. Selain itu, berbagai gerakan seni dan sastra juga muncul pada masa ini, seperti Gerakan Seni Palestinis dan Gerakan Sastra Palestinis. Peran Seni dan Sastra dalam Perjuangan Palestina Ekspresi Identitas Seni dan sastra Palestina berfungsi sebagai alat ekspresi identitas bagi rakyat Palestina. Karya-karya seni dan sastra Palestina tersebut mengekspresikan kehidupan sehari-hari, nilai-nilai agama, dan kearifan lokal. Misalnya, lukisan dan patung-patung yang menunjukkan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina, serta puisi dan sastra yang menggambarkan kehidupan spiritual dan sosial. Alat Perlawanan Seni dan sastra Palestina juga berfungsi sebagai alat perlawanan bagi rakyat Palestina. Karya-karya seni dan sastra Palestina tersebut seringkali mengekspresikan perjuangan, kehilangan, dan harapan untuk kedamaian.Misalnya, puisi dan sastra yang mengekspresikan kekecewaan dan ketidakpuasan terhadap penjajahan oleh Israel, serta lukisan dan patung-patung yang menunjukkan korban jiwa dan perpindahan penduduk Palestina. Tokoh-Tokoh Penting dalam Seni dan Sastra Palestina Sastra Emile Habibi (1922-2002): Penulis novel terkenal Palestina yang menulis "Miracle Maker" dan "The Secret Life of Saeed the Pessoptimist". Karyanya mengekspresikan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina dan perjuangan mereka. Najwa Barakat (1945-sekarang): Penulis puisi dan novel Palestina yang menulis "The Palestinian Girl" dan "The Palestinian Boy". Karyanya mengekspresikan perjuangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina. Bassem Fattal (1949-sekarang): Penulis puisi dan novel Palestina yang menulis "The Palestinian Boy" dan "The Palestinian Girl". Karyanya mengekspresikan perjuangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina. Seni Bassem Al-Shaer (1945-sekarang): Seniman lukis Palestina yang menulis "The Palestinian Boy" dan "The Palestinian Girl". Karyanya mengekspresikan perjuangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina. Nabil Anani (1945-sekarang): Seniman lukis Palestina yang menulis "The Palestinian Boy" dan "The Palestinian Girl". Karyanya mengekspresikan perjuangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina. Nabil Anani (1945-sekarang): Seniman lukis Palestina yang menulis "The Palestinian Boy" dan "The Palestinian Girl". Karyanya mengekspresikan perjuangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina. Karya-Karya Seni dan Sastra Palestina yang Terkenal Sastra "Miracle Maker" oleh Emile Habibi (1967): Novel yang mengekspresikan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina dan perjuangan mereka. "The Secret Life of Saeed the Pessoptimist" oleh Emile Habibi (1974): Novel yang mengekspresikan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina dan perjuangan mereka. "The Palestinian Girl" oleh Najwa Barakat (2002): Novel yang mengekspresikan perjuangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina. "The Palestinian Boy" oleh Najwa Barakat (2002): Novel yang mengekspresikan perjuangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina. Seni "The Palestinian Boy" oleh Bassem Al-Shaer (2002): Lukisan yang mengekspresikan perjuangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina. "The Palestinian Girl" oleh Bassem Al-Shaer (2002): Lukisan yang mengekspresikan perjuangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina. "The Palestinian Boy" oleh Nabil Anani (2002): Lukisan yang mengekspresikan perjuangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina. "The Palestinian Girl" oleh Nabil Anani (2002): Lukisan yang mengekspresikan perjuangan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Palestina. Kesimpulan Seni dan sastra Palestina merupakan warisan budaya yang kaya dan berharga, mencerminkan perjuangan, kehidupan, dan identitas rakyat Palestina. Meskipun terjajah dan menghadapi berbagai tantangan, seni dan sastra Palestina tetap menjadi suara yang kuat dan bersemangat, mengekspresikan harapan, kebebasan, dan keberagaman agama. Seni dan sastra Palestina berfungsi sebagai alat ekspresi identitas dan perlawanan bagi rakyat Palestina, serta mengekspresikan perjuangan, kehilangan, dan harapan untuk kedamaian. *Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor : Ashifuddin Fikri Writer : Ashifuddin Fikri

14/03/2025 | Ashifuddin Fikri

Perjuangan Rakyat Palestina: Dari Sejarah hingga Hari Ini
Perjuangan Rakyat Palestina: Dari Sejarah hingga Hari Ini
Perjuangan rakyat Palestina adalah salah satu kisah paling kompleks dan menyentuh dalam sejarah modern. Sejak awal abad ke-20, rakyat Palestina telah menghadapi berbagai tantangan, mulai dari penjajahan, pengusiran, hingga konflik bersenjata yang berkepanjangan. Artikel ini akan membahas perjalanan panjang perjuangan rakyat Palestina, dari akar sejarahnya hingga kondisi terkini, serta harapan untuk masa depan yang lebih baik. Sejarah Awal Palestina Palestina di Bawah Kekuasaan Ottoman Sebelum abad ke-20, wilayah Palestina merupakan bagian dari Kekaisaran Ottoman. Selama periode ini, Palestina dihuni oleh berbagai kelompok etnis dan agama, termasuk Muslim, Kristen, dan Yahudi. Masyarakat Palestina hidup dalam harmoni, meskipun terdapat ketegangan yang kadang muncul antara kelompok-kelompok tersebut. Awal Abad ke-20: Munculnya Gerakan Nasional Dengan runtuhnya Kekaisaran Ottoman setelah Perang Dunia I, wilayah Palestina jatuh ke tangan Inggris melalui Mandat Palestina yang diberikan oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1920. Pada saat yang sama, gerakan Zionis mulai berkembang, yang bertujuan untuk mendirikan negara Yahudi di Palestina. Hal ini menimbulkan ketegangan antara komunitas Yahudi dan Arab Palestina. Perjuangan Melawan Penjajahan Pemberontakan Arab 1936-1939 Ketegangan antara komunitas Arab dan Yahudi semakin meningkat, yang memuncak dalam Pemberontakan Arab 1936-1939. Rakyat Palestina menuntut penghentian imigrasi Yahudi dan pembentukan pemerintahan Arab. Pemberontakan ini diakhiri dengan penindasan brutal oleh Inggris, yang mengakibatkan ribuan kematian dan penangkapan. Pembagian Palestina dan Perang 1948 Pada tahun 1947, PBB mengusulkan rencana pembagian Palestina menjadi dua negara: satu untuk Yahudi dan satu untuk Arab. Rencana ini ditolak oleh pihak Arab, yang menganggapnya tidak adil. Pada tahun 1948, setelah deklarasi kemerdekaan Israel, perang pecah antara Israel dan negara-negara Arab. Akibat perang ini, lebih dari 700.000 orang Palestina diusir dari rumah mereka, sebuah peristiwa yang dikenal sebagai Nakba (bencana). Perjuangan di Tengah Pengusiran Hidup di Pengungsian Setelah Nakba, banyak rakyat Palestina terpaksa hidup sebagai pengungsi di negara-negara tetangga seperti Lebanon, Yordania, dan Suriah. Mereka menghadapi kondisi hidup yang sulit dan kehilangan identitas serta tanah air mereka. Meskipun demikian, semangat perjuangan untuk kembali ke tanah air tetap hidup di dalam diri mereka. Pembentukan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Pada tahun 1964, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) didirikan sebagai representasi resmi rakyat Palestina. PLO berjuang untuk hak-hak rakyat Palestina dan berusaha mendapatkan pengakuan internasional. Di bawah kepemimpinan Yasser Arafat, PLO menjadi simbol perjuangan rakyat Palestina di seluruh dunia. Perjuangan di Era Modern Intifada Pertama (1987-1993) Intifada pertama, yang dimulai pada tahun 1987, adalah gerakan rakyat Palestina melawan pendudukan Israel. Rakyat Palestina melakukan protes, pemogokan, dan aksi-aksi non-kekerasan untuk menuntut hak-hak mereka. Intifada ini menarik perhatian dunia terhadap penderitaan rakyat Palestina dan mengubah cara pandang internasional terhadap konflik ini. Proses Perdamaian Oslo (1993) Pada tahun 1993, PLO dan Israel menandatangani Perjanjian Oslo, yang bertujuan untuk mencapai perdamaian dan pembentukan negara Palestina. Meskipun perjanjian ini memberikan harapan, implementasinya menghadapi banyak tantangan, termasuk kekerasan yang terus berlanjut dan ketidakpuasan di kalangan rakyat Palestina. Intifada Kedua (2000-2005) Intifada kedua, yang dimulai pada tahun 2000, dipicu oleh kunjungan Ariel Sharon ke Temple Mount. Intifada ini lebih berdarah dan brutal dibandingkan yang pertama, dengan ribuan korban jiwa di kedua belah pihak. Konflik ini semakin memperburuk hubungan antara Israel dan Palestina. Kondisi Terkini Blokade Gaza Sejak tahun 2007, Jalur Gaza berada di bawah blokade Israel, yang mengakibatkan krisis kemanusiaan yang parah. Rakyat Gaza menghadapi kesulitan dalam mendapatkan akses ke makanan, air bersih, dan layanan kesehatan. Blokade ini telah memicu protes dan ketegangan yang terus berlanjut. Harapan untuk Masa Depan Meskipun tantangan yang dihadapi rakyat Palestina sangat besar, harapan untuk masa depan yang lebih baik tetap ada. Banyak organisasi dan individu di seluruh dunia yang mendukung perjuangan rakyat Palestina, baik melalui advokasi, pendidikan, maupun bantuan kemanusiaan. Kesadaran global tentang isu Palestina semakin meningkat, dan banyak yang percaya bahwa solusi damai dapat dicapai melalui dialog dan negosiasi. Kesimpulan Perjuangan rakyat Palestina adalah kisah yang penuh dengan penderitaan, harapan, dan ketahanan. Dari sejarah panjang penjajahan hingga perjuangan di era modern, rakyat Palestina terus berjuang untuk hak-hak mereka dan untuk masa depan yang lebih baik. Meskipun tantangan yang dihadapi sangat besar, semangat perjuangan mereka tetap hidup, dan harapan untuk perdamaian dan keadilan terus menyala. *Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor : Ashifuddin Fikri Writer : Ashifuddin Fikri

14/03/2025 | Ashifuddin Fikri

Sejarah dan Hikmah di Balik Kewajiban Puasa Ramadhan
Sejarah dan Hikmah di Balik Kewajiban Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang telah baligh dan memenuhi syarat. Kewajiban ini tidak hanya memiliki nilai ibadah yang tinggi, tetapi juga mengandung sejarah dan hikmah yang mendalam. Artikel ini akan mengulas sejarah di balik kewajiban puasa Ramadhan serta hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya. Sejarah Kewajiban Puasa Ramadhan 1. Pra-Islam: Puasa dalam Tradisi Agama Sebelumnya Sebelum Islam datang, puasa sudah dikenal dalam tradisi agama-agama sebelumnya. Umat Yahudi, Nasrani, dan agama-agama lain juga menjalankan puasa sebagai bentuk ibadah dan penyesalan. Namun, bentuk dan tata caranya berbeda-beda. Dalam Islam, puasa diwajibkan sebagai bentuk ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah SWT. 2. Tahun Kedua Hijriyah: Kewajiban Puasa Ramadhan Kewajiban puasa Ramadhan ditetapkan pada tahun kedua Hijriyah, setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 183: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." Ayat ini menjadi dasar hukum kewajiban puasa Ramadhan bagi umat Islam. 3. Proses Penetapan Kewajiban Puasa Awalnya, umat Islam diwajibkan berpuasa selama tiga hari setiap bulan, yaitu pada hari-hari putih (ayyamul bidh). Kemudian, kewajiban ini diganti dengan puasa Ramadhan selama satu bulan penuh. Pada awalnya, umat Islam diperbolehkan berbuka puasa jika mereka tidak sanggup berpuasa, tetapi kemudian diwajibkan untuk berpuasa penuh kecuali bagi yang memiliki uzur syar'i. 4. Puasa sebagai Bentuk Syukur dan Ujian Puasa Ramadhan juga menjadi bentuk syukur umat Islam atas turunnya Al-Qur'an, yang pertama kali diturunkan pada malam Lailatul Qadar di bulan Ramadhan. Selain itu, puasa menjadi ujian keimanan dan ketakwaan bagi setiap muslim. Hikmah di Balik Kewajiban Puasa Ramadhan Puasa Ramadhan tidak hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga mengandung hikmah yang sangat dalam. Berikut adalah beberapa hikmah di balik kewajiban puasa Ramadhan: 1. Meningkatkan Ketakwaan Tujuan utama puasa Ramadhan adalah meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Dengan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, kita belajar untuk lebih dekat dengan Allah dan mengendalikan hawa nafsu. Ketakwaan ini tercermin dalam perilaku sehari-hari, seperti jujur, sabar, dan peduli terhadap sesama. 2. Melatih Kedisiplinan dan Pengendalian Diri Puasa mengajarkan kita untuk disiplin dalam mengatur waktu, pola makan, dan aktivitas sehari-hari. Kita juga belajar untuk mengendalikan diri dari hal-hal yang dilarang, seperti berkata kasar, marah, atau berbuat zalim. Kedisiplinan dan pengendalian diri ini sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. 3. Meningkatkan Empati dan Kepedulian Sosial Dengan merasakan lapar dan haus, kita menjadi lebih peka terhadap penderitaan orang lain, terutama mereka yang kurang mampu. Puasa mendorong kita untuk berbagi dengan sesama melalui sedekah, zakat, dan kegiatan sosial lainnya. Kepedulian ini membantu menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan saling mendukung. 4. Membersihkan Jiwa dan Raga Puasa Ramadhan tidak hanya membersihkan jiwa dari dosa-dosa, tetapi juga memberikan manfaat bagi kesehatan fisik. Dengan berpuasa, tubuh kita mengalami detoksifikasi alami, yang membantu mengeluarkan racun-racun dari dalam tubuh. Selain itu, puasa juga melatih kita untuk hidup sederhana dan tidak berlebihan. 5. Meningkatkan Kualitas Ibadah dan Spiritualita Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan ibadah, seperti shalat Tarawih, tadarus Al-Qur'an, dan dzikir. Aktivitas-aktivitas ini membantu kita untuk lebih dekat dengan Allah SWT dan meningkatkan kesadaran spiritual. Dengan meluangkan waktu untuk beribadah, kita dapat menemukan ketenangan batin dan tujuan hidup yang lebih jelas. 6. Menguatkan Hubungan dengan Allah dan Sesama Puasa Ramadhan mengajarkan kita untuk memperbaiki hubungan dengan Allah SWT melalui ibadah dan taubat, serta memperbaiki hubungan dengan sesama melalui silaturahmi dan memaafkan kesalahan orang lain. Hubungan yang baik dengan Allah dan sesama adalah kunci menuju kehidupan yang bahagia dan bermakna. 7. Membangun Kebiasaan Baik Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk membangun kebiasaan baik, seperti bangun lebih awal, membaca Al-Qur'an, dan berolahraga secara teratur. Kebiasaan-kebiasaan ini, jika dilakukan secara konsisten, dapat menjadi bagian dari gaya hidup kita bahkan setelah Ramadhan berakhir. 8. Mengajarkan Kesabaran dan Ketabahan Puasa mengajarkan kita untuk bersabar dalam menghadapi berbagai tantangan, seperti rasa lapar, haus, dan godaan hawa nafsu. Kesabaran ini sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama ketika menghadapi masalah atau kesulitan. 9. Meningkatkan Rasa Syukur Dengan merasakan lapar dan haus, kita menjadi lebih bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT, seperti makanan, minuman, dan kesehatan. Rasa syukur ini membantu kita untuk lebih menghargai apa yang kita miliki dan tidak mudah mengeluh. 10. Mempersiapkan Diri untuk Kehidupan yang Lebih Baik Puasa Ramadhan adalah momentum untuk melakukan evaluasi diri dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan. Dengan demikian, kita dapat mempersiapkan diri untuk kehidupan yang lebih baik di masa depan. Kesimpulan Puasa Ramadhan adalah ibadah yang sarat sejarah dan hikmah. Kewajiban ini tidak hanya mengajarkan kita untuk menahan lapar dan dahaga, tetapi juga melatih kedisiplinan, meningkatkan ketakwaan, dan memperbaiki hubungan dengan Allah dan sesama. Dengan memahami sejarah dan hikmah di balik kewajiban puasa Ramadhan, kita dapat menjalankan ibadah ini dengan lebih khusyuk dan bersungguh-sungguh. *Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor : Ashifuddin Fikri Writer : Nur Isnaini Masyithoh

14/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh

Ramadhan, Momentum Transformasi Diri Menuju Pribadi yang Lebih Baik
Ramadhan, Momentum Transformasi Diri Menuju Pribadi yang Lebih Baik
Bulan Ramadhan adalah waktu yang istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia. Ramadhan ialah bulan penuh berkah dan maghfirah. Ia juga menjadi momentum untuk melakukan transformasi diri. Puasa, ibadah, dan refleksi diri selama Ramadhan memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbaiki diri, meningkatkan kualitas hidup, dan menjadi pribadi yang lebih baik. 1. Puasa sebagai Sarana Melatih Kedisiplinan Puasa Ramadhan mengajarkan kita untuk disiplin dalam mengatur waktu, pola makan, dan aktivitas sehari-hari. Dengan menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal yang membatalkan puasa dari fajar hingga maghrib, kita belajar untuk mengendalikan hawa nafsu dan mengelola keinginan. Kedisiplinan ini tidak hanya bermanfaat selama Ramadhan, tetapi juga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam bekerja, belajar, atau menjalankan tanggung jawab. 2. Meningkatkan Aspek Spiritual dan Kedekatan kepada Allah Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan ibadah, seperti shalat Tarawih, tadarus Al-Qur'an, dan dzikir. Aktivitas-aktivitas ini membantu kita untuk lebih dekat dengan Allah SWT dan meningkatkan kesadaran spiritual. Dengan meluangkan waktu untuk beribadah dan merenungkan makna hidup, kita dapat menemukan ketenangan batin dan tujuan hidup yang lebih jelas. 3. Belajar Empati dan Kepedulian Sosial Puasa mengajarkan kita untuk merasakan lapar dan haus, yang pada gilirannya membuat kita lebih peka terhadap penderitaan orang lain. Ramadhan mendorong kita untuk berbagi dengan sesama melalui sedekah, zakat, dan kegiatan sosial lainnya. Kepedulian ini tidak hanya bermanfaat bagi penerima, tetapi juga membantu kita untuk menjadi pribadi yang lebih rendah hati dan bersyukur. 4. Mengendalikan Emosi dan Hawa Nafsu Salah satu hikmah besar Ramadhan adalah melatih kita untuk mengendalikan emosi dan hawa nafsu. Puasa mengajarkan kita untuk bersabar, tidak mudah marah, dan menahan diri dari akhlak yang buruk. Dengan mengendalikan emosi kita dapat membangun hubungan yang lebih harmonis dengan orang lain dan menciptakan lingkungan yang positif. 5. Membangun Kebiasaan Baik Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk membangun kebiasaan baik, seperti qiyamul lail, bangun lebih awal, membaca Al-Qur'an, dan berolahraga secara teratur. Kebiasaan-kebiasaan ini, jika dilakukan secara konsisten, dapat menjadi bagian dari gaya hidup kita bahkan setelah Ramadhan berakhir. Transformasi diri dimulai dari kebiasaan kecil yang dilakukan secara terus-menerus. 6. Refleksi Diri dan Evaluasi Hidup Ramadhan memberikan kesempatan untuk melakukan muhasabah (evaluasi diri). Kita dapat merenungkan apa yang telah kita lakukan selama ini, apa saja kesalahan yang perlu diperbaiki, dan bagaimana cara menjadi pribadi yang lebih baik. Refleksi diri ini membantu kita untuk lebih mengenal diri sendiri dan menentukan langkah-langkah positif ke depan. 7. Meningkatkan Kualitas Hubungan dengan Allah dan Sesama Ramadhan mengajarkan kita untuk memperbaiki hubungan dengan Allah SWT melalui ibadah dan taubat, serta memperbaiki hubungan dengan sesama melalui silaturahmi dan memaafkan kesalahan orang lain. Hubungan yang baik dengan Allah dan sesama adalah kunci menuju kehidupan yang bahagia dan bermakna. 8. Menemukan Makna Hidup yang Lebih Dalam Dengan mengurangi aktivitas duniawi dan fokus pada ibadah, Ramadhan membantu kita untuk merenungkan makna hidup yang sebenarnya. Kita belajar bahwa kebahagiaan tidak selalu berasal dari materi, tetapi dari ketenangan hati, rasa syukur, dan hubungan yang baik dengan Allah dan sesama. 9. Menjadi Pribadi yang Lebih Produktif Ramadhan mengajarkan kita untuk mengelola waktu dengan baik, memprioritaskan hal-hal yang penting, dan menghindari hal-hal yang sia-sia. Dengan demikian, kita dapat menjadi pribadi yang lebih produktif, baik dalam hal ibadah maupun aktivitas sehari-hari. 10. Membawa Perubahan Positif Setelah Ramadhan Transformasi diri selama Ramadhan tidak berakhir ketika bulan suci ini usai. Tujuan utama Ramadhan adalah menciptakan perubahan positif yang berkelanjutan. Dengan mempertahankan kebiasaan baik yang telah dibangun selama Ramadhan, kita dapat terus menjadi pribadi yang lebih baik sepanjang tahun. Kesimpulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan hikmah dan pelajaran berharga. Melalui puasa, ibadah, dan refleksi diri, kita dapat melakukan transformasi diri menuju pribadi yang lebih baik. Mari manfaatkan momentum Ramadhan ini untuk memperbaiki diri, meningkatkan kualitas hidup, dan meraih ridha Allah SWT. Semoga Ramadhan tahun ini menjadi awal dari perubahan positif yang membawa kita lebih dekat kepada-Nya. *Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor : Ashifuddin Fikri Writer : Nur Isnaini Masyithoh

14/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh

Bagaimana Hukum Zakat bagi Orang yang Meninggal di Bulan Ramadan?
Bagaimana Hukum Zakat bagi Orang yang Meninggal di Bulan Ramadan?
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki peranan penting dalam kehidupan umat Muslim. Kewajiban zakat tidak hanya berlaku bagi mereka yang hidup, tetapi juga memiliki implikasi bagi orang yang telah meninggal, terutama jika mereka meninggal di bulan Ramadan, bulan yang penuh berkah dan ampunan. Pembahasan ini akan mengupas hukum zakat bagi orang yang meninggal di bulan Ramadan, termasuk kewajiban zakat fitrah dan zakat mal, serta pandangan ulama mengenai hal ini. Zakat Fitrah dan Kewajibannya Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap Muslim menjelang Idul Fitri, sebagai bentuk pembersihan diri dan harta. Zakat fitrah biasanya dihitung berdasarkan jumlah anggota keluarga, termasuk bayi yang baru lahir. Dalam konteks orang yang meninggal di bulan Ramadan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: Jika seseorang meninggal sebelum Idul Fitri, maka zakat fitrah tetap wajib dikeluarkan. Keluarga atau wali dari orang yang meninggal tersebut berkewajiban untuk mengeluarkan zakat fitrah atas nama almarhum. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa zakat fitrah adalah kewajiban yang harus dipenuhi sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitri. Besaran zakat fitrah biasanya ditentukan berdasarkan kebutuhan pokok, seperti makanan pokok (beras, gandum, atau makanan lain yang umum dikonsumsi). Keluarga dapat menghitung zakat fitrah berdasarkan jumlah anggota keluarga, termasuk almarhum. Zakat Mal dan Kewajibannya Zakat mal adalah zakat yang dikeluarkan dari harta yang dimiliki, seperti uang, emas, perak, dan hasil pertanian. Kewajiban zakat mal berlaku bagi setiap Muslim yang telah memenuhi syarat tertentu, termasuk mencapai nisab (batas minimum harta yang dikenakan zakat). Dalam konteks orang yang meninggal, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: Jika seseorang meninggal dan memiliki harta yang mencapai nisab, maka zakat mal harus dikeluarkan dari harta tersebut. Keluarga atau ahli waris almarhum bertanggung jawab untuk mengeluarkan zakat mal sebelum membagikan harta warisan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa harta yang diwariskan telah dibersihkan dari kewajiban zakat. Keluarga atau ahli waris dapat menghitung zakat mal berdasarkan total harta yang dimiliki almarhum pada saat meninggal. Zakat mal biasanya dihitung sebesar 2,5% dari total harta yang dimiliki. Pengeluaran zakat mal ini harus dilakukan sebelum pembagian warisan kepada ahli waris. Pandangan Ulama Dalam hal ini, para ulama sepakat bahwa zakat fitrah dan zakat mal tetap menjadi kewajiban bagi orang yang meninggal, baik di bulan Ramadan maupun di bulan lainnya. Keluarga atau wali dari almarhum memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kewajiban zakat tersebut. Beberapa ulama juga menekankan pentingnya niat dalam mengeluarkan zakat, meskipun almarhum tidak dapat melakukannya secara langsung. Mengeluarkan zakat bagi orang yang telah meninggal, terutama di bulan Ramadan, memiliki implikasi sosial dan spiritual yang signifikan. Pertama, hal ini menunjukkan kepedulian keluarga terhadap kewajiban agama dan tanggung jawab sosial. Kedua, zakat yang dikeluarkan dapat menjadi amal jariyah bagi almarhum, yang pahalanya akan terus mengalir meskipun mereka telah meninggal. Ini adalah bentuk penghormatan dan kasih sayang dari keluarga kepada almarhum. Hukum zakat bagi orang yang meninggal di bulan Ramadan tetap berlaku, baik untuk zakat fitrah maupun zakat mal. Keluarga atau ahli waris memiliki tanggung jawab untuk mengeluarkan zakat tersebut sebagai bentuk penghormatan dan pemenuhan kewajiban agama. Dengan demikian, zakat yang dikeluarkan tidak hanya membersihkan harta, tetapi juga memberikan keberkahan dan pahala bagi almarhum, serta menjadi amal jariyah yang akan terus mengalir. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor: Ummi Kiftiyah

13/03/2025 | admin

Apakah Perantau Termasuk Kategori Fi Sabilillah yang Berhak Menerima Zakat?
Apakah Perantau Termasuk Kategori Fi Sabilillah yang Berhak Menerima Zakat?
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki peranan penting dalam kehidupan umat Muslim. Dalam konteks zakat, terdapat delapan asnaf (kategori penerima zakat) yang disebutkan dalam Al-Qur'an, salah satunya adalah fi sabilillah. Istilah fi sabilillah secara harfiah berarti "di jalan Allah" dan biasanya merujuk pada mereka yang berjuang di jalan Allah, baik dalam konteks dakwah, pendidikan, maupun kegiatan sosial. Pertanyaan yang muncul adalah apakah perantau termasuk dalam kategori fi sabilillah yang berhak menerima zakat. Pembahasan ini akan mengupas aspek hukum, pandangan ulama, serta implikasi sosial dari zakat bagi perantau. fi sabilillah mencakup berbagai aktivitas yang bertujuan untuk memperjuangkan agama Islam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ini termasuk: Pejuang di Jalan Allah: Mereka yang berperang untuk membela agama Islam. Pendidikan dan Dakwah: Mereka yang terlibat dalam penyebaran ilmu dan ajaran Islam. Kegiatan Sosial: Mereka yang bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti relawan dalam bencana alam atau program sosial. Perantau dalam Konteks Zakat Perantau adalah individu yang meninggalkan kampung halaman untuk mencari nafkah atau pendidikan di tempat lain. Dalam konteks zakat, perantau dapat dianggap sebagai kelompok yang berhak menerima zakat jika mereka memenuhi syarat tertentu. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah: Kondisi Ekonomi: Banyak perantau yang meninggalkan kampung halaman karena kondisi ekonomi yang sulit. Mereka mungkin mencari pekerjaan yang lebih baik atau pendidikan yang lebih tinggi untuk meningkatkan taraf hidup mereka dan keluarga. Dalam hal ini, perantau yang mengalami kesulitan ekonomi dapat dianggap sebagai penerima zakat yang sah. Niat dan Tujuan:Jika perantauan dilakukan dengan niat yang baik, seperti untuk mencari rezeki demi keluarga atau untuk menuntut ilmu, maka perantau tersebut dapat dianggap sebagai bagian dari fi sabilillah. Niat yang baik dalam mencari nafkah untuk keluarga adalah salah satu bentuk ibadah yang dihargai dalam Islam. Pandangan Ulama Para ulama memiliki pandangan yang beragam mengenai apakah perantau termasuk dalam kategori fi sabilillah. Beberapa ulama berpendapat bahwa perantau yang mencari nafkah untuk keluarganya dan berusaha untuk meningkatkan kualitas hidup mereka dapat dianggap sebagai bagian dari fi sabilillah. Mereka berargumen bahwa setiap usaha yang dilakukan untuk kebaikan dan kesejahteraan umat, termasuk mencari nafkah, adalah bagian dari perjuangan di jalan Allah. Namun, ada juga pendapat yang lebih ketat, yang menyatakan bahwa fi sabilillah lebih khusus ditujukan untuk mereka yang terlibat langsung dalam kegiatan dakwah dan perjuangan agama. Dalam hal ini, perantau mungkin tidak secara langsung termasuk dalam kategori tersebut, meskipun mereka tetap berhak menerima zakat jika berada dalam kondisi yang membutuhkan. Memberikan zakat kepada perantau yang membutuhkan memiliki implikasi sosial yang positif. Pertama, hal ini menunjukkan kepedulian masyarakat terhadap sesama, terutama kepada mereka yang berjuang untuk meningkatkan taraf hidup. Kedua, zakat yang diberikan dapat membantu perantau untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti tempat tinggal, makanan, dan pendidikan. Ini juga dapat mendorong mereka untuk lebih produktif dan berkontribusi pada masyarakat. Secara keseluruhan, perantau dapat dianggap sebagai kategori yang berhak menerima zakat, terutama jika mereka berada dalam kondisi ekonomi yang sulit dan memiliki niat yang baik dalam mencari nafkah. Meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai apakah perantau termasuk dalam kategori fi sabilillah, penting untuk memahami bahwa zakat adalah sarana untuk membantu mereka yang membutuhkan. Dengan memberikan zakat kepada perantau, kita tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor: Ummi Kiftiyah

13/03/2025 | admin

Bagaimana Hukum Zakat bagi Bayi yang Masih dalam Kandungan?
Bagaimana Hukum Zakat bagi Bayi yang Masih dalam Kandungan?
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki peranan penting dalam kehidupan umat Muslim. Zakat tidak hanya berfungsi sebagai kewajiban ibadah, tetapi juga sebagai sarana untuk membersihkan harta dan membantu sesama. Dalam konteks ini, muncul pertanyaan mengenai hukum zakat bagi bayi yang masih dalam kandungan. Pembahasan ini akan mengupas aspek hukum, pandangan ulama, serta implikasi sosial dari zakat bagi bayi yang belum lahir. Zakat adalah harta yang dikeluarkan oleh seorang Muslim yang telah memenuhi syarat tertentu, dengan tujuan untuk membersihkan harta dan membantu orang-orang yang membutuhkan. Kewajiban zakat biasanya dikenakan pada harta yang dimiliki, seperti uang, emas, perak, dan hasil pertanian. Dalam Islam, zakat memiliki dua jenis utama: zakat fitrah dan zakat mal. Zakat fitrah dikeluarkan pada bulan Ramadan menjelang Idul Fitri, sedangkan zakat mal dikeluarkan sepanjang tahun berdasarkan harta yang dimiliki. Pandangan Ulama tentang Zakat bagi Bayi dalam Kandungan Dalam konteks zakat bagi bayi yang masih dalam kandungan, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa zakat tidak diwajibkan atas bayi yang belum lahir, karena bayi tersebut belum memiliki harta atau kekayaan yang dapat dikenakan zakat. Menurut pandangan ini, kewajiban zakat hanya berlaku bagi individu yang telah mencapai usia baligh dan memiliki harta yang memenuhi syarat zakat. Namun, ada juga pendapat yang menyatakan bahwa zakat dapat dikenakan pada bayi yang masih dalam kandungan, terutama jika orang tua atau wali bayi tersebut memiliki harta yang cukup untuk dikeluarkan zakatnya. Dalam hal ini, zakat dianggap sebagai bentuk tanggung jawab orang tua terhadap anak yang akan lahir, sebagai upaya untuk membersihkan harta dan memberikan keberkahan bagi kehidupan anak tersebut. Zakat Fitrah untuk Bayi dalam Kandungan Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap Muslim menjelang Idul Fitri, dan biasanya dihitung berdasarkan jumlah anggota keluarga. Dalam hal ini, bayi yang masih dalam kandungan juga dapat diperhitungkan sebagai anggota keluarga. Beberapa ulama berpendapat bahwa orang tua wajib mengeluarkan zakat fitrah untuk bayi yang belum lahir, dengan alasan bahwa bayi tersebut juga berhak mendapatkan keberkahan dari zakat fitrah yang dikeluarkan. Mengeluarkan zakat bagi bayi yang masih dalam kandungan memiliki implikasi sosial yang positif. Pertama, hal ini menunjukkan kesadaran orang tua akan tanggung jawab mereka terhadap anak yang akan lahir. Dengan mengeluarkan zakat, orang tua tidak hanya membersihkan harta mereka, tetapi juga memberikan contoh yang baik bagi masyarakat tentang pentingnya berbagi dan membantu sesama. Kedua, zakat bagi bayi dalam kandungan dapat menjadi bentuk dukungan bagi lembaga zakat dan organisasi sosial yang berfokus pada kesejahteraan masyarakat. Dengan semakin banyaknya orang tua yang mengeluarkan zakat untuk bayi mereka, dana yang terkumpul dapat digunakan untuk membantu mereka yang membutuhkan, terutama dalam konteks kesehatan ibu dan anak. Secara keseluruhan, hukum zakat bagi bayi yang masih dalam kandungan masih menjadi perdebatan di kalangan ulama. Meskipun ada pendapat yang menyatakan bahwa zakat tidak diwajibkan, mengeluarkan zakat untuk bayi dalam kandungan dapat dianggap sebagai tindakan yang baik dan bermanfaat. Hal ini tidak hanya membersihkan harta orang tua, tetapi juga memberikan keberkahan dan dukungan bagi masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memahami dan melaksanakan kewajiban zakat dengan baik, termasuk dalam konteks bayi yang belum lahir. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Editor: Ummi Kiftiyah

13/03/2025 | admin

Menumbuhkan Kesadaran Sosial Sejak Dini melalui Zakat
Menumbuhkan Kesadaran Sosial Sejak Dini melalui Zakat
Kesadaran sosial merupakan aspek penting dalam membangun masyarakat yang peduli dan saling membantu. Salah satu cara efektif untuk menumbuhkan kesadaran sosial sejak dini adalah melalui pendidikan zakat. Zakat, sebagai salah satu rukun Islam, tidak hanya berfungsi sebagai ibadah, tetapi juga sebagai instrumen sosial yang dapat mengurangi kesenjangan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mengajarkan anak-anak tentang zakat sejak dini dapat membentuk karakter yang peduli dan empati terhadap sesama. Anak-anak yang memahami pentingnya zakat akan lebih peka terhadap kondisi sosial di sekitarnya. Mereka akan belajar bahwa berbagi dengan orang lain adalah bagian dari tanggung jawab sosial dan ibadah kepada Allah SWT. Salah satu cara mengajarkan zakat kepada anak adalah melalui cerita dan dongeng yang mengandung nilai-nilai zakat. Misalnya, kisah tentang anak yang berbagi mainan atau makanan dengan teman yang membutuhkan dapat menjadi sarana efektif untuk menanamkan nilai berbagi. Selain itu, praktik langsung juga sangat penting. Ajak anak untuk terlibat langsung dalam kegiatan zakat, seperti menyisihkan sebagian uang saku mereka untuk disumbangkan kepada yang membutuhkan. Dengan cara ini, anak-anak dapat merasakan langsung manfaat dari berbagi dan pentingnya membantu sesama. Dengan menanamkan nilai-nilai zakat sejak dini, diharapkan generasi mendatang akan tumbuh menjadi individu yang lebih peduli dan bertanggung jawab secara sosial. Mereka akan memahami bahwa zakat bukan sekadar kewajiban, tetapi juga sarana untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera. Menumbuhkan kesadaran sosial melalui zakat sejak dini adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik. Mari kita mulai dari keluarga kita sendiri dan jadikan zakat sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Penulis: Azkia Salsabila Editor: Ummi Kiftiyah

13/03/2025 | admin

Menggali Makna Zakat dalam Kehidupan Sehari-hari
Menggali Makna Zakat dalam Kehidupan Sehari-hari
Zakat adalah salah satu rukun Islam yang memiliki makna mendalam dalam kehidupan umat Muslim. Selain sebagai kewajiban, zakat juga merupakan sarana untuk menumbuhkan rasa kepedulian sosial dan solidaritas di antara sesama. Dalam kehidupan sehari-hari, zakat dapat menjadi jembatan untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera. Zakat sebagai Bentuk Kepedulian Sosial Zakat bukan hanya sekadar memberikan sebagian harta kepada yang membutuhkan, tetapi juga mencerminkan kepedulian kita terhadap sesama. Dengan menunaikan zakat, kita membantu mereka yang kurang beruntung, seperti fakir miskin, dan mereka yang memang berhak menerima zakat. Hal ini menciptakan ikatan sosial yang kuat dan memperkuat rasa kebersamaan dalam masyarakat. Ketika kita berbagi, kita tidak hanya memberikan materi, tetapi juga memberikan harapan dan semangat kepada mereka yang membutuhkan. Zakat dan Peningkatan Kesejahteraan Zakat juga berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Misalnya, BAZNAS Yogyakarta mengelola dana zakat untuk memberikan beasiswa kepada anak-anak kurang mampu, sehingga mereka dapat melanjutkan pendidikan. Selain itu, zakat juga dapat digunakan untuk modal usaha bagi mereka yang ingin memulai bisnis, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup mereka. Mengintegrasikan Zakat dalam Kehidupan Sehari-hari Menggali makna zakat dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan dengan cara yang sederhana. Setiap individu dapat mulai dengan menyisihkan sebagian dari penghasilan mereka untuk zakat. Selain itu, kita juga bisa mengajak keluarga dan teman-teman untuk bersama-sama menunaikan zakat. Dengan cara ini, kita tidak hanya menjalankan kewajiban agama, tetapi juga membangun kesadaran sosial di lingkungan sekitar. Zakat memiliki makna yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Ia bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan bentuk kepedulian dan solidaritas sosial. Dengan menunaikan zakat, kita berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera. Mari kita gali makna zakat dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kita dapat menjadi bagian dari perubahan positif di masyarakat. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Penulis: Azkia Salsabila Editor: Ummi Kiftiyah

13/03/2025 | admin

Memahami Peran Zakat dalam Kehidupan Modern
Memahami Peran Zakat dalam Kehidupan Modern
Zakat, sebagai salah satu rukun Islam, memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan umat Muslim, terutama di era modern ini. Dalam konteks kehidupan yang semakin kompleks, zakat tidak hanya berfungsi sebagai kewajiban agama, tetapi juga sebagai alat untuk menciptakan keadilan sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Zakat sebagai Instrumen Keadilan Sosial Di tengah kesenjangan ekonomi yang semakin lebar, zakat berfungsi sebagai instrumen untuk mengurangi ketidakadilan sosial. Dengan menunaikan zakat, kita membantu mereka yang kurang beruntung, seperti fakir miskin dan anak yatim. Zakat menjadi jembatan untuk mendistribusikan kekayaan dari yang mampu kepada yang membutuhkan. Dalam kehidupan modern, di mana banyak orang terjebak dalam kesibukan dan individualisme, zakat mengingatkan kita akan pentingnya kepedulian terhadap sesama. Zakat dan Teknologi Di era digital, zakat semakin mudah diakses dan ditunaikan. Banyak platform online yang memudahkan umat Muslim untuk menunaikan zakat secara cepat dan transparan. Misalnya, BAZNAS Yogyakarta menyediakan kemudahan transaksi zakat lewat website untuk masyarakat menunaikan, dan memantau zakat mereka dengan mudah. Dengan teknologi, kita dapat melihat langsung dampak dari zakat yang kita berikan, seperti program-program yang didanai oleh zakat dan penerima manfaatnya. Keuntungan menggunakan teknologi dalam zakat antara lain: Transparansi: Masyarakat dapat melihat bagaimana dana zakat digunakan dan siapa saja yang menerima manfaatnya. Kemudahan: Proses penyaluran zakat menjadi lebih cepat dan efisien, tanpa harus melalui proses yang rumit. Peningkatan Partisipasi: Dengan kemudahan akses, lebih banyak orang termotivasi untuk menunaikan zakat, sehingga potensi dana zakat yang terkumpul semakin besar. Memahami peran zakat dalam kehidupan modern sangatlah penting. Zakat bukan hanya sekadar kewajiban agama, tetapi juga merupakan alat untuk menciptakan keadilan sosial dan memberdayakan masyarakat. Dengan menunaikan zakat, kita berkontribusi dalam menciptakan dunia yang lebih baik dan lebih adil. Mari kita tingkatkan kesadaran akan pentingnya zakat dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kita dapat menjadi bagian dari perubahan positif di masyarakat. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Penulis: Azkia Salsabila Editor: Ummi Kiftiyah

13/03/2025 | admin

Zakat dan Kepedulian Sosial
Zakat dan Kepedulian Sosial
Zakat adalah salah satu bentuk kepedulian sosial yang sangat penting dalam Islam. Sebagai kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu, zakat berfungsi untuk membantu mereka yang kurang beruntung dan menciptakan keseimbangan sosial. Dalam masyarakat, zakat berperan sebagai jembatan antara yang kaya dan yang miskin, mendorong solidaritas dan kepedulian di antara anggota komunitas. Melalui zakat, individu yang memiliki kelebihan harta dapat memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan, seperti fakir, miskin, dan anak yatim. Ini bukan hanya sekadar tindakan amal, tetapi juga merupakan bagian dari tanggung jawab sosial yang harus dipenuhi oleh setiap Muslim. Dengan menunaikan zakat, seseorang tidak hanya membersihkan hartanya, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat. Zakat juga dapat digunakan untuk mendukung berbagai program sosial, seperti pendidikan, kesehatan, dan pengembangan ekonomi. Dengan demikian, zakat tidak hanya memberikan bantuan langsung, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan masyarakat yang lebih baik. Dalam konteks ini, zakat menjadi instrumen yang efektif untuk mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Kepedulian sosial yang ditunjukkan melalui zakat mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan dan solidaritas yang diajarkan dalam Islam. Oleh karena itu, setiap Muslim diharapkan untuk menyadari pentingnya zakat dan berkomitmen untuk menunaikannya sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama. ===================== *Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id Penulis: Saffanatussa'idiyah Editor: Ummi Kiftiyah

13/03/2025 | admin

Fidyah dalam Perspektif Ekonomi dan Distribusi Kekayaan
Fidyah dalam Perspektif Ekonomi dan Distribusi Kekayaan
Fidyah, sebagai salah satu aspek dalam ajaran Islam, tidak hanya memiliki dimensi spiritual, tetapi juga memiliki implikasi yang signifikan dalam perspektif ekonomi dan distribusi kekayaan. Dalam konteks ini, fidyah dapat dilihat sebagai alat untuk menciptakan keseimbangan dalam masyarakat, mengurangi ketimpangan sosial, dan meningkatkan kesejahteraan bersama. Dengan memahami fidyah dari sudut pandang ekonomi, kita dapat melihat bagaimana praktik ini berkontribusi pada pembangunan masyarakat yang lebih adil dan berkelanjutan. Secara ekonomi, fidyah berfungsi sebagai mekanisme redistribusi kekayaan. Ketika individu yang tidak dapat berpuasa memberikan fidyah, mereka secara tidak langsung berkontribusi pada kesejahteraan orang lain, terutama mereka yang kurang mampu. Dalam hal ini, fidyah menjadi sarana untuk mengalirkan sumber daya dari individu yang lebih mampu kepada mereka yang membutuhkan. Ini sejalan dengan prinsip keadilan sosial yang diajarkan dalam Islam, di mana setiap individu memiliki hak untuk mendapatkan akses terhadap kebutuhan dasar. Praktik fidyah juga dapat membantu mengurangi kemiskinan di masyarakat. Dalam banyak kasus, individu yang memberikan fidyah adalah mereka yang memiliki kelebihan rezeki. Dengan memberikan fidyah, mereka tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi pada pengentasan kemiskinan. Hal ini menciptakan efek domino, di mana bantuan yang diberikan dapat meningkatkan kualitas hidup orang-orang yang menerima fidyah, sehingga mereka dapat berkontribusi kembali kepada masyarakat. Penulis:Putri Khodijah Editor:M. Kausari Kaidani

13/03/2025 | Putri Khodijah

Sejarah dan Evolusi Praktik Fidyah di Berbagai Budaya
Sejarah dan Evolusi Praktik Fidyah di Berbagai Budaya
Fidyah, sebagai konsep dalam Islam, memiliki akar yang dalam dalam sejarah dan tradisi berbagai budaya. Praktik fidyah tidak hanya terbatas pada satu konteks budaya, tetapi telah mengalami evolusi seiring dengan perkembangan masyarakat. Dalam perjalanan sejarahnya, fidyah telah menjadi simbol dari kepedulian sosial dan tanggung jawab individu terhadap komunitas. Untuk memahami lebih dalam tentang fidyah, penting untuk menelusuri sejarah dan evolusinya di berbagai budaya. Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, fidyah telah menjadi bagian integral dari praktik ibadah umat Islam. Dalam konteks awal Islam, fidyah diberikan sebagai kompensasi bagi mereka yang tidak dapat berpuasa karena alasan tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa fidyah bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan bentuk solidaritas terhadap mereka yang mengalami kesulitan. Dalam masyarakat awal Islam, fidyah menjadi sarana untuk membantu mereka yang kurang mampu, sehingga menciptakan rasa saling memiliki di antara anggota komunitas. Seiring berjalannya waktu, praktik fidyah mulai diadopsi oleh berbagai budaya di luar konteks Islam. Dalam banyak tradisi, konsep berbagi dan memberikan bantuan kepada yang membutuhkan telah ada jauh sebelum munculnya Islam. Misalnya, dalam budaya Hindu, terdapat praktik memberikan makanan kepada orang yang membutuhkan sebagai bentuk amal. Begitu pula dalam tradisi Kristen, di mana memberi kepada yang miskin dianggap sebagai tindakan yang mulia. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai kepedulian sosial dan berbagi telah menjadi bagian dari banyak budaya di seluruh dunia. Evolusi praktik fidyah juga terlihat dalam cara masyarakat modern mengimplementasikannya. Di era globalisasi, fidyah tidak hanya dipahami sebagai kewajiban individu, tetapi juga sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan. Penulis:Putri Khodijah Editor:M. Kausari Kaidani

13/03/2025 | Putri Khodijah

Fidyah dan Peranannya dalam Membangun Solidaritas Komunitas
Fidyah dan Peranannya dalam Membangun Solidaritas Komunitas
Fidyah merupakan salah satu konsep dalam Islam yang memiliki makna mendalam, terutama dalam konteks sosial. Secara umum, fidyah adalah kompensasi yang diberikan oleh seseorang yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa, baik karena alasan kesehatan, perjalanan, atau sebab lainnya. Namun, lebih dari sekadar kewajiban individu, fidyah memiliki peran penting dalam membangun solidaritas komunitas. Dalam masyarakat yang saling mendukung, fidyah menjadi jembatan untuk memperkuat ikatan antaranggota, menciptakan rasa kepedulian, dan meningkatkan kesejahteraan bersama. Ketika seseorang tidak dapat berpuasa, fidyah menjadi sarana untuk berbagi rezeki dengan mereka yang membutuhkan. Dalam hal ini, fidyah bukan hanya sekadar pengganti puasa, tetapi juga merupakan bentuk kepedulian terhadap sesama. Dengan memberikan fidyah, seseorang berkontribusi pada pengentasan kemiskinan dan membantu mereka yang kurang beruntung. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya berbagi dan saling membantu dalam komunitas. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman bahwa harta yang kita miliki adalah amanah yang harus dibagikan kepada yang membutuhkan. Praktik fidyah juga menciptakan kesadaran kolektif di dalam masyarakat. Ketika individu-individu dalam komunitas saling memberikan fidyah, mereka tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga membangun rasa saling memiliki. Ini menciptakan lingkungan di mana setiap orang merasa diperhatikan dan dihargai. Penulis:Putri Khodijah Editor:M. Kausari Kaidani

13/03/2025 | Putri Khodijah

Macam Ragam Fidyah di Nusantara: Tradisi dan Praktik dalam Berbagai Budaya
Macam Ragam Fidyah di Nusantara: Tradisi dan Praktik dalam Berbagai Budaya
Fidyah, sebagai bentuk pengganti puasa bagi mereka yang tidak mampu, memiliki beragam tradisi dan praktik di Nusantara yang dipengaruhi oleh budaya lokal. Di Indonesia, pelaksanaan fidyah tidak hanya sekadar memenuhi kewajiban ibadah, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai sosial dan kearifan lokal. 1. Fidyah Berupa Makanan Pokok Di banyak daerah, seperti Jawa, fidyah sering diberikan dalam bentuk beras. Masyarakat percaya bahwa memberikan makanan pokok adalah cara terbaik untuk membantu mereka yang membutuhkan. 2. Fidyah Berupa Uang Di kota-kota besar, fidyah sering disalurkan dalam bentuk uang tunai. Ini memberikan fleksibilitas bagi penerima untuk memenuhi kebutuhan mereka sesuai dengan situasi. 3. Fidyah dalam Bentuk Paket Sembako Beberapa komunitas mengemas fidyah dalam bentuk paket sembako yang berisi kebutuhan pokok, seperti beras, minyak, dan gula, untuk membantu meringankan beban ekonomi masyarakat. 4. Fidyah Berupa Kegiatan Amal Di beberapa daerah, fidyah diinterpretasikan sebagai sumbangan untuk kegiatan sosial, seperti pengobatan gratis atau pendidikan bagi anak-anak kurang mampu. Ragam fidyah di Nusantara menunjukkan kekayaan budaya dan kepedulian sosial yang tinggi. Setiap bentuk fidyah mencerminkan semangat berbagi dan solidaritas dalam masyarakat, menjadikan fidyah sebagai sarana untuk memperkuat ikatan sosial. Sumber: 1. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah (2:184-185). 2. Hasan, A. (2020). Praktik Fidyah di Nusantara: Tradisi dan Inovasi. Jurnal Studi Islam, 15(2), 45-60. 3. Rahman, F. (2021). Kepedulian Sosial dalam Pelaksanaan Fidyah: Perspektif Budaya Nusantara. Jurnal Ekonomi Syariah, 10(1), 23-35. Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana Editor: M. Kausari Kaidani

13/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana

Fidyah dan Godaan Konsumerisme: Menemukan Makna di Balik Kewajiban
Fidyah dan Godaan Konsumerisme: Menemukan Makna di Balik Kewajiban
Fidyah, sebagai pengganti puasa bagi mereka yang tidak mampu, memiliki makna yang mendalam dalam konteks ibadah dan tanggung jawab sosial. Namun, di era konsumerisme yang semakin mendominasi, pelaksanaan fidyah sering kali terpengaruh oleh godaan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan gaya hidup yang berlebihan. Godaan ini dapat mengalihkan perhatian dari esensi fidyah sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama. Konsumerisme mendorong individu untuk lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan material, sering kali mengabaikan kewajiban spiritual. Dalam konteks ini, fidyah menjadi ujian bagi ketakwaan seseorang. Apakah kita mampu mengutamakan kepentingan orang lain di atas keinginan pribadi? Menemukan makna di balik fidyah berarti menyadari bahwa setiap butir nasi yang disalurkan bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga simbol kasih sayang dan solidaritas. Dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya niat dan keikhlasan, kita dapat melawan godaan konsumerisme. Fidyah seharusnya menjadi sarana untuk memperkuat ikatan sosial dan meningkatkan kepedulian terhadap mereka yang kurang beruntung. Dalam menjalankan kewajiban ini, kita tidak hanya memenuhi syariat, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat. Sumber: 1. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah (2:184-185). 2. Hasan, A. (2020). Fidyah dan Konsumerisme: Tantangan dalam Ibadah Modern. Jurnal Ekonomi Syariah, 12(3), 67-80. 3. Rahman, F. (2021). Kepedulian Sosial dalam Praktik Fidyah: Menghadapi Godaan Zaman. Jurnal Studi Islam, 18(1), 15-30. Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana Editor: M. Kausari Kaidani

13/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana

Takwa dalam Setiap Butir Nasi: Memahami Esensi Fidyah di Era Modern
Takwa dalam Setiap Butir Nasi: Memahami Esensi Fidyah di Era Modern
Fidyah, sebagai pengganti puasa bagi mereka yang tidak mampu, memiliki makna yang lebih dalam daripada sekadar kewajiban ritual. Dalam konteks modern, fidyah menjadi simbol ketakwaan yang mencerminkan kepedulian sosial dan tanggung jawab terhadap sesama. Setiap butir nasi yang disalurkan melalui fidyah bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga harapan dan kasih sayang bagi mereka yang membutuhkan. Di era modern, tantangan kemiskinan dan ketidakadilan sosial semakin kompleks. Oleh karena itu, pelaksanaan fidyah harus dilakukan dengan kesadaran penuh akan esensi takwa. Takwa, yang berarti kesadaran akan kehadiran Allah dalam setiap tindakan, mendorong individu untuk tidak hanya memenuhi kewajiban, tetapi juga untuk memastikan bahwa fidyah yang diberikan tepat sasaran dan bermanfaat. Dengan memanfaatkan teknologi dan platform digital, distribusi fidyah dapat dilakukan dengan lebih efisien, menjangkau mereka yang benar-benar membutuhkan. Ini adalah langkah penting dalam menjaga esensi fidyah sebagai bentuk ketakwaan yang relevan di zaman sekarang. Melalui fidyah, kita tidak hanya memenuhi kewajiban, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat. Sumber: 1. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah (2:184-185). 2. Hasan, A. (2020). Fidyah dan Takwa: Relevansi dalam Kehidupan Modern. Jurnal Studi Islam, 15(2), 45-60. 3. ahman, F. (2021). Pemberdayaan Masyarakat Melalui Fidyah: Tantangan dan Peluang. Jurnal Ekonomi Syariah, 10(1), 23-35. Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana Editor: M. Kausari Kaidani

13/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana

Info Rekening Zakat

Info Rekening Zakat

Mari tunaikan zakat Anda dengan mentransfer ke rekening zakat.

BAZNAS

Info Rekening Zakat