Berita Terbaru
Fidyah: Sebuah Bentuk Kesabaran dalam Menghadapi Keterbatasan Ibadah
Fidyah adalah bentuk kompensasi yang diberikan oleh individu yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan karena alasan tertentu, seperti sakit, usia lanjut, atau kondisi lainnya.
Dalam konteks ini, fidyah bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan manifestasi dari kesabaran dalam menghadapi keterbatasan ibadah.
Ketika seseorang tidak dapat berpuasa, mereka dihadapkan pada tantangan spiritual dan emosional.
Fidyah menjadi sarana untuk mengekspresikan kesabaran dan keikhlasan dalam menerima keadaan.
Dalam Islam, sabar adalah salah satu sifat yang sangat dihargai. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar" (QS. Al-Baqarah: 153).
Dengan membayar fidyah, individu menunjukkan sikap sabar dan tawakal, menerima keterbatasan mereka sambil tetap berusaha memenuhi kewajiban agama.
Pembayaran fidyah juga mencerminkan kepedulian terhadap sesama.
Dengan memberikan fidyah kepada yang membutuhkan, individu tidak hanya membersihkan diri dari kewajiban, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat.
Hal ini menciptakan siklus positif di mana kesabaran dan kepedulian saling mendukung.
Dengan demikian, fidyah bukan hanya sekadar pengganti puasa, tetapi juga merupakan bentuk latihan kesabaran yang mendalam.
Proses ini mengajarkan individu untuk menerima keterbatasan dengan lapang dada dan tetap berusaha untuk berbuat baik, meskipun dalam keadaan yang sulit.
Sumber:
1. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah: 153.
2. Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya Ulum al-Din.
3. Al-Mawardi, Abu al-Hasan. Al-Hawi al-Kabir.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
BERITA16/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Tawakal dalam Pembayaran Fidyah: Menerima Ketebatasan dengan Syukur
Tawakal, dalam konteks Islam, adalah sikap berserah diri kepada Allah setelah berusaha.
Dalam hal pembayaran fidyah, tawakal menjadi sangat relevan, terutama bagi mereka yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa karena alasan tertentu, seperti sakit atau usia lanjut.
Fidyah bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan bentuk penerimaan terhadap keterbatasan yang dihadapi.
Ketika seseorang membayar fidyah, mereka menunjukkan sikap tawakal dengan menerima keadaan yang tidak memungkinkan mereka untuk berpuasa.
Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman, "Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya" (QS. At-Talaq: 3).
Ayat ini menegaskan bahwa dengan tawakal, individu akan mendapatkan pertolongan dan kecukupan dari Allah.
Pembayaran fidyah juga mencerminkan rasa syukur.
Dengan memberikan fidyah, individu tidak hanya membersihkan diri dari kewajiban, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan orang lain.
Hal ini menciptakan siklus positif di mana tawakal dan syukur saling mendukung, memperkuat iman dan ketahanan spiritual.
Dengan demikian, tawakal dalam pembayaran fidyah mengajarkan kita untuk menerima keterbatasan dengan lapang dada, sambil tetap berusaha untuk berbuat baik.
Proses ini memperdalam hubungan kita dengan Allah dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya bersyukur dalam setiap keadaan.
Sumber:
1. Al-Qur'an, Surah At-Talaq: 3.
2. Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya Ulum al-Din.
3. Ibn Kathir, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
BERITA16/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Fidyah dalam Perspektif Lingkungan: Membangun Kesadaran akan Sampah dan Tanggung Jawab Sosial
Fidyah, sebagai bentuk kompensasi bagi mereka yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa, memiliki dimensi yang lebih luas dalam konteks sosial dan lingkungan.
Dalam Islam, setiap amal yang dilakukan harus disertai dengan niat yang baik, termasuk dalam hal pembayaran fidyah.
Dengan membayar fidyah, individu tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga dapat berkontribusi pada pengurangan masalah sosial, termasuk isu sampah.
Sampah menjadi salah satu tantangan terbesar di masyarakat modern.
Pembayaran fidyah dapat diarahkan untuk mendukung program-program yang berfokus pada pengelolaan sampah dan lingkungan.
Misalnya, dana fidyah dapat digunakan untuk inisiatif pembersihan lingkungan, pengurangan sampah plastik, atau pendidikan masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan.
Dengan demikian, fidyah tidak hanya berfungsi sebagai pengganti puasa, tetapi juga sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Dalam Al-Qur'an, Allah SWT mengingatkan kita untuk tidak merusak bumi: "Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya" (QS. Al-A'raf: 56).
Ayat ini menekankan pentingnya menjaga lingkungan sebagai bagian dari tanggung jawab kita sebagai umat manusia.
Dengan mengaitkan fidyah dengan isu lingkungan, kita dapat menciptakan dampak positif yang lebih besar, sekaligus menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga bumi untuk generasi mendatang.
Sumber:
1. Al-Qur'an, Surah Al-A'raf: 56.
2. Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya Ulum al-Din.
3. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Program Pengelolaan Sampah Nasional.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
BERITA16/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Optimalisasi Fidyah dalam Mengatasi Kemiskinan: Analisis Potensi dan Tantangan di Indonesia
Fidyah, sebagai salah satu instrumen dalam Islam, memiliki potensi besar dalam penanggulangan kemiskinan di Indonesia.
Fidyah adalah kompensasi yang diberikan oleh individu yang tidak mampu berpuasa, dan dana yang terkumpul dapat digunakan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.
Dalam konteks ini, optimalisasi fidyah dapat dilakukan melalui beberapa strategi.
Pertama, pendistribusian yang tepat sasaran sangat penting.
Data yang akurat mengenai penerima manfaat harus dikumpulkan untuk memastikan bahwa fidyah mencapai mereka yang benar-benar membutuhkan.
Kedua, kolaborasi dengan lembaga sosial dan pemerintah dapat meningkatkan efektivitas program fidyah.
Lembaga zakat dan organisasi non-pemerintah dapat berperan dalam mengelola dan mendistribusikan fidyah secara efisien.
Namun, tantangan tetap ada.
Kurangnya kesadaran masyarakat tentang fidyah dan cara penggunaannya menjadi hambatan.
Selain itu, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana fidyah juga perlu ditingkatkan untuk membangun kepercayaan masyarakat.
Dengan pendekatan yang tepat, fidyah dapat menjadi alat yang efektif dalam mengurangi kemiskinan di Indonesia, memberikan harapan baru bagi mereka yang kurang beruntung.
Sumber:
1. Mardani, A. (2020). Fidyah dan Pemberdayaan Ekonomi Umat. Jurnal Ekonomi Islam.
2. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). (2021). Laporan Tahunan Penyaluran Zakat dan Fidyah.
3. Rahman, A. (2019). Optimalisasi Fidyah dalam Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Sosial dan Humaniora.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
BERITA16/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Fidyah dan Transformasi Sosial: Mempersiapkan Generasi Mendatang untuk Menjadi Agen Perubahan
Fidyah, sebagai salah satu bentuk amal dalam Islam, memiliki potensi besar dalam mendorong transformasi sosial dan mempersiapkan generasi mendatang untuk menjadi agen perubahan.
Dalam konteks ini, fidyah tidak hanya berfungsi sebagai kompensasi bagi mereka yang tidak mampu berpuasa, tetapi juga sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran sosial dan solidaritas di masyarakat.
Dengan mengoptimalkan pengelolaan fidyah, dana yang terkumpul dapat digunakan untuk program-program pemberdayaan masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan pelatihan keterampilan.
Hal ini akan memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk mengembangkan potensi mereka dan berkontribusi positif terhadap masyarakat.
Selain itu, melalui pendidikan tentang fidyah dan tanggung jawab sosial, generasi mendatang dapat dibentuk menjadi individu yang peduli dan aktif dalam mengatasi masalah sosial.
Namun, tantangan seperti kurangnya pemahaman tentang fidyah dan pengelolaan yang tidak transparan perlu diatasi.
Dengan kolaborasi antara lembaga zakat, pemerintah, dan masyarakat, fidyah dapat menjadi instrumen yang efektif dalam menciptakan perubahan sosial yang berkelanjutan.
Sumber:
1. Mardani, A. (2020). Fidyah dan Pemberdayaan Ekonomi Umat. Jurnal Ekonomi Islam.
2. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). (2021). Laporan Tahunan Penyaluran Zakat dan Fidyah.
3. Rahman, A. (2019). Fidyah dan Transformasi Sosial: Mempersiapkan Generasi Muda untuk Perubahan. Jurnal Sosial dan Humaniora.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
BERITA16/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Mengapa Pembayaran Fidyah Harus Segera Dilakukan di Setengah Bulan Ramadhan?
Pembayaran fidyah merupakan kewajiban bagi mereka yang tidak mampu berpuasa, dan kesegeraan dalam pelaksanaannya di setengah bulan Ramadhan sangat penting.
Pertama, momen spiritual Ramadhan adalah waktu yang penuh berkah, di mana amal ibadah dilipatgandakan.
Dengan membayar fidyah lebih awal, individu dapat merasakan manfaat spiritual dan mendekatkan diri kepada Allah.
Kedua, pembayaran fidyah yang segera memungkinkan dana tersebut segera disalurkan kepada yang membutuhkan.
Di tengah bulan Ramadhan, banyak orang yang mengalami kesulitan ekonomi, dan dengan membayar fidyah lebih awal, kita dapat membantu mereka memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan dan tempat tinggal.
Ketiga, kesadaran sosial juga meningkat ketika masyarakat melihat tindakan nyata dari sesama.
Pembayaran fidyah yang cepat dapat mendorong orang lain untuk beramal, menciptakan efek domino dalam kedermawanan.
Dengan demikian, membayar fidyah di setengah bulan Ramadhan bukan hanya memenuhi kewajiban, tetapi juga merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan spiritual.
Sumber:
1. Mardani, A. (2020). Fidyah dan Pemberdayaan Ekonomi Umat. Jurnal Ekonomi Islam.
2. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). (2021). Laporan Tahunan Penyaluran Zakat dan Fidyah.
3. Rahman, A. (2019). Urgensi Pembayaran Fidyah di Bulan Ramadhan. Jurnal Sosial dan Humaniora.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
BERITA16/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Maksimalkan Pembayaran Fidyah: Cara Efisien Melalui BAZNAS
Pembayaran fidyah merupakan kewajiban bagi mereka yang tidak mampu berpuasa, dan BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) menyediakan platform yang efisien untuk melaksanakan kewajiban ini.
Berikut adalah beberapa cara untuk memaksimalkan pembayaran fidyah Anda melalui BAZNAS.
Pertama, gunakan aplikasi BAZNAS.
Aplikasi ini memungkinkan Anda untuk melakukan pembayaran fidyah secara cepat dan mudah.
Anda hanya perlu mengunduh aplikasi, mendaftar, dan mengikuti langkah-langkah yang ada untuk menyelesaikan transaksi.
Kedua, manfaatkan website resmi BAZNAS.
Melalui situs web, Anda dapat menemukan informasi lengkap mengenai fidyah, termasuk jumlah yang harus dibayarkan dan cara penyalurannya.
Pembayaran dapat dilakukan melalui transfer bank yang terintegrasi dengan sistem BAZNAS.
Ketiga, ikuti program-program spesial yang ditawarkan BAZNAS selama bulan Ramadhan.
Program ini sering kali mencakup penyaluran fidyah yang lebih terarah dan efisien, sehingga dana Anda dapat segera membantu mereka yang membutuhkan.
Dengan memanfaatkan layanan BAZNAS, Anda tidak hanya memenuhi kewajiban, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat secara efektif.
Sumber:
1. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). (2021). Panduan Pembayaran Fidyah.
2. Mardani, A. (2020). Fidyah dan Pemberdayaan Ekonomi Umat. Jurnal Ekonomi Islam.
3. Rahman, A. (2019). Optimalisasi Pembayaran Fidyah Melalui BAZNAS. Jurnal Sosial dan Humaniora.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
BERITA16/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Kewajiban Fidyah: Menyelesaikan Pembayaran untuk Tahun Terlewat dan Tahun Ini
Fidyah adalah bentuk kompensasi yang wajib dibayarkan oleh umat Islam yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan karena alasan tertentu, seperti sakit atau perjalanan jauh.
Kewajiban ini bertujuan untuk memberikan makanan kepada orang-orang yang membutuhkan sebagai pengganti puasa yang terlewat.
Bagi mereka yang belum membayar fidyah untuk tahun-tahun sebelumnya, penting untuk segera menyelesaikannya.
Pembayaran fidyah tidak hanya merupakan kewajiban agama, tetapi juga bentuk kepedulian sosial terhadap sesama.
Dalam konteks tahun ini, umat Islam diharapkan untuk memperhatikan kewajiban ini dengan lebih serius, terutama di tengah tantangan yang dihadapi oleh banyak orang akibat krisis ekonomi.
Untuk menghitung jumlah fidyah yang harus dibayarkan, biasanya ditentukan berdasarkan harga makanan pokok di daerah masing-masing.
Sebagai contoh, jika satu porsi makanan dihargai sekitar Rp 15.000, maka untuk satu hari puasa yang terlewat, fidyah yang harus dibayarkan adalah Rp 15.000.
Jika ada beberapa hari puasa yang terlewat, jumlah tersebut harus dikalikan dengan jumlah hari yang tidak dipenuhi.
Dengan menyelesaikan kewajiban fidyah, umat Islam tidak hanya memenuhi perintah agama, tetapi juga berkontribusi dalam membantu mereka yang kurang beruntung.
Oleh karena itu, mari kita pastikan untuk menyelesaikan pembayaran fidyah untuk tahun yang terlewat dan tahun ini dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Sumber:
1. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah (2:184-185).
2. Hadis Nabi Muhammad SAW tentang fidyah.
3. Buku "Fidyah dan Kewajiban Puasa" oleh Dr. Ahmad Zainuddin.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
BERITA16/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Membatalkan Puasa Tanpa Uzur dengan Sengaja: Apakah Kena Kafarat?
Puasa Ramadhan adalah salah satu rukun Islam yang memiliki kedudukan agung dalam syariat. Ibadah ini diwajibkan bagi setiap Muslim yang telah baligh, berakal, sehat, serta tidak memiliki halangan syar'i. Allah SWT menegaskan kewajiban puasa dalam firman-Nya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183)
Namun, dalam praktiknya, terdapat sebagian orang yang sengaja membatalkan puasa tanpa alasan yang dibenarkan syariat, seperti makan, minum, atau melakukan hal-hal yang membatalkan puasa secara sadar dan tanpa uzur. Timbul pertanyaan, apakah orang tersebut dikenai kafarat sebagaimana halnya orang yang membatalkan puasa dengan berhubungan suami istri?
Artikel ini akan membahas persoalan tersebut dengan rinci, berdasarkan dalil-dalil syar’i dan pendapat para ulama.
Pengertian Kafarat
Secara bahasa, kafarat berarti penebus dosa atau denda. Dalam konteks fikih puasa, kafarat adalah konsekuensi syar’i yang dikenakan kepada seseorang yang melakukan pelanggaran tertentu selama bulan Ramadhan, berupa:
1. Memerdekakan budak (tidak berlaku saat ini).
2. Jika tidak mampu, maka berpuasa dua bulan berturut-turut,
3. Jika tidak mampu juga, maka memberi makan 60 orang miskin.
Kafarat ini disebutkan dalam hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
"Seorang laki-laki datang kepada Nabi saw. lalu berkata, ‘Aku telah binasa! Aku menggauli istriku di siang hari Ramadhan.’ Maka Rasulullah saw. bersabda, ‘Merdekakan seorang budak.’ Ia menjawab, ‘Aku tidak mampu.’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Kalau begitu, berpuasalah dua bulan berturut-turut.’ Ia berkata, ‘Aku tidak mampu.’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Berilah makan 60 orang miskin.’" (HR. Bukhari no. 1936, Muslim no. 1111)
Membatalkan Puasa dengan Sengaja Tanpa Uzur
Perbuatan membatalkan puasa dengan sengaja tanpa uzur, seperti:
Makan dan minum dengan sengaja,
Merokok,
Memasukkan sesuatu ke dalam rongga tubuh dengan sengaja,
Semuanya adalah tindakan yang jelas-jelas membatalkan puasa dan termasuk dosa besar, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama. Dalil keharamannya merujuk kepada kewajiban menjaga puasa dan larangan melanggar aturan Allah:
"...Maka barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa..." (QS. Al-Baqarah: 185)
Namun, apakah tindakan tersebut mengharuskan kafarat?
Pendapat Para Ulama
Mayoritas Ulama (Jumhur)
Mayoritas ulama dari madzhab Syafi’i, Maliki, dan Hanbali berpendapat bahwa:
Membatalkan puasa dengan makan atau minum secara sengaja hanya mengharuskan QADHA dan TAUBAT, tanpa kafarat. Dalilnya:
Hadis yang sahih tentang kafarat hanya secara eksplisit menyebutkan orang yang berhubungan suami istri di siang hari Ramadhan. Tidak ada riwayat sahih dari Rasulullah saw. yang memerintahkan kafarat bagi orang yang membatalkan puasa karena makan/minum. Menurut mereka, pelanggaran tersebut cukup diobati dengan:
Qadha puasa sebanyak hari yang ditinggalkan,
Bertaubat sungguh-sungguh,
Tidak mengulangi perbuatan tersebut.
Madzhab Hanafi
Berbeda dengan jumhur, madzhab Hanafi berpendapat lebih tegas:
Orang yang sengaja membatalkan puasa dengan makan, minum, atau selain hubungan suami istri, tetap wajib kafarat, sebagaimana orang yang menggauli istrinya.
Dalil mereka:
Analogi (qiyas) antara makan/minum dengan hubungan suami istri karena keduanya termasuk tindakan membatalkan puasa secara sengaja dan melanggar kesucian ibadah. Memandang beratnya dosa meninggalkan puasa Ramadhan tanpa alasan, sehingga memerlukan tebusan berat (kafarat) untuk menghapusnya.
Perbedaan Dasar Antara Makan/Minum dan Hubungan Suami Istri
Mengapa mayoritas ulama tidak mewajibkan kafarat bagi orang yang makan dan minum dengan sengaja?
Dalil yang Jelas dan Terbatas
Hadis shahih yang memerintahkan kafarat hanya disebutkan dalam konteks hubungan suami istri. Nabi saw. tidak menyinggung makan atau minum dalam hadis tersebut, padahal itu adalah tindakan umum yang bisa saja terjadi. Karena itu, para ulama berhenti pada teks hadis tersebut (ta’abbudi).
Tingkat Pelanggaran
Berhubungan suami istri dianggap pelanggaran berat karena:
Selain membatalkan puasa, juga menyalahi hikmah puasa yang bertujuan menahan syahwat. Rasulullah saw. memberikan hukuman kafarat berat sebagai bentuk ta'zir (pencegahan) agar tidak terjadi peremehan terhadap ibadah puasa. Sedangkan makan/minum, meskipun dosa, tidak setingkat beratnya dalam konteks syariat.
Konsekuensi Bagi yang Membatalkan Puasa dengan Sengaja
Meskipun tidak dikenai kafarat menurut mayoritas ulama, tetap saja:
Wajib Mengqadha Puasa
Orang yang membatalkan puasa dengan makan/minum secara sengaja harus mengganti di hari lain sesuai firman Allah:
"...Maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkan itu, pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: 184-185)
Bertaubat dengan Sungguh-sungguh
Membatalkan puasa tanpa alasan syar'i termasuk dosa besar, sebagaimana disebut dalam hadis:
"Barang siapa berbuka satu hari di bulan Ramadhan tanpa uzur dan tanpa sakit, maka tidak akan cukup baginya untuk mengganti hari itu meskipun ia berpuasa sepanjang tahun." (HR. Abu Dawud, no. 2396; Tirmidzi no. 723, dinilai hasan shahih oleh Tirmidzi.
Ini menunjukkan besarnya dosa membatalkan puasa dengan sengaja.
Kesimpulan
Apakah orang yang membatalkan puasa dengan makan atau minum tanpa uzur terkena kafarat?
Menurut mayoritas ulama (Syafi’i, Maliki, Hanbali): Tidak wajib kafarat, cukup QADHA + TAUBAT.
Menurut madzhab Hanafi: Wajib kafarat seperti orang yang berhubungan suami istri.
Meskipun pendapat yang kuat adalah pendapat jumhur (tidak wajib kafarat), dosa membatalkan puasa Ramadhan tanpa uzur adalah sangat besar. Karena itu, seorang Muslim yang terlanjur melakukannya harus:
Segera bertaubat dengan taubat nasuha.
Mengqadha puasa yang ditinggalkan sebelum Ramadhan berikutnya.
Editor : Ibnu
BERITA16/03/2025 | Ibnu
Puasa Bolong, Tebusannya Mahal: Mengurai Kafarat Ramadhan dari Perspektif Syari'at dan Moralitas
Pernahkah terlintas di benak kita, mengapa syariat Islam menetapkan kafarat bagi pelanggaran puasa Ramadhan tertentu? Bukan sekadar pengganti atau formalitas denda, kafarat justru membawa pesan moral yang dalam. Ia menjadi simbol bahwa tidak semua kesalahan bisa “dimaklumi” begitu saja, apalagi jika kesalahan tersebut dilakukan di bulan penuh kemuliaan. Namun, apakah kafarat sebatas hukuman, atau ada nilai etis dan sosial di baliknya? Artikel ini mengajak Anda melihat kafarat Ramadhan secara kritis, melebihi sekadar "denda" yang sering kita pahami.
Kafarat: Sekadar Denda atau Evaluasi Diri?
Secara definisi, kafarat berasal dari kata kafara yang berarti tebusan. Dalam syariat, kafarat adalah kewajiban tertentu untuk menebus pelanggaran berat, khususnya di bulan Ramadhan, seperti membatalkan puasa dengan hubungan suami istri secara sengaja.
Hadis masyhur dari Abu Hurairah meriwayatkan tentang seorang sahabat yang mendatangi Nabi saw. dan mengaku berhubungan intim dengan istrinya di siang hari Ramadhan. Rasulullah saw. tidak sekadar memarahi, tetapi memberikan tiga opsi bertahap:
Merdekakan budak
Jika tidak mampu, puasa dua bulan berturut-turut
Jika tidak mampu juga, memberi makan 60 orang miskin
Perhatikan: ketiga bentuk kafarat ini tidak ringan. Lalu, mengapa syariat menetapkan tebusan yang berat seperti ini?
Lebih dari Sekadar Hukum: Ada Nilai di Balik Kafarat
Ada tiga pesan utama di balik ketentuan kafarat Ramadhan:
Mendidik Kesadaran Tanggung Jawab
Kafarat bukan sekadar hukuman, tapi sarana agar pelanggar memahami bahwa ibadah bukan ritual kosong. Saat seseorang memilih berhubungan suami istri di siang Ramadhan, ia melanggar kontrak spiritual dengan Allah. Maka, tebusannya juga menuntut tanggung jawab sosial (membebaskan budak/membantu fakir) atau tanggung jawab fisik (puasa 2 bulan non-stop). Tidak ada “jalan pintas”.
Menghormati Kesucian Ramadhan
Bulan Ramadhan bukan sekadar waktu menahan lapar. Ia adalah madrasah untuk mengasah spiritualitas, menundukkan syahwat, serta meningkatkan empati sosial. Melanggar aturan di bulan ini adalah bentuk penghinaan terhadap bulan suci. Oleh karena itu, kafarat mengandung pesan keras: jangan sepelekan bulan ini!
Keterlibatan Sosial dalam Ibadah
Menariknya, salah satu bentuk kafarat adalah memberi makan 60 orang miskin. Ini menunjukkan bahwa Islam memadukan ibadah individu dengan kepedulian sosial. Kesalahan personal ditebus dengan memberi manfaat pada masyarakat. Secara tidak langsung, kafarat adalah mekanisme mengembalikan keseimbangan sosial akibat pelanggaran spiritual.
Apakah Semua Pelanggaran Puasa Kena Kafarat?
Nah, inilah poin menarik. Mayoritas ulama (Syafi’i, Maliki, Hanbali) menegaskan bahwa kafarat hanya wajib untuk pelanggaran berupa hubungan suami istri secara sengaja di siang hari Ramadhan. Dalilnya jelas, sebab hanya itu yang disebutkan dalam hadis.Sementara pelanggaran lain, seperti:
Makan atau minum dengan sengaja
Merokok
Mengeluarkan mani dengan sengaja (selain jima’)
…cukup ditebus dengan qadha dan taubat, tanpa kafarat.
Namun, madzhab Hanafi berbeda. Mereka berpandangan bahwa semua pembatalan puasa secara sengaja mengharuskan kafarat karena alasan analogi (qiyas). Makan/minum dengan sengaja dianggap setara beratnya dengan hubungan suami istri karena keduanya sama-sama melanggar puasa secara frontal.
Kritisnya di sini: Apakah logika Hanafi ini lebih “keras”, atau justru lebih konsisten menjaga kehormatan Ramadhan? Sebab, dalam realita hari ini, banyak orang berani makan di siang Ramadhan tanpa alasan syar’i, seolah-olah itu perkara ringan.
Mengapa Hukuman Berat Tidak Berlaku untuk Semua Pelanggaran?
Pertanyaan ini penting. Mengapa syariat tidak mewajibkan kafarat untuk makan/minum dengan sengaja, padahal jelas dosa besar?
Jawabannya terletak pada ta'abbudi (ketaatan tanpa perlu rasionalisasi). Rasulullah saw. secara eksplisit hanya menetapkan kafarat untuk hubungan suami istri. Hukum Islam sifatnya berhenti pada dalil (tawaqquf), bukan berdasarkan logika semata. Ada hikmah di balik diamnya Nabi saw. dalam kasus makan/minum, yang mungkin karena pelanggaran syahwat seksual dianggap lebih berat melanggar maqashid puasa.
Kafarat: Beban atau Jalan Taubat?
Dalam konteks hari ini, banyak yang menganggap kafarat terlalu berat, bahkan nyaris “tidak realistis” karena: Tidak ada budak yang bisa dimerdekakan, Puasa dua bulan penuh dianggap sulit, Memberi makan 60 orang miskin membutuhkan biaya besar.
Namun, justru di sinilah letak nilai edukatif kafarat. Islam ingin mengajarkan bahwa:
Ibadah itu bukan main-main.
Dosa tidak cukup ditebus dengan istighfar verbal.
Setiap pelanggaran butuh kesungguhan dalam bertaubat.
Kafarat bukan hukuman sadis, melainkan pintu untuk menebus kesalahan dengan sungguh-sungguh. Bahkan, opsi paling “ringan” yaitu memberi makan 60 orang miskin tetap berdampak sosial besar.
Pesan Moral Kafarat bagi Era Modern
Apa relevansi kafarat Ramadhan di era modern? Jawabannya: kafarat adalah simbol perlawanan terhadap budaya permisif dan menormalisasi pelanggaran ibadah. Di tengah maraknya sikap santai terhadap puasa—bahkan terang-terangan makan di siang hari—syariat mengingatkan bahwa pelanggaran ada konsekuensinya, bukan sekadar urusan pribadi antara manusia dan Tuhannya. Lebih dari itu, kafarat juga mengingatkan:
Ibadah tidak boleh dipisahkan dari tanggung jawab sosial.
Dosa tidak cukup dimaafkan tanpa ada usaha konkret memperbaiki.
Penutup
Kafarat Ramadhan bukan sekadar denda, tetapi cerminan dari bagaimana Islam memandang serius kesucian ibadah. Bagi pelanggar, kafarat adalah kesempatan untuk introspeksi dan menebus dosa, bukan sekadar “beban syariat”. Sementara bagi masyarakat, ketentuan kafarat menjadi pengingat bahwa ada nilai moral yang tidak bisa ditawar dalam menjaga kesucian Ramadhan.
Di tengah zaman di mana pelanggaran sering dianggap sepele, kafarat adalah pesan keras: Ibadah itu mahal, pelanggarannya juga mahal tebusannya.
Editor : Ibnu
?
BERITA16/03/2025 | Ibnu
Barang-barang yang Tidak Bisa untuk Zakat
Dalam Islam, zakat adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat. Namun, tidak semua barang dapat dijadikan objek zakat. Barang-barang yang tidak bisa untuk zakat meliputi barang-barang yang tidak memiliki nilai ekonomi atau tidak memenuhi kriteria zakat. Pertama, barang-barang pribadi yang digunakan sehari-hari, seperti pakaian, perabot rumah tangga, dan kendaraan pribadi, tidak dikenakan zakat. Ini karena barang-barang tersebut dianggap sebagai kebutuhan pokok dan bukan sebagai harta yang dapat diperdagangkan.
Kedua, barang-barang yang tidak menghasilkan, seperti barang koleksi atau barang antik yang tidak dijual, juga tidak dikenakan zakat. Meskipun barang-barang ini mungkin memiliki nilai sentimental atau kolektibilitas, mereka tidak memenuhi syarat sebagai harta yang dikenakan zakat. Selain itu, harta yang diperoleh dari sumber yang haram, seperti hasil perjudian atau korupsi, juga tidak dapat dijadikan objek zakat. Dalam hal ini, zakat tidak hanya berfungsi sebagai kewajiban finansial, tetapi juga sebagai bentuk pembersihan harta dari sumber yang tidak halal. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memahami barang-barang yang tidak dapat dijadikan zakat agar dapat menunaikan kewajiban ini dengan benar dan sesuai dengan syariat.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Penulis: Saffanatussa'idiyah
Editor: Ummi Kiftiyah
BERITA16/03/2025 | admin
Jika Kelebihan Harta Tapi Tidak Pernah Zakat
Kelebihan harta adalah kondisi di mana seseorang memiliki lebih banyak aset atau uang daripada kebutuhan pokoknya. Dalam Islam, memiliki kelebihan harta seharusnya menjadi kesempatan untuk berbagi dan membantu sesama melalui zakat. Namun, banyak orang yang memiliki kelebihan harta tetapi tidak pernah menunaikan zakat. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti ketidaktahuan tentang kewajiban zakat, rasa enggan untuk berbagi, atau bahkan keserakahan.
Tidak menunaikan zakat meskipun memiliki kelebihan harta dapat membawa dampak negatif, baik secara spiritual maupun sosial. Secara spiritual, seseorang yang tidak menunaikan zakat akan kehilangan berkah dari harta yang dimilikinya. Dalam Al-Qur'an, Allah menegaskan bahwa zakat adalah pembersih harta dan jiwa. Tanpa zakat, harta yang dimiliki bisa menjadi sumber masalah dan kesulitan. Secara sosial, tidak menunaikan zakat dapat memperburuk kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin. Zakat berfungsi untuk mendistribusikan kekayaan dan membantu mereka yang membutuhkan, sehingga ketidakadilan sosial dapat diminimalisir.
Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk menyadari kewajiban zakat dan menunaikannya secara rutin. Dengan menunaikan zakat, seseorang tidak hanya membersihkan hartanya, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat dan mendapatkan pahala dari Allah.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Penulis: Saffanatussa'idiyah
Editor: Ummi Kiftiyah
BERITA16/03/2025 | admin
Bagaimana Hukum Zakat yang Tidak Dibayar? Simak Jawabannya
Zakat adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang telah memenuhi syarat tertentu. Namun, bagaimana jika seseorang tidak membayar zakat? Apakah ada konsekuensi dalam hukum Islam? Artikel ini akan membahas hukum tidak membayar zakat berdasarkan dalil-dalil syariat dan pandangan ulama.
1. Zakat sebagai Kewajiban dalam Islam
Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah syahadat dan salat. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
“Dan dirikanlah salat serta tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.”
(QS. Al-Baqarah: 43)
Hadis Rasulullah SAW juga menegaskan kewajiban zakat:
“Islam dibangun atas lima perkara: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadan, dan berhaji bagi yang mampu.” (HR. Bukhari & Muslim)
Dari ayat dan hadis ini, jelas bahwa zakat adalah ibadah wajib yang tidak boleh ditinggalkan.
2. Hukum Tidak Membayar Zakat
Hukum bagi orang yang tidak membayar zakat terbagi menjadi dua kondisi:
Menolak kewajiban zakat secara sengaja
Jika seseorang dengan sadar menolak zakat dan tidak mengakuinya sebagai kewajiban, maka menurut ijma’ ulama, ia bisa dianggap keluar dari Islam (murtad). Hal ini karena ia telah mengingkari salah satu rukun Islam yang utama. Allah SWT berfirman:
“… Dan celakalah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya. (Yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka ingkar terhadap kehidupan akhirat.” (QS. Fushshilat(41): 6-7)
Lalai atau menunda pembayaran zakat
Jika seseorang mengakui kewajiban zakat tetapi dengan sengaja menunda atau tidak membayarnya, maka ia berdosa besar.
“… Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih. (Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. At-Taubah (9): 34-35).
Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang Allah berikan harta namun ia tidak membayar zakatnya, maka pada hari kiamat hartanya akan berubah menjadi ular besar berkepala botak yang akan membelitnya dan menggigitnya.” (HR. Bukhari)
Ulama sepakat bahwa mereka yang menunda zakat tanpa alasan yang benar tetap wajib mengeluarkannya meskipun sudah lewat waktu.
3. Konsekuensi bagi yang Tidak Membayar Zakat
Tidak membayar zakat tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada masyarakat secara luas. Berikut beberapa akibatnya:
Siksaan di Akhirat: Seperti disebutkan dalam dalam Al-Qur’an, harta yang tidak dizakati akan menjadi azab bagi pemiliknya di hari kiamat.
Hartanya Tidak Berkah: Harta yang tidak dizakati cenderung cepat habis dan tidak membawa keberkahan dalam kehidupan pemiliknya.
Dampak Sosial: Zakat bertujuan untuk membantu kaum fakir miskin dan yang berhak menerimanya. Jika zakat tidak ditunaikan, maka dapat berpotensi mengurangi kesejahteraan sosial.
4. Cara Bertaubat bagi yang Tidak Membayar Zakat
Bagi mereka yang telah lama meninggalkan zakat, ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk bertaubat:
Menyesali perbuatan: Sadar bahwa meninggalkan zakat adalah dosa besar dan bertekad untuk tidak mengulanginya.
Membayar zakat yang tertunda: Wajib menghitung dan mengeluarkan zakat dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dibayar.
Memohon ampun kepada Allah SWT: Berdoa agar Allah menerima taubat dan memberikan kesempatan untuk memperbaiki diri.
5. Bayar Zakat dengan Mudah di BAZNAS Kota Yogyakarta
Untuk mempermudah pembayaran zakat, BAZNAS Kota Yogyakarta menyediakan berbagai layanan pembayaran zakat secara langsung maupun online. Dengan menyalurkan zakat melalui lembaga resmi, Anda memastikan bahwa zakat Anda tersalurkan dengan tepat kepada yang berhak menerimanya.
???? Bayar zakat sekarang melalui website resmi BAZNAS Kota Yogyakarta dan raih keberkahan dalam hidup Anda!
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Penulis: Azkia Salsabila
Editor: Ummi Kiftiyah
BERITA16/03/2025 | admin
Bolehkah Zakat Diberikan kepada Saudara atau Keluarga? Ini Penjelasannya
Zakat merupakan salah satu kewajiban dalam Islam yang bertujuan untuk membersihkan harta dan membantu mereka yang berhak menerimanya. Namun, banyak yang bertanya, apakah zakat boleh diberikan kepada saudara atau keluarga sendiri? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita pahami ketentuan penerima zakat berdasarkan syariat Islam.
Siapa yang Berhak Menerima Zakat?
Dalam Al-Qur'an, Allah SWT telah menetapkan delapan golongan penerima zakat dalam Surah At-Taubah ayat 60:
Fakir (orang yang tidak memiliki harta dan penghasilan mencukupi).
Miskin (orang yang memiliki penghasilan tetapi tidak mencukupi kebutuhan dasar).
Amil (pengelola zakat).
Mualaf (orang yang baru masuk Islam dan membutuhkan dukungan).
Riqab (hamba sahaya yang ingin memerdekakan diri).
Gharim (orang yang memiliki hutang dan kesulitan membayarnya).
Fi Sabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah, seperti dakwah atau pendidikan Islam).
Ibnu Sabil (musafir yang kehabisan bekal dalam perjalanan).
Dari daftar ini, jika saudara atau keluarga Anda masuk ke dalam salah satu kategori di atas, maka mereka berhak menerima zakat.
Saudara atau Keluarga yang Boleh Menerima Zakat
Dalam Islam, memberikan zakat kepada keluarga diperbolehkan jika mereka termasuk dalam golongan yang berhak menerimanya dan bukan termasuk orang yang wajib kita nafkahi. Misalnya:
Saudara kandung, paman, bibi, atau keponakan yang miskin atau fakir, dan tidak memiliki kecukupan ekonomi.
Orang tua atau saudara yang terlilit utang (gharim) dan tidak mampu membayarnya.
Kerabat yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil) dan membutuhkan bantuan.
Jika mereka memenuhi kriteria tersebut, Anda boleh menyalurkan zakat kepada mereka.
Keluarga yang Tidak Boleh Menerima Zakat
Meskipun zakat bisa diberikan kepada keluarga, ada beberapa anggota keluarga yang tidak boleh menerimanya, yaitu:
Orang tua (ayah dan ibu) – karena anak wajib menafkahi mereka, bukan memberi zakat.
Anak kandung – sebab orang tua bertanggung jawab atas kebutuhan mereka.
Suami atau istri – karena suami wajib menafkahi istrinya, dan harta istri tetap miliknya sendiri.
Untuk anggota keluarga seperti ini, jika mereka membutuhkan bantuan, lebih baik diberikan dalam bentuk sedekah atau nafkah, bukan zakat.
Zakat boleh diberikan kepada saudara atau keluarga jika mereka termasuk dalam delapan golongan penerima zakat yang disebutkan dalam Al-Qur'an. Namun, zakat tidak boleh diberikan kepada orang tua, anak kandung, dan pasangan suami-istri karena mereka memiliki kewajiban nafkah dari keluarganya.
Jika Anda masih ragu, Anda bisa menyalurkan zakat melalui lembaga resmi seperti BAZNAS Yogyakarta, yang akan memastikan bahwa zakat Anda disalurkan dengan benar kepada mereka yang berhak menerimanya.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Penulis: Azkia Salsabila
Editor: Ummi Kiftiyah
BERITA16/03/2025 | admin
Keutamaan Membayar Zakat Tepat Waktu
Zakat adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu, sebagai bentuk kepedulian sosial dan penyucian harta. Namun, masih banyak orang yang menunda pembayaran zakat dengan berbagai alasan. Padahal, menunaikan zakat tepat waktu memiliki banyak keutamaan dan manfaat, baik secara spiritual maupun sosial.
Mengapa Zakat Harus Dibayar Tepat Waktu?
Dalam Islam, zakat wajib dibayarkan ketika sudah mencapai nisab dan haul (batas waktu satu tahun untuk zakat mal). Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
"Dan dirikanlah shalat serta tunaikanlah zakat, dan berikanlah pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik. Dan apa saja yang kamu usahakan untuk dirimu berupa kebaikan, niscaya kamu akan mendapatkannya di sisi Allah sebagai balasan yang lebih baik dan lebih besar pahalanya." (QS. Al-Muzzammil: 20)
Dari ayat ini, jelas bahwa zakat bukan hanya kewajiban, tetapi juga bentuk investasi akhirat yang memiliki balasan besar dari Allah SWT.
Keutamaan Membayar Zakat Tepat Waktu
Mendapat Pahala yang Lebih Besar
Zakat yang dibayarkan tepat waktu mencerminkan ketaatan kepada Allah SWT dan menunjukkan kepedulian terhadap sesama. Semakin cepat zakat dikeluarkan, semakin besar manfaat yang bisa dirasakan oleh penerima zakat.
Mencegah Hutang Zakat
Menunda zakat dapat menyebabkan akumulasi kewajiban yang semakin besar. Jika seseorang menunda hingga tahun berikutnya, ia tetap memiliki tanggungan zakat yang harus dibayarkan, bahkan bisa bertambah jika penghasilan terus meningkat.
Membantu Mereka yang Membutuhkan
Zakat yang ditunda berarti menunda hak orang-orang yang berhak menerimanya, seperti fakir, miskin, dan golongan lainnya. Dengan membayar zakat tepat waktu, kita membantu mereka memenuhi kebutuhan dasar dengan lebih cepat.
Menjaga Keberkahan Harta
Rasulullah SAW bersabda:
"Lindungi hartamu dengan zakat, obati orang-orang sakit di antara kalian dengan sedekah, dan siapkan doa untuk menghadapi bencana." (HR. Ath-Thabrani)
Zakat berfungsi sebagai penyuci harta dan penjaga keberkahannya. Menunda zakat bisa menyebabkan keberkahan dalam harta berkurang.
Mencegah Sikap Kikir dan Lalai
Menunda zakat bisa membuat seseorang terbiasa menyepelekan kewajiban agama. Jika terus dilakukan, bisa muncul sifat kikir dan lalai dalam menjalankan ibadah lainnya.
Bagaimana Cara Membayar Zakat dengan Mudah dan Tepat Waktu?
Agar zakat bisa ditunaikan tepat waktu dan tanpa hambatan, berikut beberapa cara yang bisa dilakukan:
? Hitung zakat Anda secara rutin – Gunakan kalkulator zakat online di situs BAZNAS Kota Yogyakarta untuk memudahkan perhitungan.
? Sisihkan harta sejak dini – Setiap bulan, sisihkan sebagian harta untuk zakat agar tidak terasa berat saat tiba waktunya.
? Gunakan layanan zakat online – Anda bisa membayar zakat kapan saja dan di mana saja melalui BAZNAS Kota Yogyakarta secara online di https://baznas.go.id/bayarzakat
? Niatkan untuk menunaikan zakat secepatnya – Jangan menunggu hingga akhir tahun, segera tunaikan begitu nisab dan haul tercapai.
Menunaikan zakat tepat waktu adalah bentuk ketaatan kepada Allah SWT dan bukti kepedulian terhadap sesama. Keutamaan membayar zakat tepat waktu meliputi mendapatkan pahala besar, menjaga keberkahan harta, membantu yang membutuhkan, serta menghindari sikap lalai dan kikir.
Jangan tunda kewajiban zakat Anda! Salurkan zakat melalui BAZNAS Kota Yogyakarta agar lebih aman, mudah, dan tepat sasaran.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Penulis: Azkia Salsabila
Editor: Ummi Kiftiyah
BERITA16/03/2025 | admin
Apakah Zakat Harus Ada Akadnya?
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat. Dalam pelaksanaannya, terdapat berbagai pertanyaan yang sering muncul, salah satunya adalah apakah zakat harus ada akadnya? Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam mengenai hal ini.
Pengertian Zakat
Zakat adalah harta yang dikeluarkan oleh seorang Muslim untuk diberikan kepada yang berhak, dengan tujuan untuk membersihkan harta dan membantu sesama. Zakat terbagi menjadi dua jenis, yaitu zakat fitrah dan zakat mal. Zakat fitrah dikeluarkan pada bulan Ramadan menjelang Idul Fitri, sedangkan zakat mal dikeluarkan dari harta yang dimiliki, seperti uang, emas, dan hasil pertanian.
Akad dalam Zakat
Akad dalam istilah fiqh berarti perjanjian atau kesepakatan yang mengikat antara dua pihak. Dalam konteks zakat, akad dapat diartikan sebagai niat dan kesepakatan untuk mengeluarkan zakat. Namun, apakah akad ini wajib ada dalam pelaksanaan zakat?
Pendapat Ulama
Sebagian ulama berpendapat bahwa akad dalam zakat tidaklah wajib. Mereka berargumen bahwa zakat adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap Muslim, dan niat untuk mengeluarkan zakat sudah cukup sebagai bentuk kesungguhan dalam melaksanakan kewajiban tersebut. Dalam hal ini, niat merupakan bagian penting yang harus ada saat mengeluarkan zakat.
Namun, ada juga ulama yang berpendapat bahwa akad diperlukan dalam zakat, terutama untuk zakat mal. Mereka berargumen bahwa akad dapat memberikan kepastian dan kejelasan mengenai harta yang dikeluarkan sebagai zakat. Dengan adanya akad, diharapkan penerima zakat dapat memahami bahwa harta yang diterima adalah zakat dan bukan sumbangan biasa.
Praktik di Masyarakat
Dalam praktiknya, banyak masyarakat yang mengeluarkan zakat tanpa formalitas akad. Mereka cukup berniat dalam hati dan mengeluarkan zakat kepada yang berhak. Misalnya, seseorang yang memberikan uang kepada fakir miskin dengan niat sebagai zakat, meskipun tanpa adanya perjanjian tertulis atau lisan.
Namun, di beberapa lembaga zakat, sering kali terdapat proses formal yang melibatkan akad. Misalnya, saat seseorang menyetorkan zakatnya ke lembaga zakat, biasanya akan ada bukti setoran yang menunjukkan bahwa harta tersebut adalah zakat. Ini bertujuan untuk memberikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan zakat.
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa akad dalam zakat tidaklah wajib, tetapi sangat dianjurkan untuk memberikan kejelasan dan kepastian. Niat yang tulus untuk mengeluarkan zakat sudah cukup sebagai bentuk pelaksanaan kewajiban. Namun, dalam konteks pengelolaan zakat yang lebih formal, adanya akad dapat membantu dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas.
Sebagai umat Muslim, penting bagi kita untuk memahami dan melaksanakan zakat dengan baik, baik dari segi niat maupun cara pelaksanaannya. Dengan demikian, zakat yang kita keluarkan dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi penerima dan menjadi berkah bagi kita sebagai pemberi.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor: Ummi Kiftiyah
BERITA16/03/2025 | admin
Bagaimana Jika Membayar Zakat Namun Waktunya Telah Berlalu?
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat. Zakat fitrah, khususnya, adalah zakat yang dikeluarkan pada bulan Ramadan dan harus dibayarkan sebelum shalat Idul Fitri. Namun, ada kalanya seseorang tidak dapat membayar zakat fitrah tepat waktu. Pertanyaan yang sering muncul adalah, "Bagaimana jika membayar zakat namun waktunya telah berlalu?" Artikel ini akan membahas hal tersebut secara mendalam.
Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap Muslim menjelang Idul Fitri. Tujuan dari zakat fitrah adalah untuk membersihkan jiwa dan harta, serta membantu mereka yang kurang mampu agar dapat merayakan hari raya dengan layak. Besaran zakat fitrah biasanya ditentukan dalam bentuk makanan pokok, seperti beras, atau dalam bentuk uang yang setara dengan nilai makanan tersebut.
Waktu pembayaran zakat fitrah adalah mulai dari awal bulan Ramadan hingga sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitri. Jika zakat fitrah dibayarkan setelah shalat Idul Fitri, maka zakat tersebut tidak dianggap sah sebagai zakat fitrah, tetapi bisa dianggap sebagai sedekah biasa. Oleh karena itu, penting untuk memahami konsekuensi dari keterlambatan dalam pembayaran zakat fitrah.
Apa yang Terjadi Jika Zakat Fitrah Dibayar Setelah Waktu?
Status Zakat: Jika seseorang membayar zakat fitrah setelah waktu yang ditentukan, zakat tersebut tidak akan dianggap sebagai zakat fitrah. Sebagai gantinya, pembayaran tersebut akan dianggap sebagai sedekah. Meskipun sedekah tetap memiliki nilai dan pahala, namun tidak memenuhi kewajiban zakat fitrah yang seharusnya dibayarkan.
Kewajiban untuk Membayar: Meskipun zakat fitrah yang dibayarkan setelah waktu tidak sah, individu tersebut tetap memiliki kewajiban untuk membayar zakat fitrah. Oleh karena itu, disarankan untuk tetap membayar zakat fitrah meskipun sudah melewati waktu, agar kewajiban tersebut dapat dipenuhi.
Niat dan Keikhlasan: Dalam Islam, niat dan keikhlasan sangat penting. Jika seseorang membayar zakat fitrah setelah waktu dengan niat untuk memenuhi kewajiban dan membantu sesama, maka Allah akan melihat niat tersebut. Meskipun tidak dianggap sebagai zakat fitrah, sedekah yang dikeluarkan dengan niat yang baik tetap akan mendapatkan pahala.
Membayar zakat fitrah setelah waktu yang ditentukan tidak memenuhi syarat sebagai zakat fitrah, tetapi tetap merupakan tindakan baik yang dapat dianggap sebagai sedekah. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk berusaha membayar zakat fitrah tepat waktu. Jika terlewat, tetaplah membayar zakat tersebut dengan niat yang tulus, dan ingatlah bahwa Allah selalu melihat usaha dan niat baik kita. Semoga kita semua dapat memenuhi kewajiban zakat dengan baik dan mendapatkan keberkahan dari-Nya.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor: Ummi Kiftiyah
BERITA16/03/2025 | admin
Pembayaran Zakat Fitrah dengan Uang: Sebuah Tinjauan
Zakat fitrah adalah salah satu kewajiban bagi setiap Muslim yang harus ditunaikan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Zakat ini bertujuan untuk membersihkan jiwa dan harta, serta membantu mereka yang kurang mampu agar dapat merayakan hari kemenangan dengan layak. Tradisionalnya, zakat fitrah dibayarkan dalam bentuk bahan makanan, seperti beras atau kurma. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, pembayaran zakat fitrah dengan uang semakin populer. Artikel ini akan membahas bagaimana pembayaran zakat fitrah dengan uang dapat dilakukan dan pertimbangan-pertimbangan yang perlu diperhatikan.
Dasar Hukum Pembayaran Zakat Fitrah dengan Uang
Dalam Islam, zakat fitrah memiliki tujuan untuk membantu orang-orang yang membutuhkan, terutama pada saat Idul Fitri. Meskipun ada ketentuan untuk membayar zakat fitrah dalam bentuk makanan, banyak ulama yang berpendapat bahwa pembayaran zakat fitrah dengan uang juga diperbolehkan. Hal ini didasarkan pada beberapa alasan, antara lain:
Kebutuhan Masyarakat: Dalam konteks masyarakat modern, kebutuhan akan uang sering kali lebih mendesak dibandingkan dengan bahan makanan. Dengan membayar zakat fitrah dalam bentuk uang, penerima zakat dapat menggunakan dana tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka.
Praktis dan Efisien: Pembayaran zakat fitrah dengan uang lebih praktis, terutama di daerah perkotaan di mana distribusi bahan makanan bisa menjadi tantangan. Uang dapat dengan mudah disalurkan dan digunakan oleh penerima zakat.
Kesepakatan Ulama: Beberapa ulama kontemporer telah mengeluarkan fatwa yang membolehkan pembayaran zakat fitrah dengan uang, asalkan niat dan tujuan zakat tetap terjaga.
Cara Pembayaran Zakat Fitrah dengan Uang
Pembayaran zakat fitrah dengan uang dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
Menentukan Jumlah Zakat: Jumlah zakat fitrah yang harus dibayarkan biasanya ditentukan berdasarkan nilai makanan pokok yang berlaku di daerah tersebut. Sebagai acuan, zakat fitrah setara dengan harga satu sha' (sekitar 2,5 kg) bahan makanan. Jika dibayarkan dalam bentuk uang, maka jumlah yang dibayarkan harus setara dengan nilai tersebut.
Menentukan Waktu Pembayaran: Zakat fitrah sebaiknya dibayarkan sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitri. Hal ini agar zakat dapat disalurkan kepada yang berhak sebelum mereka merayakan hari raya.
Menyalurkan Zakat: Zakat fitrah yang dibayarkan dalam bentuk uang dapat disalurkan melalui lembaga zakat resmi, masjid, atau langsung kepada orang-orang yang membutuhkan. Pastikan bahwa penerima zakat adalah mereka yang berhak, seperti fakir miskin.
Pertimbangan dalam Pembayaran Zakat Fitrah dengan Uang
Meskipun pembayaran zakat fitrah dengan uang diperbolehkan, ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan:
Niat yang Benar: Pastikan bahwa niat untuk membayar zakat fitrah adalah untuk memenuhi kewajiban agama dan membantu sesama.
Kepatuhan pada Ketentuan: Selalu perhatikan ketentuan yang berlaku di daerah Anda mengenai jumlah dan cara pembayaran zakat fitrah.
Transparansi dan Akuntabilitas: Jika menggunakan lembaga zakat, pastikan lembaga tersebut terpercaya dan transparan dalam pengelolaan dana zakat.
Pembayaran zakat fitrah dengan uang merupakan alternatif yang praktis dan efisien dalam konteks masyarakat modern. Dengan mempertimbangkan dasar hukum, cara pembayaran, dan pertimbangan yang ada, umat Islam dapat menunaikan kewajiban zakat fitrah dengan baik. Yang terpenting adalah menjaga niat dan tujuan zakat agar tetap sesuai dengan ajaran Islam, yaitu untuk membersihkan harta dan membantu sesama.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor: Ummi Kiftiyah
BERITA16/03/2025 | admin
Berbuka Puasa Sesuai Sunnah Rasulullah SAW
Berbuka puasa merupakan momen yang sangat dinantikan oleh setiap muslim setelah seharian menahan lapar dan dahaga. Islam telah mengajarkan tata cara berbuka yang sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW agar mendapatkan keberkahan dan menjadi amalan yang diterima di sisi Allah. Selain itu, berbuka puasa juga mengandung banyak hikmah yang berharga, baik secara spiritual maupun kesehatan.
Tata Cara Berbuka Puasa Sesuai Sunnah
1. Menyegerakan Berbuka
Rasulullah SAW menganjurkan untuk tidak menunda berbuka setelah waktu Maghrib tiba. Dalam hadits, beliau bersabda:
"Manusia akan senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka." (HR. Bukhari, no. 1957; Muslim, no. 1098)
Hal ini menunjukkan bahwa menyegerakan berbuka adalah kebiasaan yang mendatangkan kebaikan dan keberkahan.
2. Berbuka dengan Kurma atau Air
Rasulullah SAW memiliki kebiasaan berbuka dengan kurma. Jika tidak ada kurma, beliau berbuka dengan air. Dari Anas bin Malik RA, ia berkata:
"Rasulullah SAW biasa berbuka dengan beberapa butir kurma basah sebelum sholat. Jika tidak ada, beliau berbuka dengan kurma kering. Jika tidak ada juga, beliau meminum beberapa teguk air." (HR. Abu Dawud, no. 2356)
Kurma kaya akan gula alami yang cepat menggantikan energi tubuh, sedangkan air membantu menghidrasi tubuh setelah seharian berpuasa.
3. Membaca Doa Berbuka
Rasulullah SAW mengajarkan doa sebelum berbuka. Salah satu doa yang populer adalah:
"Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘alaika tawakkaltu wa ‘ala rizqika afthartu."
"Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku bertawakal, dan dengan rezeki-Mu aku berbuka." (HR. Abu Dawud, no. 2358)
Doa lain yang juga diajarkan:
"Dzahaba zhama’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabata al-ajru in syaa Allah."
"Telah hilang rasa haus, urat-urat telah basah, dan pahala telah tetap, insyaAllah." (HR. Abu Dawud, no. 2357)
4. Tidak Berlebihan dalam Makan
Islam mengajarkan keseimbangan dalam makan dan minum. Allah SWT berfirman:
"Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan." (QS. Al-A’raf: 31)
Rasulullah SAW juga mengajarkan pola makan yang seimbang, sebagaimana sabdanya:
"Tidaklah manusia memenuhi bejana yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi manusia beberapa suapan makanan yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika harus (makan lebih), maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumnya, dan sepertiga untuk napasnya." (HR. Tirmidzi, no. 2380)
5. Menyegerakan Sholat Maghrib Setelah Membatalkan Puasa dan Sebelum Makan Berat
Setelah berbuka dengan makanan ringan seperti kurma atau air, disunnahkan untuk segera melaksanakan sholat Maghrib sebelum menyantap hidangan utama. Ini sesuai dengan kebiasaan Rasulullah SAW yang mengutamakan ibadah sebelum makan besar.
Dalam beberapa riwayat, Rasulullah SAW juga menganjurkan untuk tidak menunda sholat. Hal ini diperkuat oleh hadis berikut:
Dari Abdullah bin Abi Awfa RA, ia berkata:
"Kami pernah bersama Rasulullah SAW dalam suatu perjalanan di bulan Ramadhan. Ketika matahari terbenam, beliau bersabda kepada seseorang: ‘Turunlah dan siapkan minuman untuk kami!’ Orang itu berkata: ‘Wahai Rasulullah, tidakkah kita menunggu hingga senja semakin gelap?’ Beliau menjawab: ‘Turunlah dan siapkan minuman untuk kami!’ Orang itu pun menyiapkannya, lalu Rasulullah SAW meminumnya dan bersabda: ‘Jika malam telah datang dari arah sini dan siang telah pergi dari arah sana, maka telah tiba waktu berbuka bagi orang yang berpuasa.’"
(HR. Bukhari, no. 1954; Muslim, no. 1100)
Hadits ini menegaskan bahwa Rasulullah SAW menyegerakan berbuka, tetapi juga menunjukkan bahwa beliau berbuka dengan sederhana sebelum melanjutkan sholat.
6. Memberi Makan kepada Orang Lain
Rasulullah SAW sangat menganjurkan memberi makanan berbuka kepada orang lain. Beliau bersabda:
"Barang siapa yang memberi makan orang yang berpuasa untuk berbuka, maka ia mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun." (HR. Tirmidzi, no. 807)
Hikmah Berbuka Puasa sesuai Sunnah Rasulullah
1. Mengajarkan Rasa Syukur
Berbuka puasa mengajarkan kita untuk mensyukuri nikmat makanan dan minuman yang diberikan oleh Allah. Setelah menahan lapar dan haus seharian, kita menjadi lebih menghargai setiap rezeki yang diberikan.
2. Meningkatkan Kesehatan
Berbuka puasa dengan makanan yang tepat, seperti kurma dan air, membantu tubuh kembali bertenaga tanpa membebani sistem pencernaan. Puasa juga terbukti memiliki manfaat kesehatan, seperti meningkatkan metabolisme dan mengurangi risiko penyakit kronis.
3. Menumbuhkan Rasa Empati
Puasa mengajarkan kita untuk merasakan bagaimana rasanya menahan lapar dan haus seperti orang-orang yang kurang mampu. Ini membantu kita untuk lebih peduli dan bersedekah kepada mereka yang membutuhkan.
4. Waktu yang Mustajab untuk Berdoa
Saat berbuka adalah salah satu waktu mustajab untuk berdoa. Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya doa orang yang berpuasa ketika berbuka tidak akan ditolak." (HR. Ibnu Majah, no. 1753)
Oleh karena itu, seorang muslim sebaiknya memanfaatkan momen berbuka untuk berdoa memohon keberkahan dan ampunan dari Allah SWT.
Kesimpulan
Berbuka puasa bukan sekadar makan dan minum setelah seharian berpuasa, tetapi juga ibadah yang memiliki banyak keutamaan. Dengan mengikuti tata cara berbuka sesuai sunnah Rasulullah SAW, seperti menyegerakan berbuka, mengonsumsi kurma atau air, membaca doa, melaksanakan sholat maghrib sebelum berbuka dengan makanan berat dan tidak berlebihan dalam makan, seorang muslim dapat meraih keberkahan, manfaat, dan pahala yang besar. Selain itu, berbuka puasa juga memiliki hikmah mendalam, seperti mengajarkan rasa syukur, meningkatkan kesehatan, dan menumbuhkan empati terhadap sesama. Dengan memahami sunnah dan hikmah berbuka puasa, semoga kita dapat mengamalkannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan untuk mendapatkan ridha Allah SWT.
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Nur Isnaini Masyithoh
BERITA16/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh
Keistimewaan Malam Lailatul Qadar
Lailatul Qadar adalah malam yang sangat istimewa di bulan Ramadhan, karena memiliki keutamaan yang lebih baik dari seribu bulan. Malam ini adalah saat diturunkannya Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan menjadi malam yang penuh keberkahan. Umat Islam dianjurkan untuk menghidupkan malam ini dengan ibadah, doa, dan amal kebaikan guna meraih pahala yang besar.
Keutamaan Lailatul Qadar
Lailatul Qadar disebutkan dalam Al-Qur'an sebagai malam yang memiliki banyak keutamaan, di antaranya:
Lebih Baik dari Seribu BulanAllah SWT berfirman dalam surah Al-Qadr:"Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan." (QS. Al-Qadr: 3)Artinya, ibadah yang dilakukan pada malam ini memiliki nilai pahala yang lebih besar dibandingkan ibadah selama seribu bulan atau sekitar 83 tahun.
Turunnya Malaikat dan Rahmat AllahDalam surah yang sama disebutkan:"Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan." (QS. Al-Qadr: 4)Ini menunjukkan bahwa malam tersebut dipenuhi dengan keberkahan dan kehadiran para malaikat yang membawa rahmat bagi hamba-hamba yang beribadah.
Malam yang Penuh KedamaianAllah SWT berfirman:"Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar." (QS. Al-Qadr: 5)Artinya, malam Lailatul Qadar dipenuhi dengan ketenangan, keselamatan, dan keberkahan bagi mereka yang menghidupkannya dengan ibadah.
Penghapusan DosaRasulullah SAW bersabda:"Barang siapa yang melaksanakan ibadah pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari, no. 1901; Muslim, no. 760)Ini menjadi kesempatan besar bagi setiap muslim untuk memohon ampunan kepada Allah SWT.
Malam Penentuan Takdir
Lailatul Qadar juga dikenal sebagai malam penentuan takdir. Pada malam ini, Allah SWT menetapkan takdir setiap makhluk untuk tahun yang akan datang. Hal ini disebutkan dalam Surah Ad-Dukhan ayat 4:
"Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah."
Kapan Lailatul Qadar Terjadi?
Rasulullah SAW tidak menyebutkan secara pasti kapan malam Lailatul Qadar terjadi. Namun, beliau memberikan petunjuk bahwa malam ini berada pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, terutama pada malam-malam ganjil.
"Carilah Lailatul Qadar pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir Ramadhan." (HR. Bukhari, no. 2017; Muslim, no. 1169)
Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, terutama di sepuluh hari terakhir Ramadhan.
Amalan yang Dianjurkan di Malam Lailatul Qadar
Agar mendapatkan keberkahan malam ini, Rasulullah SAW memberikan beberapa amalan yang bisa dilakukan:
Sholat Malam (Qiyamul Lail)Salah satu ibadah utama di malam Lailatul Qadar adalah sholat malam. Rasulullah ? sangat menganjurkan umatnya untuk menghidupkan malam ini dengan sholat.
Membaca Al-Qur'anMengingat bahwa Al-Qur'an diturunkan pada malam ini, membaca dan mentadabburi Al-Qur'an menjadi amalan yang sangat dianjurkan.
Memperbanyak DoaRasulullah SAW mengajarkan doa khusus yang dianjurkan dibaca pada malam Lailatul Qadar: "Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa‘fu ‘anni." "Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, mencintai ampunan, maka ampunilah aku." (HR. Tirmidzi, no. 3513)
Bersedekah dan Beramal ShalihBersedekah di malam ini memiliki pahala yang berlipat ganda karena keutamaannya yang lebih baik dari seribu bulan.
I'tikafRasulullah SAW biasa melakukan i'tikaf (berdiam diri di masjid dengan berbagai amalan) di sepuluh malam terakhir Ramadhan untuk lebih fokus beribadah.
Hikmah Lailatul Qadar
Meningkatkan Keimanan dan KetakwaanMalam Lailatul Qadar menjadi waktu untuk meningkatkan kedekatan hubungan dengan Allah SWT, memperkuat keimanan, dan menumbuhkan ketakwaan.
Kesempatan Memperoleh AmpunanAllah SWT memberikan kesempatan bagi umat muslim untuk mendapatkan pengampunan atas dosa-dosa mereka.
Momentum Memperbanyak Amal KebaikanKarena pahala ibadah di malam ini sangat besar, maka menjadi motivasi bagi setiap muslim untuk meningkatkan ibadah dan amal shalih.
Peluang untuk Mendapatkan Keberkahan HidupIbadah yang dilakukan dengan ikhlas pada malam ini dapat membawa keberkahan dalam kehidupan di dunia dan akhirat.
Kesimpulan
Lailatul Qadar adalah malam yang penuh keberkahan dan lebih baik dari seribu bulan. Pada malam ini, Al-Qur'an diturunkan, malaikat turun ke bumi, dan setiap doa yang dipanjatkan memiliki peluang besar untuk dikabulkan. Oleh karena itu, kita hendaknya bersungguh-sungguh dalam ibadah pada sepuluh malam terakhir Ramadhan untuk meraih keutamaan malam Lailatul Qadar, lebih utama lagi meniatkan sedari awal Ramadhan untuk bersungguh-sungguh dalam ibadah. Dengan memperbanyak sholat, membaca Al-Qur'an, berdoa, dan bersedekah, seorang muslim dapat memperoleh pahala yang luar biasa dan ampunan dari Allah SWT.
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Nur Isnaini Masyithoh
BERITA16/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh

Info Rekening Zakat
Mari tunaikan zakat Anda dengan mentransfer ke rekening zakat.
BAZNAS
Info Rekening Zakat


