Berita Terbaru
Zakat Emas dan Perak: Langkah-Langkah Menghitung dan Menyalurkan dengan Benar
Zakat emas dan perak merupakan salah satu jenis zakat mal yang wajib dikeluarkan oleh setiap Muslim yang memiliki harta tersebut. Zakat ini tidak hanya berfungsi sebagai kewajiban agama, tetapi juga sebagai sarana untuk membersihkan harta dan membantu sesama. Dalam artikel ini, kita akan membahas cara menghitung dan menyalurkan zakat emas dan perak dengan benar.
Zakat emas dan perak adalah zakat yang dikeluarkan dari harta yang berupa logam mulia. Kewajiban ini berlaku bagi setiap Muslim yang memiliki emas atau perak dengan jumlah tertentu, yang dikenal sebagai nisab. Nisab untuk zakat emas adalah 85 gram, sedangkan untuk perak adalah 595 gram. Jika Anda memiliki jumlah emas atau perak yang melebihi nisab ini, maka Anda wajib mengeluarkan zakat.
Cara Menghitung Zakat Emas dan Perak
Menentukan Jumlah Emas dan Perak: Pertama, hitung total berat emas dan perak yang Anda miliki. Pastikan untuk menggunakan timbangan yang akurat.
Menentukan Harga Pasar: Selanjutnya, cari tahu harga pasar emas dan perak per gram. Anda bisa mendapatkan informasi ini dari berbagai sumber, seperti bank atau situs jual beli logam mulia.
Menghitung Zakat: Setelah mengetahui berat dan harga, Anda dapat menghitung zakat yang harus dikeluarkan. Rumusnya adalah:
Zakat=Berat (gram)×Harga per gram×0.025
Contoh: Jika Anda memiliki 100 gram emas dengan harga Rp 1.000.000 per gram, maka zakat yang harus dikeluarkan adalah:
100 gram×Rp 1.000.000/gram×0.025= Rp 2.500.000
Setelah menghitung zakat, langkah selanjutnya adalah menyalurkannya. Zakat emas dan perak dapat disalurkan kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat, seperti fakir, miskin, amil, dan lain-lain. Anda dapat menyalurkan zakat secara langsung kepada penerima atau melalui lembaga zakat yang terpercaya.
Zakat emas dan perak adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat. Dengan menghitung dan menyalurkan zakat dengan benar, Anda tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mari kita tunaikan zakat kita dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Penulis: Azkia Salsabila
Editor: Ummi Kiftiyah
BERITA08/03/2025 | admin
Zakat Perdagangan: Kewajiban bagi Para Pengusaha dan Pedagang
Zakat perdagangan adalah salah satu jenis zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap Muslim yang terlibat dalam kegiatan perdagangan. Zakat ini berfungsi untuk membersihkan harta dan membantu mereka yang membutuhkan. Dalam artikel ini, kita akan membahas pentingnya zakat perdagangan, cara menghitungnya, dan bagaimana menyalurkannya dengan benar.
Zakat perdagangan adalah zakat yang dikeluarkan dari harta yang diperoleh melalui aktivitas perdagangan. Setiap pengusaha atau pedagang yang memiliki harta dagangan dengan nilai tertentu, yang dikenal sebagai nisab, wajib mengeluarkan zakat. Nisab untuk zakat perdagangan setara dengan nilai 85 gram emas atau sekitar 600 ribu hingga 1 juta rupiah, tergantung pada harga emas saat itu.
Menghitung Zakat Perdagangan
Menentukan Nilai Harta Dagangan: Pertama, hitung total nilai harta dagangan yang Anda miliki. Ini termasuk semua barang yang siap dijual, baik yang ada di toko maupun yang dalam proses pengiriman.
Menghitung Utang: Jika Anda memiliki utang yang harus dibayar, kurangi nilai total harta dagangan dengan jumlah utang tersebut. Ini akan memberikan nilai bersih dari harta yang akan dikenakan zakat.
Menghitung Zakat: Zakat perdagangan biasanya dihitung sebesar 2,5% dari nilai bersih harta dagangan. Rumusnya adalah:
Zakat=Nilai Bersih Harta Dagangan×0.025
Contoh: Jika nilai bersih harta dagangan Anda adalah Rp 100.000.000, maka zakat yang harus dikeluarkan adalah:
Rp 100.000.000 ×0.025= Rp 2.500.000
Setelah menghitung zakat, langkah selanjutnya adalah menyalurkannya. Zakat perdagangan dapat disalurkan kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat, seperti fakir, miskin, amil, dan lain-lain. Anda dapat menyalurkan zakat secara langsung kepada penerima atau melalui lembaga zakat yang terpercaya.
Menunaikan zakat perdagangan tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga memberikan banyak manfaat. Zakat membantu mengurangi kesenjangan sosial, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan menciptakan lingkungan yang lebih adil. Selain itu, zakat juga dapat meningkatkan keberkahan dalam usaha dan harta yang dimiliki.
Zakat perdagangan adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap pengusaha dan pedagang. Dengan menghitung dan menyalurkan zakat dengan benar, Anda tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mari kita tunaikan zakat kita dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab demi kebaikan bersama
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Penulis: Azkia Salsabila
Editor: Ummi Kiftiyah
BERITA08/03/2025 | admin
Apakah Zakat Boleh Disalurkan kepada Keluarga Sendiri?
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki peran penting dalam kehidupan umat Muslim. Sebagai kewajiban yang harus dilaksanakan, zakat bertujuan untuk membersihkan harta dan membantu mereka yang membutuhkan. Namun, muncul pertanyaan yang sering diajukan: "Apakah zakat boleh disalurkan kepada keluarga sendiri?"
Secara umum, zakat dapat disalurkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, termasuk keluarga. Namun, ada beberapa syarat dan ketentuan yang perlu diperhatikan. Dalam Islam, zakat dapat diberikan kepada delapan asnaf penerima zakat, yang mencakup fakir, miskin, amil, muallaf, hamba sahaya, orang yang berutang, sabilillah, dan ibnu sabil. Keluarga yang termasuk dalam kategori fakir atau miskin dapat menerima zakat, asalkan mereka memenuhi syarat yang ditetapkan.
Salah satu alasan mengapa zakat dapat disalurkan kepada keluarga adalah untuk menjaga hubungan kekeluargaan dan membantu mereka yang sedang mengalami kesulitan. Dalam banyak kasus, anggota keluarga mungkin mengalami kesulitan finansial dan membutuhkan dukungan. Dengan memberikan zakat kepada mereka, kita tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga menunjukkan kepedulian dan kasih sayang terhadap keluarga.
Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika menyalurkan zakat kepada keluarga. Pertama, zakat tidak boleh diberikan kepada keluarga yang menjadi tanggungan kita, seperti anak, istri, atau suami. Hal ini karena mereka sudah menjadi kewajiban nafkah kita. Zakat sebaiknya diberikan kepada anggota keluarga yang tidak menjadi tanggungan, seperti saudara, paman, atau sepupu yang berada dalam kondisi kesulitan.
Kedua, penting untuk memastikan bahwa zakat yang diberikan benar-benar digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar penerima. Zakat seharusnya digunakan untuk membantu mereka yang membutuhkan, seperti untuk biaya makanan, pendidikan, atau kesehatan. Dengan demikian, zakat yang disalurkan dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan mereka.
Dalam konteks ini, lembaga zakat seperti BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) juga dapat berperan penting dalam menyalurkan zakat kepada keluarga yang membutuhkan. Lembaga ini dapat membantu mendistribusikan zakat dengan lebih efektif dan memastikan bahwa bantuan sampai kepada mereka yang benar-benar membutuhkan.
Secara keseluruhan, zakat boleh disalurkan kepada keluarga sendiri, asalkan memenuhi syarat yang ditetapkan. Dengan memberikan zakat kepada keluarga yang membutuhkan, kita tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga memperkuat ikatan kekeluargaan dan membantu menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor: Ummi Kiftiyah
BERITA08/03/2025 | admin
Apakah zakat boleh disalurkan untuk korban bencana alam?
Zakat, sebagai salah satu rukun Islam, memiliki peran penting dalam membantu masyarakat yang membutuhkan. Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah apakah zakat boleh disalurkan untuk korban bencana. Dalam konteks ini, penting untuk memahami prinsip-prinsip dasar zakat dan bagaimana ia dapat berkontribusi dalam situasi darurat. Zakat tidak hanya berfungsi sebagai kewajiban agama, tetapi juga sebagai instrumen kemanusiaan. Dalam situasi bencana, seperti gempa bumi, banjir, atau bencana alam lainnya, banyak orang kehilangan tempat tinggal, harta benda, dan bahkan anggota keluarga. Dalam kondisi seperti ini, zakat dapat menjadi sumber daya yang sangat dibutuhkan untuk membantu mereka yang terkena dampak.
Secara syariah, zakat dapat disalurkan kepada mereka yang berada dalam kesulitan, termasuk korban bencana. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT memerintahkan umat-Nya untuk membantu sesama, terutama mereka yang dalam keadaan terdesak. Oleh karena itu, menyalurkan zakat untuk korban bencana adalah tindakan yang tidak hanya diperbolehkan, tetapi juga dianjurkan. Namun, penting untuk memastikan bahwa dana zakat yang disalurkan dikelola dengan baik. Lembaga zakat yang terpercaya harus dilibatkan dalam proses pengumpulan dan distribusi dana. Mereka memiliki pengalaman dan jaringan yang diperlukan untuk memastikan bahwa bantuan sampai kepada yang membutuhkan dengan cepat dan tepat.
Menyalurkan zakat untuk korban bencana tidak hanya memberikan bantuan materi, tetapi juga memberikan harapan dan dukungan moral bagi mereka yang sedang berjuang untuk bangkit dari keterpurukan. Dengan zakat, kita dapat membantu membangun kembali kehidupan mereka, memberikan akses kepada kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal, dan layanan kesehatan. Dalam kesimpulannya, zakat tidak hanya boleh disalurkan untuk korban bencana, tetapi juga merupakan salah satu cara terbaik untuk menunjukkan kepedulian kita terhadap sesama. Dengan pengelolaan yang baik, zakat dapat menjadi alat yang efektif untuk membantu masyarakat yang terkena dampak bencana, memberikan mereka harapan dan kesempatan untuk memulai kembali.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor: Ummi Kiftiyah
BERITA08/03/2025 | admin
Gharim dan Pinjaman Online: Menyelamatkan Mereka yang Terjebak dalam Jeratan Utang
Di era digital saat ini, pinjaman online (pinjol) telah menjadi salah satu solusi cepat bagi banyak orang yang membutuhkan dana mendesak. Namun, di balik kemudahan akses tersebut, banyak individu yang terjebak dalam utang yang sulit dilunasi. Dalam konteks ini, istilah gharim menjadi sangat relevan.
Dalam syariat Islam, gharim merujuk kepada individu yang terjebak dalam utang dan tidak mampu membayar kewajiban finansial mereka. Kategori ini diakui sebagai salah satu penerima zakat, yang berarti mereka berhak mendapatkan bantuan dari dana zakat untuk melunasi utang mereka. Kriteria untuk menjadi gharim mencakup beberapa aspek penting, antara lain:
1. Kondisi Ekonomi yang Sulit: Seseorang harus berada dalam situasi keuangan yang tidak stabil, di mana pendapatan mereka tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar dan melunasi utang.
2. Jumlah Utang yang Signifikan: Meskipun tidak ada batasan jumlah utang yang pasti, utang yang dimiliki harus cukup besar sehingga menyebabkan kesulitan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Tujuan Utang yang Sah: Utang yang diambil harus untuk tujuan yang dibenarkan secara syariah, seperti biaya kesehatan, pendidikan, atau kebutuhan pokok lainnya. Utang untuk tujuan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah tidak dapat dianggap sebagai gharim
4. Ketidakmampuan untuk Membayar: Seseorang harus menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki kemampuan untuk melunasi utang tersebut, baik karena kehilangan pekerjaan, bencana alam, atau situasi darurat lainnya.
Pinjaman online menawarkan kemudahan dan kecepatan dalam mendapatkan dana. Namun, banyak orang yang tidak menyadari risiko yang menyertainya. Bunga yang tinggi dan syarat yang memberatkan sering kali membuat peminjam terjebak dalam siklus utang yang sulit untuk diatasi. Banyak individu yang awalnya meminjam untuk kebutuhan mendesak, seperti biaya kesehatan atau pendidikan, akhirnya terjebak dalam utang yang semakin menumpuk.
Orang yang terjerat pinjol dapat dianggap sebagai gharim jika mereka tidak mampu membayar utang dan mengalami kesulitan finansial akibatnya. Dalam banyak kasus, utang pinjol dapat menyebabkan stres dan tekanan mental yang signifikan, mengganggu kehidupan sehari-hari dan kesejahteraan individu. Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa mereka yang terjebak dalam pinjol bukan hanya sekadar peminjam, tetapi juga individu yang membutuhkan bantuan.
Zakat memiliki peran penting dalam membantu gharim , terutama mereka yang terjebak dalam pinjaman online. Zakat dapat digunakan untuk membantu melunasi utang pinjol, memberikan kesempatan bagi individu untuk memulai kembali tanpa beban finansial yang berat. Dengan pelunasan utang, mereka dapat menghindari bunga yang terus bertambah dan mengurangi tekanan yang mereka hadapi. Selain bantuan finansial, lembaga zakat juga dapat menyediakan program pendidikan tentang pengelolaan keuangan. Ini penting untuk membantu individu memahami cara mengelola uang mereka dengan bijak dan menghindari utang di masa depan. Lembaga zakat dapat memberikan pendampingan kepada gharim dalam mengelola keuangan mereka. Dengan dukungan yang tepat, individu dapat belajar untuk membuat keputusan finansial yang lebih baik dan menghindari jeratan utang di masa mendatang.
Kaitan antara gharim dan orang yang terjerat pinjaman online sangat jelas. Banyak individu yang terjebak dalam utang pinjol dapat dianggap sebagai gharim , dan mereka berhak mendapatkan bantuan melalui zakat. Dengan memahami kondisi mereka dan memberikan dukungan yang tepat, kita dapat membantu mereka keluar dari jeratan utang dan membangun kehidupan yang lebih baik. Zakat bukan hanya kewajiban, tetapi juga bentuk solidaritas sosial yang dapat membawa perubahan positif dalam masyarakat. Mari kita bersama-sama berkontribusi untuk membantu mereka yang membutuhkan, terutama di tengah tantangan ekonomi yang semakin kompleks.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor: Ummi Kiftiyah
BERITA08/03/2025 | admin
Mengganti Puasa dengan Fidyah sebagai Pilihan yang Bijak
Puasa adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang telah baligh. Namun, ada kalanya seseorang tidak dapat menjalankan puasa karena alasan kesehatan, perjalanan, atau halangan lainnya. Dalam situasi seperti ini, fidyah menjadi pilihan yang bijak untuk mengganti puasa yang terlewat. Fidyah adalah bentuk kompensasi yang diberikan kepada orang yang tidak mampu berpuasa, baik karena sakit yang berkepanjangan maupun alasan lainnya. Dalam konteks ini, fidyah bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan bentuk kepedulian sosial dan tanggung jawab terhadap sesama.
Mengganti puasa dengan fidyah memiliki makna yang dalam. Dalam Islam, setiap tindakan yang dilakukan haruslah didasari oleh niat yang tulus. Ketika seseorang tidak dapat berpuasa, memberikan fidyah adalah cara untuk tetap berkontribusi dalam amal ibadah. Fidyah biasanya berupa makanan pokok atau uang yang setara dengan nilai makanan tersebut. Dengan memberikan fidyah, seseorang tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga membantu mereka yang membutuhkan. Ini adalah bentuk solidaritas yang sangat dianjurkan dalam ajaran Islam.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali dihadapkan pada situasi yang membuat kita tidak dapat menjalankan puasa. Misalnya, seseorang yang menderita penyakit kronis atau ibu hamil yang khawatir akan kesehatan janinnya. Dalam kasus seperti ini, fidyah menjadi solusi yang tepat.
Penulis:Putri Khodijah
Editor:M. Kausari Kaidani
BERITA08/03/2025 | Putri Khodijah
Fidyah dalam Keluarga Mengajarkan Anak tentang Tanggung Jawab
Fidyah bukan hanya sekadar kewajiban bagi individu yang tidak dapat berpuasa, tetapi juga dapat menjadi sarana pendidikan bagi anak-anak dalam keluarga. Mengajarkan anak tentang fidyah adalah cara yang efektif untuk menanamkan nilai-nilai tanggung jawab dan kepedulian sosial sejak dini. Dalam konteks ini, fidyah menjadi lebih dari sekadar pengganti puasa; ia menjadi alat untuk membentuk karakter anak dan memperkenalkan mereka pada konsep berbagi dan empati.
Ketika orang tua menjelaskan kepada anak-anak tentang fidyah, mereka tidak hanya mengajarkan tentang kewajiban agama, tetapi juga tentang pentingnya memahami situasi orang lain. Anak-anak perlu diajarkan bahwa tidak semua orang memiliki kemampuan yang sama untuk menjalankan ibadah puasa. Ada yang mungkin sakit, ada yang sedang dalam perjalanan, atau ada yang menghadapi kesulitan ekonomi. Dengan memahami hal ini, anak-anak akan belajar untuk lebih peka terhadap kondisi orang lain dan mengembangkan rasa empati.
Proses mengajarkan fidyah kepada anak-anak dapat dilakukan dengan cara yang menyenangkan. Misalnya, orang tua dapat mengajak anak-anak untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial, seperti memberikan makanan kepada yang membutuhkan sebagai bentuk fidyah.
Penulis:Putri Khodijah
Editor:M. Kausari Kaidani
BERITA08/03/2025 | Putri Khodijah
Fidyah dan Etika Berpuasa Mengapa Kita Harus Mematuhi Aturan
Puasa adalah ibadah yang memiliki banyak manfaat, baik secara spiritual maupun sosial. Namun, ada kalanya seseorang tidak dapat menjalankan puasa karena berbagai alasan. Dalam situasi ini, fidyah menjadi solusi yang diatur dalam syariat Islam. Memahami fidyah dan etika berpuasa sangat penting untuk menjaga kesucian ibadah dan memenuhi kewajiban agama dengan cara yang benar. Dalam konteks ini, kita perlu menyadari bahwa mematuhi aturan yang ada adalah bagian dari pengamalan ajaran Islam yang baik.
Fidyah adalah bentuk kompensasi yang diberikan kepada orang yang tidak mampu berpuasa. Dalam Islam, fidyah biasanya berupa makanan pokok atau uang yang setara dengan nilai makanan tersebut. Memberikan fidyah bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan bentuk kepedulian terhadap sesama. Dalam hal ini, fidyah mencerminkan nilai-nilai keadilan dan solidaritas yang sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Ketika seseorang tidak dapat berpuasa, memberikan fidyah adalah cara untuk tetap berkontribusi dalam amal ibadah.
Etika berpuasa juga mencakup pemahaman tentang niat dan kesadaran akan batasan diri. Dalam Islam, niat adalah bagian yang sangat penting dari setiap ibadah. Ketika seseorang tidak dapat berpuasa, mereka harus memiliki niat yang tulus untuk memberikan fidyah sebagai pengganti. Ini menunjukkan bahwa mereka tetap menghormati ibadah puasa meskipun tidak dapat melaksanakannya.
Penulis:Putri Khodijah
Editor:M. Kausari Kaidani
BERITA08/03/2025 | Putri Khodijah
Mengganti Puasa dengan Fidyah Sebuah Refleksi Diri di Bulan Suci
Bulan Ramadan adalah waktu yang penuh berkah, di mana umat Muslim di seluruh dunia menjalankan ibadah puasa sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT. Namun, tidak semua orang dapat menjalankan puasa dengan sempurna. Ada kalanya seseorang terpaksa tidak dapat berpuasa karena alasan kesehatan, usia lanjut, atau kondisi tertentu lainnya. Dalam situasi seperti ini, fidyah menjadi solusi yang dihadirkan dalam syariat Islam. Fidyah adalah bentuk pengganti puasa yang tidak dapat dilaksanakan, di mana seseorang memberikan makanan kepada orang yang membutuhkan atau membayar sejumlah uang sebagai pengganti.
Mengganti puasa dengan fidyah bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan sebuah refleksi diri. Dalam menjalani ibadah puasa, kita diajarkan untuk merasakan lapar dan haus, yang pada gilirannya mengingatkan kita akan pentingnya bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah. Ketika seseorang tidak dapat berpuasa dan memilih untuk membayar fidyah, ini adalah momen untuk merenungkan kembali makna puasa itu sendiri. Apakah kita benar-benar memahami esensi dari puasa? Apakah kita sudah cukup bersyukur atas segala nikmat yang kita terima?
Fidyah juga mengajarkan kita tentang kepedulian sosial.
Penulis:Putri Khodijah
Editor:M. Kausari Kaidani
BERITA08/03/2025 | Putri Khodijah
Mengganti Puasa dengan Fidyah Apa yang Harus Diketahui
Fidyah adalah salah satu aspek penting dalam syariat Islam yang berkaitan dengan puasa. Bagi mereka yang tidak dapat menjalankan puasa, fidyah menjadi alternatif yang diperbolehkan. Namun, ada beberapa hal yang perlu diketahui mengenai fidyah agar kita dapat melaksanakannya dengan benar dan sesuai dengan ketentuan agama.
Pertama, fidyah diperuntukkan bagi mereka yang tidak dapat berpuasa karena alasan yang sah, seperti sakit yang berkepanjangan, usia lanjut, atau kondisi tertentu yang membuat puasa menjadi tidak mungkin. Dalam hal ini, fidyah menjadi bentuk pengganti yang diizinkan oleh syariat. Namun, bagi mereka yang mampu berpuasa tetapi memilih untuk tidak melakukannya tanpa alasan yang sah, fidyah tidak dapat dijadikan pengganti. Ini menunjukkan bahwa niat dan kesungguhan dalam menjalankan ibadah puasa sangatlah penting.
Kedua, besaran fidyah yang harus dibayarkan biasanya setara dengan makanan pokok yang dapat diberikan kepada orang yang membutuhkan. Dalam praktiknya, fidyah dapat berupa beras, gandum, atau makanan lain yang umum dikonsumsi.
Penulis:Putri Khodijah
Editor:M. Kausari Kaidani
BERITA08/03/2025 | Putri Khodijah
Fidyah dan Kebersamaan di Bulan Ramadan
Bulan Ramadan adalah waktu yang penuh berkah, di mana umat Muslim di seluruh dunia menjalankan ibadah puasa sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT. Puasa bukan hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga merupakan momen untuk meningkatkan ketakwaan, memperkuat iman, dan memperbanyak amal kebaikan. Namun, tidak semua orang dapat menjalankan puasa dengan sempurna. Ada kalanya seseorang terpaksa tidak dapat berpuasa karena alasan kesehatan, usia, atau kondisi tertentu. Dalam situasi seperti ini, fidyah menjadi solusi yang sangat relevan dan penting untuk dipahami.
Fidyah adalah bentuk pengganti puasa yang tidak dapat dilaksanakan. Dalam Islam, fidyah diartikan sebagai pemberian makanan atau sedekah kepada orang yang membutuhkan sebagai kompensasi bagi mereka yang tidak dapat berpuasa. Hal ini sesuai dengan ajaran agama yang menekankan pentingnya berbagi dan membantu sesama, terutama di bulan yang penuh rahmat ini. Dengan memberikan fidyah, seseorang tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi dalam menciptakan kebersamaan dan kepedulian sosial di tengah masyarakat.
Kebersamaan di bulan Ramadan sangatlah penting. Saat umat Muslim menjalankan puasa, mereka diingatkan untuk lebih peka terhadap kondisi orang-orang di sekitar mereka, terutama yang kurang beruntung.
Penulis:Putri Khodijah
Editor:M. Kausari Kaidani
BERITA08/03/2025 | Putri Khodijah
Mutiara Kesabaran Fatimah Az-Zahra Berkhidmat di Bulan Ramadhan
Fatimah Az-Zahra, putri tercinta Rasulullah SAW, adalah sosok wanita mulia yang kehidupannya penuh dengan keteladanan. Ia bukan hanya anak dari manusia terbaik, tetapi juga perempuan shalihah yang sabar menghadapi kemiskinan, tangguh mengurus rumah tangga, serta luar biasa dalam beribadah. Ramadhan bagi Fatimah adalah madrasah spiritual yang ia jalani dengan penuh khidmat, cinta, dan ketulusan.
Kesederhanaan dan Kedermawanan di Bulan Mulia
Fatimah hidup dalam kesederhanaan yang luar biasa. Rumah kecilnya bersama Ali bin Abi Thalib penuh dengan keberkahan, meski jauh dari gemerlap duniawi. Ketika Ramadhan tiba, Fatimah menyiapkan menu berbuka yang amat sederhana, sering kali hanya berupa air dan beberapa kurma. Namun, ia tetap berusaha menyisihkan sebagian makanan itu untuk diberikan kepada fakir miskin.
Allah berfirman:
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.” (QS. Al-Insan: 8)
Peristiwa ini dikisahkan oleh Ibnu Abbas, bahwa Fatimah dan Ali pernah hanya memiliki roti kasar untuk berbuka, tetapi tetap mendahulukan memberikan roti tersebut kepada orang miskin yang mengetuk pintu mereka. Mereka pun hanya berbuka dengan air.
Rasulullah SAW bersabda:
“Sebaik-baik sedekah adalah sedekah di bulan Ramadhan.”
(HR. Tirmidzi, no. 663)
Fatimah memahami bahwa Ramadhan bukan tentang kemewahan iftar, melainkan tentang ketundukan hati dan penghambaan yang mendalam. Ia mengajarkan kepada Hasan dan Husain, putra-putranya, bahwa keberkahan Ramadhan terletak pada ketaatan kepada Allah, bukan pada limpahan makanan berbuka.
"Dan makan serta minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam."
(QS. Al-Baqarah: 187)
Qiyamul Lail yang Tak Pernah Terputus
Fatimah sangat menjaga qiyamul lail di bulan Ramadhan. Ia menghidupkan rumahnya dengan shalat, dzikir, dan munajat panjang. Malam-malam Ramadhan adalah waktu paling istimewa untuk meraih ampunan dan rahmat Allah. Ia pun mewarisi kebiasaan Rasulullah SAW yang selalu memperbanyak ibadah di sepuluh malam terakhir.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
“Rasulullah SAW apabila telah masuk sepuluh malam terakhir (Ramadhan), beliau menghidupkan malam-malamnya, membangunkan keluarganya, bersungguh-sungguh (dalam ibadah) dan mengencangkan ikat pinggangnya.” (HR. Al-Bukhari, no. 2024; Muslim, no. 1174)
Mendidik Anak Mencintai Ramadhan
Sebagai ibu, Fatimah tidak sekadar beribadah sendiri. Ia mendidik Hasan dan Husain sejak kecil untuk mencintai ibadah di bulan Ramadhan. Ia mengajak mereka berpuasa, bercerita tentang kemuliaan Lailatul Qadar, serta membiasakan mereka berbagi dengan fakir miskin. Fatimah mengajarkan bahwa Ramadhan bukan sekadar rutinitas, tetapi momen melatih jiwa agar selalu dekat dengan Allah.
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
(QS. Al-Baqarah: 183)
Hikmah Inspirasi Ramadhan dari Fatimah
Kisah Fatimah binti Rasulullah SAW mengajarkan bahwa menghidupkan Ramadhan bukanlah dengan banyaknya hidangan atau perayaan mewah, tetapi dengan:
1. Kesederhanaan yang sarat syukur.
2. Qiyamul lail yang khusyuk.
3. Mendidik anak mencintai ibadah.
4. Kedermawanan yang melampaui keterbatasan.
5. Menjadikan Ramadhan sebagai madrasah hati dan jiwa.
Fatimah membuktikan bahwa Ramadhan bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga, tetapi tentang memperkaya hati dengan iman, menguatkan jiwa dengan sabar, serta menghidupkan malam-malamnya dengan air mata rindu kepada Allah.
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Nur Isnaini Masyithoh
BERITA08/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh
Peluang Mengatasi Krisis Lingkungan dengan Eco-fasting
Puasa selama ini dipahami sebagai bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Namun, di era modern yang diwarnai oleh isu-isu krisis lingkungan, makna puasa bisa diperluas menjadi praktik spiritual yang juga berkontribusi pada keberlanjutan bumi. Konsep ini dikenal sebagai eco-fasting, yaitu mengaitkan praktik puasa dengan gaya hidup ramah lingkungan.
Puasa dan Konsumsi yang Lebih Bijak
Selama berpuasa, seseorang tidak hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga diharapkan mampu menahan diri dari perilaku konsumtif. Menariknya, semangat menahan diri ini sejalan dengan prinsip keberlanjutan (sustainability). Manusia perlu membatasi eksploitasi sumber daya demi kelestarian bumi (Latif, 2020). Dengan berpuasa, kita dilatih mengelola kebutuhan dan mengurangi pemborosan, termasuk pemborosan makanan.
Food Waste di Bulan Puasa
Ironisnya, data menunjukkan bahwa bulan puasa justru kerap diwarnai oleh peningkatan sampah makanan. Di Indonesia, selama Ramadhan, limbah makanan meningkat hingga 20 persen dibandingkan bulan-bulan lainnya (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2023). Hal ini terjadi akibat euforia berbuka puasa yang berlebihan sehingga masyarakat cenderung membeli makanan melebihi kebutuhan hingga terbuang sia-sia.
Eco-Fasting: Mengembalikan Esensi Puasa
Konsep eco-fasting mengajak umat berpuasa tidak hanya menahan lapar, tetapi juga mengembangkan kesadaran ekologis. Kesadaran ini bisa diterapkan melalui beberapa cara, misalnya:
Memilih makanan berbuka yang ramah lingkungan, seperti bahan lokal dan organik.
Mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dalam kemasan makanan dan minuman.
Mengelola sisa makanan dengan cara bijak, seperti mengompos atau mendonasikan makanan berlebih.
Mengurangi konsumsi makanan dengan jejak karbon yang tinggi, misalnya daging merah.
Puasa dan Jejak Karbon
Puasa yang dijalankan dengan kesadaran ekologis juga berkontribusi pada pengurangan jejak karbon. Konsumsi makanan yang lebih sederhana, mengurangi aktivitas konsumtif, hingga mencegah belanja berlebihan adalah cara-cara kecil yang dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan (UNEP, 2023).
Spiritualitas Ekologis
Eco-fasting pada dasarnya menggabungkan nilai spiritualitas dan tanggung jawab ekologis. Puasa tidak lagi sekadar ritual pribadi, tetapi juga bentuk kepedulian sosial dan ekologis. Dalam perspektif agama, menjaga bumi adalah bagian dari amanah sebagai khalifah di muka bumi (Q.S. Al-Baqarah: 30).
Edukasi dan Kampanye Eco-Fasting
Penting bagi lembaga keagamaan, komunitas, hingga media sosial untuk mengampanyekan eco-fasting sebagai bagian dari dakwah modern. Dengan menyuarakan bahwa puasa yang ramah lingkungan adalah bentuk ibadah yang lebih holistik, kesadaran umat akan pentingnya gaya hidup berkelanjutan bisa tumbuh seiring meningkatnya spiritualitas selama Ramadhan.
Kesimpulan
Eco-fasting adalah langkah relevan yang menghubungkan ibadah puasa dengan tanggung jawab ekologis. Dalam konteks krisis iklim yang semakin nyata, menghidupkan semangat puasa yang berkesadaran lingkungan menjadi bentuk nyata dari ibadah yang membumi. Dengan memaknai puasa sebagai sarana pengendalian diri sekaligus menjaga bumi, kita sedang mengambil peran terbaik sebagai pemimpin/khalifah yang amanah untuk melangkah menuju kehidupan yang lebih seimbang secara spiritual dan ekologis.
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Nur Isnaini Masyithoh
BERITA08/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh
Ramadhan: Bulan Penuh Ampunan dan Rahmat
Ramadhan, bulan kesembilan dalam kalender Hijriyah, bukanlah sekadar penanda waktu dalam tahun Islam. Ia merupakan tonggak spiritual yang ditunggu-tunggu oleh seluruh umat Muslim di dunia. Lebih dari sekadar bulan puasa, Ramadhan adalah periode transformatif, sebuah kesempatan emas untuk membersihkan jiwa, memperkuat ikatan dengan Sang Pencipta, dan meraih ampunan serta rahmat-Nya yang tak terhingga. Bulan ini menandai turunnya Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, yang menjadi pedoman hidup dan sumber hidayah bagi seluruh umat manusia.
Di balik kewajiban berpuasa yang tampak kasat mata, tersimpan makna mendalam yang menjangkau aspek-aspek kehidupan manusia secara holistik, mulai dari aspek fisik, mental, hingga spiritual. Melalui pengorbanan dan ketaatan selama Ramadhan, seorang Muslim berkesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, membersihkan diri dari dosa-dosa masa lalu, dan mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan di masa mendatang dengan hati yang lebih bersih dan jiwa yang lebih kuat. Artikel ini akan mengupas secara mendalam makna Ramadhan, keutamaan-keutamaannya, serta berbagai ibadah yang dianjurkan selama bulan suci ini, dilengkapi dengan dalil-dalil yang sahih dan penjelasan yang komprehensif. Semoga uraian ini dapat memberikan pemahaman yang lebih luas dan mendalam tentang esensi Ramadhan serta mendorong kita untuk memaksimalkan kesempatan berharga ini dalam meraih ridho Allah SWT.
Makna Ramadhan
Ramadhan adalah bulan pelatihan spiritual yang intensif, di mana kita dilatih untuk mengendalikan diri, meningkatkan kesabaran, dan mengasah kepekaan terhadap penderitaan orang lain. Lebih dari itu, Ramadhan juga merupakan bulan penuh berkah, di mana amal ibadah kita dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT. Ini adalah kesempatan untuk menabung amal kebaikan sebanyak-banyaknya untuk bekal di akhirat kelak. Makna Ramadhan tidak hanya terbatas pada aspek individual, tetapi juga mencakup aspek sosial. Bulan ini mendorong kita untuk meningkatkan kepedulian terhadap sesama, berbagi rezeki dengan orang yang membutuhkan, dan mempererat tali silaturahmi. Dengan demikian, Ramadhan menjadi momentum untuk membangun masyarakat yang lebih adil, harmonis, dan penuh kasih sayang. Melalui penghayatan makna Ramadhan yang komprehensif ini, kita dapat memaknai bulan suci ini secara lebih mendalam dan meraih manfaat spiritual yang optimal.
Puasa Ramadhan, sebagai rukun Islam yang penting, diwajibkan bagi setiap muslim yang telah baligh, berakal sehat, dan mampu menjalankannya, kecuali bagi mereka yang memiliki uzur syar'i. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183)
Ayat ini menegaskan kewajiban berpuasa sebagai bentuk ketaatan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Ketaqwaan yang dimaksud bukanlah sekadar menghindari perbuatan maksiat, tetapi juga mencakup upaya untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui amal saleh dan ibadah lainnya. Puasa Ramadhan menjadi sarana untuk melatih ketaqwaan ini, dengan cara menahan diri dari segala hal yang diharamkan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui berbagai ibadah sunnah.
Keutamaan Bulan Ramadhan
Bulan Ramadhan dipenuhi dengan keutamaan yang tak terhitung jumlahnya. Allah SWT melimpahkan rahmat dan ampunan-Nya secara khusus di bulan ini. Berikut beberapa keutamaan Ramadhan yang perlu kita renungkan:
Bulan Ampunan (Yaumul Maghfirah)
Ramadhan adalah bulan ampunan yang agung. Allah SWT membuka pintu ampunan-Nya seluas-luasnya bagi hamba-hamba-Nya yang bertaubat. Rasulullah SAW bersabda:
"Apabila datang bulan Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menggambarkan suasana spiritual yang istimewa di bulan Ramadhan. Kesempatan untuk meraih ampunan Allah SWT sangat besar, asalkan kita sungguh-sungguh bertaubat dan memperbaiki diri. Pintu ampunan terbuka lebar bagi siapa saja yang menyesali dosa-dosanya dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi.
Bulan Rahmat (Syahrur Rahmah)
Ramadhan juga dikenal sebagai bulan rahmat. Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang beribadah dengan ikhlas di bulan ini. Rahmat Allah SWT meliputi segala aspek kehidupan, memberikan kekuatan dan petunjuk bagi mereka yang mencari keridhoan-Nya. Ini adalah kesempatan untuk merasakan kasih sayang Allah SWT secara lebih dekat dan merasakan kedamaian batin yang hakiki.
Bulan Diturunkannya Al-Qur'an (Syahrul Qur'an)
Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur'an, kitab suci umat Islam. Allah SWT berfirman:
"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)." (QS. Al-Baqarah: 185)
Turunnya Al-Qur'an di bulan Ramadhan menunjukkan betapa pentingnya bulan ini bagi umat Islam. Membaca, memahami, dan mengamalkan Al-Qur'an di bulan Ramadhan menjadi ibadah yang sangat dianjurkan. Al-Qur'an menjadi pedoman hidup dan sumber hidayah bagi kita dalam menjalani kehidupan di dunia ini.
Bulan Penuh Berkah (Syahrul Barakah)
Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah. Setiap amal kebaikan yang dilakukan di bulan ini akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:
"Setiap amal anak Adam dilipatgandakan, satu kebaikan dicatat sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman: 'Kecuali puasa, karena itu adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.'" (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan keutamaan puasa Ramadhan yang sangat besar. Pahala puasa Ramadhan tidak dihitung secara biasa, melainkan langsung dibalas oleh Allah SWT. Ini menjadi motivasi bagi kita untuk berpuasa dengan penuh keikhlasan dan mengharapkan ridho Allah SWT.
I'tikaf
I'tikaf adalah amalan berdiam diri di masjid untuk beribadah kepada Allah SWT. Biasanya dilakukan pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Selama i'tikaf, seorang muslim akan fokus beribadah, seperti shalat, membaca Al-Qur'an, berdzikir, dan berdoa. I'tikaf merupakan kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT secara intensif dan merenungkan diri.
Ramadhan sebagai Waktu Refleksi Diri dan Peningkatan Spiritual
Ramadhan bukan hanya tentang menjalankan ibadah secara ritualistik, tetapi juga tentang introspeksi diri dan peningkatan spiritual. Bulan ini menjadi kesempatan untuk merenungkan perjalanan hidup kita, mengevaluasi tindakan dan perilaku kita, serta memperbaiki diri menuju kesempurnaan. Melalui puasa, kita dilatih untuk mengendalikan hawa nafsu dan mengasah kesabaran. Melalui shalat Tarawih dan membaca Al-Qur'an, kita mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mendapatkan hidayah. Melalui amal dan sedekah, kita meningkatkan kepedulian sosial dan berbagi kasih sayang. Semua amalan ini saling berkaitan dan berkontribusi pada peningkatan spiritualitas kita.
Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk bertobat dari dosa-dosa masa lalu dan bertekad untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Ini adalah kesempatan untuk memperbaiki hubungan dengan Allah SWT dan sesama manusia. Dengan merenungkan makna Ramadhan secara mendalam, kita dapat memaksimalkan kesempatan berharga ini untuk meraih ampunan, rahmat, dan ridho Allah SWT.
Kesimpulan
Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, ampunan, dan rahmat. Ia merupakan kesempatan emas bagi umat Muslim untuk meningkatkan kualitas ibadah, mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan memperbaiki diri. Dengan memahami makna Ramadhan secara komprehensif dan menjalankan berbagai amalan ibadah yang dianjurkan, kita dapat meraih manfaat spiritual yang optimal dan mempersiapkan diri untuk menghadapi kehidupan di dunia dan akhirat. Semoga artikel ini dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang keutamaan dan esensi Ramadhan.
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Ashifuddin Fikri
BERITA08/03/2025 | Ashifuddin Fikri
Manfaat Fidyah
Manfaat Fidyah
Fidyah adalah salah satu konsep dalam Islam yang berkaitan dengan pengganti bagi mereka yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. Fidyah biasanya diberikan dalam bentuk makanan atau uang kepada orang yang membutuhkan. Berikut adalah beberapa manfaat fidyah yang penting untuk dipahami:
1. Mengganti Kewajiban Puasa
Fidyah berfungsi sebagai pengganti bagi mereka yang tidak mampu berpuasa karena alasan tertentu, seperti sakit atau usia lanjut. Dengan memberikan fidyah, seseorang tetap dapat memenuhi kewajiban agama meskipun tidak dapat berpuasa.
2. Memberikan Manfaat kepada Orang Lain
Fidyah biasanya disalurkan kepada orang-orang yang membutuhkan, seperti fakir miskin. Dengan memberikan fidyah, seseorang tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga membantu meringankan beban orang lain.
3. Mendapatkan Pahala dari Allah
Memberikan fidyah dengan niat yang tulus dapat mendatangkan pahala dari Allah. Ini adalah bentuk amal yang sangat dianjurkan dalam Islam, dan dapat menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
4. Menjaga Keseimbangan Sosial
Fidyah berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat dengan mendistribusikan sumber daya kepada mereka yang kurang beruntung. Ini membantu menciptakan keseimbangan sosial dan mengurangi kesenjangan ekonomi.
5. Meningkatkan Kesadaran Sosial
Dengan memberikan fidyah, individu diingatkan akan pentingnya berbagi dan peduli terhadap sesama. Ini dapat meningkatkan kesadaran sosial dan mendorong lebih banyak orang untuk terlibat dalam kegiatan amal.
6. Menjadi Sarana untuk Berdoa
Fidyah juga dapat menjadi sarana untuk berdoa dan memohon ampunan kepada Allah. Dengan memberikan fidyah, seseorang dapat berharap agar Allah menerima amal ibadahnya dan memberikan keberkahan dalam hidupnya.
Penulis:
Hubaib Ash Shidqi
Editor:
Hubaib Ash Shidqi
BERITA07/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI
Perbedaan Fidyah Haji dan Ramadhan
Perbedaan Fidyah Haji dan Ramadhan
Fidyah adalah istilah dalam agama Islam yang merujuk pada kompensasi yang harus dibayarkan oleh seseorang yang tidak dapat melaksanakan ibadah puasa atau haji karena alasan tertentu. Meskipun keduanya berkaitan dengan kewajiban ibadah, fidyah haji dan fidyah Ramadhan memiliki perbedaan yang signifikan. Dalam artikel ini, kita akan membahas perbedaan antara fidyah haji dan fidyah Ramadhan.
Pengertian Fidyah
Fidyah secara umum adalah bentuk pengganti yang diberikan kepada orang yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa atau haji. Fidyah biasanya berupa makanan atau uang yang diberikan kepada orang yang membutuhkan. Dalam konteks puasa, fidyah diberikan kepada mereka yang tidak dapat berpuasa karena alasan kesehatan atau usia lanjut. Sedangkan dalam konteks haji, fidyah diberikan kepada mereka yang tidak dapat melaksanakan ibadah haji karena alasan tertentu.
Fidyah Ramadhan
Fidyah Ramadhan adalah kompensasi yang dibayarkan oleh seseorang yang tidak dapat berpuasa selama bulan Ramadhan. Hal ini biasanya berlaku bagi mereka yang sakit parah, lanjut usia, atau memiliki kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan untuk berpuasa. Fidyah Ramadhan biasanya berupa makanan yang cukup untuk memberi makan orang miskin, atau bisa juga dalam bentuk uang yang setara dengan nilai makanan tersebut.
Ketentuan Fidyah Ramadhan
Syarat: Fidyah Ramadhan hanya berlaku bagi mereka yang tidak dapat berpuasa dan tidak ada harapan untuk sembuh.
Jumlah: Jumlah fidyah yang harus dibayarkan adalah satu mud (sekitar 675 gram) makanan pokok per hari puasa yang ditinggalkan.
Waktu Pembayaran: Fidyah Ramadhan dapat dibayarkan kapan saja setelah bulan Ramadhan berakhir.
Fidyah Haji
Fidyah Haji adalah kompensasi yang dibayarkan oleh seseorang yang tidak dapat melaksanakan ibadah haji karena alasan tertentu, seperti sakit atau tidak mampu. Fidyah haji juga dapat dikenakan bagi mereka yang melakukan pelanggaran tertentu selama pelaksanaan ibadah haji, seperti tidak mengikuti tata cara yang telah ditentukan.
Ketentuan Fidyah Haji
Syarat: Fidyah haji berlaku bagi mereka yang tidak dapat melaksanakan haji atau melakukan pelanggaran selama ibadah haji.
Jumlah: Fidyah haji biasanya berupa penyembelihan hewan (seperti kambing atau domba) atau memberikan makanan kepada orang miskin.
Waktu Pembayaran: Fidyah haji harus dibayarkan segera setelah pelanggaran dilakukan atau setelah seseorang menyadari bahwa mereka tidak dapat melaksanakan haji.
Perbedaan Utama
Tujuan: Fidyah Ramadhan ditujukan untuk mengganti puasa yang tidak dilaksanakan, sedangkan fidyah haji ditujukan untuk mengganti pelaksanaan ibadah haji yang tidak dapat dilakukan.
Bentuk: Fidyah Ramadhan umumnya berupa makanan pokok, sedangkan fidyah haji bisa berupa penyembelihan hewan atau makanan.
Syarat dan Ketentuan: Syarat dan ketentuan untuk fidyah Ramadhan dan fidyah haji berbeda, tergantung pada konteks ibadah yang tidak dilaksanakan.
Penulis:
Hubaib Ash Shidqi
Editor:
Hubaib Ash Shidqi
BERITA07/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI
Dalil-Dalil Disyariatkannya Fidyah
Dalil-Dalil Disyariatkannya Fidyah
Fidyah merupakan salah satu bentuk kompensasi yang diperuntukkan bagi mereka yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. Dalam Islam, fidyah memiliki dasar dan dalil yang kuat, baik dari Al-Qur'an maupun Hadis. Berikut adalah beberapa dalil yang menunjukkan disyariatkannya fidyah.
1. Al-Qur'an
Salah satu dalil utama yang menunjukkan disyariatkannya fidyah terdapat dalam Al-Qur'an, yaitu dalam Surah Al-Baqarah ayat 184:
"Dan barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu ia tidak berpuasa), maka (wajiblah ia berpuasa) sebanyak hari yang lain. Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan kepada orang miskin. Dan barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya. Dan puasa itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 184)
Ayat ini menjelaskan bahwa bagi mereka yang tidak mampu berpuasa, seperti orang tua yang sudah lanjut usia atau orang yang sakit parah, diperbolehkan untuk membayar fidyah.
2. Hadis Nabi Muhammad SAW
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas, Rasulullah SAW bersabda:
"Bagi orang yang tidak mampu berpuasa, seperti orang tua yang sudah lanjut usia, maka ia dapat membayar fidyah, yaitu memberi makan kepada orang miskin." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa fidyah adalah solusi bagi mereka yang tidak mampu menjalankan puasa karena alasan tertentu.
3. Ijma' Ulama
Para ulama sepakat bahwa fidyah disyariatkan bagi mereka yang tidak mampu berpuasa. Ijma' ini menunjukkan bahwa fidyah merupakan bagian dari syariat Islam yang harus dipatuhi oleh umat Muslim.
4. Keterangan dalam Kitab Fiqh
Dalam kitab-kitab fiqh, seperti Fiqh Sunnah dan Al-Muwatta, dijelaskan bahwa fidyah adalah alternatif bagi mereka yang tidak dapat berpuasa. Hal ini menunjukkan bahwa fidyah bukan hanya sekadar pilihan, tetapi merupakan kewajiban bagi mereka yang memenuhi syarat.
Penulis:
Hubaib Ash Shidqi
Editor:
Hubaib Ash Shidqi
BERITA07/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI
Ancaman bagi Orang yang Tidak Mau Menunaikan Fidyah
Ancaman bagi Orang yang Tidak Mau Menunaikan Fidyah
Fidyah adalah salah satu bentuk kompensasi yang harus dibayarkan oleh seseorang yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan karena alasan tertentu, seperti sakit atau hamil. Namun, ada ancaman bagi orang yang tidak mau menunaikan fidyah, yang perlu kita ketahui agar kita tidak terjerumus dalam kesalahan.
Apa Itu Fidyah?
Fidyah merupakan kewajiban bagi umat Islam yang tidak dapat berpuasa. Dalam hal ini, fidyah biasanya berupa makanan pokok yang diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Fidyah bertujuan untuk menjaga solidaritas sosial dan membantu mereka yang kurang mampu.
Ancaman Bagi yang Mengabaikan Fidyah
Dosa yang BesarMengabaikan kewajiban untuk menunaikan fidyah dapat mengakibatkan dosa yang besar. Dalam Islam, setiap kewajiban yang ditinggalkan tanpa alasan yang sah akan mendatangkan konsekuensi di akhirat.
Siksaan di AkhiratDalam beberapa hadis, disebutkan bahwa orang yang tidak menunaikan fidyah akan mendapatkan siksaan di akhirat. Ini adalah peringatan serius bagi kita untuk tidak mengabaikan kewajiban ini.
Kehilangan Pahala PuasaPuasa yang dilakukan tanpa menunaikan fidyah bagi yang wajib dapat mengurangi pahala puasa tersebut. Hal ini tentu sangat merugikan bagi mereka yang ingin mendapatkan keberkahan dari ibadah puasa.
Dampak SosialDengan tidak menunaikan fidyah, kita juga berkontribusi pada masalah sosial. Fidyah seharusnya digunakan untuk membantu mereka yang membutuhkan, dan dengan mengabaikannya, kita melewatkan kesempatan untuk berbuat baik.
Penulis:
Hubaib Ash Shidqi
Editor:
Hubaib Ash Shidqi
BERITA07/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI
Kafarat Ramadhan: Mekanisme Singkat Pelaksanaan dan Contoh Kasus dalam Ibadah Puasa
Ramadhan adalah bulan penuh berkah bagi umat Islam, di mana umat Islam diwajibkan untuk menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa mulai dari fajar hingga matahari terbenam. Puasa di bulan Ramadhan adalah salah satu dari lima rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang telah memenuhi syarat. Namun, terkadang dalam pelaksanaannya, ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang membatalkan puasa dengan sengaja, baik karena alasan tertentu atau karena tidak menjaga ibadah puasa dengan baik. Dalam situasi seperti ini, Islam memberikan mekanisme untuk menebus kesalahan tersebut yang dikenal dengan nama kafarat.
Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai mekanisme pelaksanaan kafarat Ramadhan, syarat-syaratnya, serta memberikan contoh kasus agar lebih mudah dipahami. Selain itu, artikel ini juga akan menyertakan referensi yang relevan untuk memperdalam pemahaman tentang kafarat dalam ibadah puasa Ramadhan.
Apa Itu Kafarat?
Kafarat dalam bahasa Arab berasal dari kata "kafara" yang berarti menutupi atau mengganti. Secara istilah, kafarat adalah kompensasi atau ganti rugi yang wajib dilakukan oleh seseorang yang dengan sengaja membatalkan puasanya di bulan Ramadhan dengan cara yang tidak dibenarkan oleh syariat Islam. Kafarat diwajibkan sebagai bentuk penebusan terhadap pelanggaran yang dilakukan selama menjalankan ibadah puasa.
Pelanggaran yang menyebabkan kafarat biasanya melibatkan tindakan yang mengharuskan seseorang untuk mengganti atau menebusnya. Misalnya, seseorang yang sengaja makan atau minum di siang hari selama Ramadhan tanpa alasan yang dibenarkan, atau melakukan hubungan suami istri di siang hari bulan Ramadhan.
Mekanisme Pelaksanaan Kafarat
Menurut ajaran Islam, kafarat diterapkan dalam dua situasi utama di mana seseorang membatalkan puasanya dengan penjelasan sebagai berikut.
Membatalkan Puasa dengan Sengaja
Ketika seseorang dengan sengaja makan, minum, atau melakukan hubungan suami istri di siang hari bulan Ramadhan tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat, maka mereka wajib menjalankan kafarat. Untuk kafarat ini, terdapat tiga pilihan yang dapat diambil oleh orang tersebut:
Memerdekakan Budak
Opsi pertama ini disesuaikan dengan konteks zaman Rasulullah saw. yang mana masih terjadi praktik perbudakan. Namun, di zaman sekarang, opsi atau pilihan memerdekakan budak sudah tidak lagi relevan, karena sebagaimana diketahui praktik perbudakan sudah tidak ada lagi di zaman modern ini. Sehingga, pilihan pelaksanaan kafarat bisa dilakukan dengan dua cara lainnya, yaitu puasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan 60 orang miskin.
Berpuasa 60 hari berturut-turut: Orang yang melanggar puasa dengan sengaja wajib mengganti dengan puasa selama 60 hari berturut-turut setelah Ramadhan. Jika seseorang tidak mampu berpuasa karena alasan kesehatan atau faktor lainnya, maka mereka tidak diperbolehkan untuk memilih opsi ini.
Memberi makan 60 orang miskin: Alternatif kedua adalah memberi makan 60 orang miskin dengan porsi makanan yang memadai. Biasanya, setiap orang miskin diberikan satu meal (porsi makan). Untuk menentukan jumlah total uang yang harus diberikan, dapat dihitung dengan harga makanan yang cukup untuk satu orang miskin.
Menggugurkan Puasa dengan Cara Lain
Selain makan atau minum, pelanggaran lainnya yang dapat menyebabkan puasa batal adalah jika seseorang mengeluarkan cairan mani secara sengaja atau berhubungan suami istri di siang hari bulan Ramadhan. Kafarat yang diwajibkan tetap sama, yaitu berpuasa 60 hari berturut-turut atau memberi makan 60 orang miskin. Namun, untuk kasus ini, sangat penting untuk memastikan bahwa perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja dan bukan karena kelalaian atau ketidaksengajaan.
Kasus Lainnya
Ada juga kasus-kasus lain yang bisa membatalkan puasa, seperti muntah yang disengaja atau mengalami haid atau nifas di siang hari. Dalam kasus ini, jika pelanggaran terjadi dengan sengaja, kafarat tetap diperlukan. Namun, jika seseorang melakukan hal ini karena alasan medis, maka tidak diwajibkan kafarat, tetapi harus mengganti puasa yang hilang dengan puasa qadha.
Contoh Kasus Kafarat Ramadhan
Untuk lebih memahami mekanisme kafarat, mari kita lihat beberapa contoh kasus di bawah ini yang akan membantu menjelaskan bagaimana kafarat dilaksanakan dalam kehidupan nyata.
Kasus 1: Makan atau Minum dengan Sengaja
Seorang pria bernama Ahmad, yang berusia 35 tahun, menjalankan ibadah puasa Ramadhan dengan baik, namun di suatu hari, ia merasa sangat lapar dan haus. Tanpa memikirkan konsekuensi, ia memutuskan untuk makan dan minum di siang hari Ramadhan. Ahmad mengetahui bahwa ini merupakan tindakan yang membatalkan puasa, tetapi ia merasa lelah dan tidak tahan.
Setelah berbicara dengan seorang ulama setempat, Ahmad mendapatkan penjelasan bahwa karena ia sengaja membatalkan puasa, maka ia wajib melakukan kafarat. Dalam hal ini, Ahmad diberi dua pilihan:
Berpuasa 60 hari berturut-turut. Namun, Ahmad tidak dapat melakukannya karena alasan kesehatan.
Memberi makan 60 orang miskin. Ahmad memilih untuk memberi makan 60 orang miskin sesuai dengan ketentuan kafarat.
Ahmad kemudian memberikan bantuan berupa makanan kepada 60 orang miskin di sekitar tempat tinggalnya. Setiap orang miskin diberi nasi dan lauk yang cukup untuk memenuhi kebutuhan makan siang mereka.
Kasus 2: Berhubungan Suami Istri di Siang Hari Ramadhan
Seorang wanita bernama Fatimah dan suaminya, Ali, telah berpuasa selama Ramadhan dengan tekun. Namun, pada suatu hari, tanpa sadar, mereka melakukan hubungan suami istri di siang hari, meskipun mereka sudah mengetahui bahwa hal tersebut membatalkan puasa. Setelah mereka menyadari kesalahan tersebut, mereka segera mencari tahu mengenai konsekuensi dari tindakan tersebut.
Mereka berkonsultasi dengan seorang ahli fiqih yang menjelaskan bahwa tindakan ini termasuk dalam pelanggaran besar yang membatalkan puasa, dan mereka wajib melakukan kafarat. Fatimah dan Ali harus menjalani salah satu dari dua pilihan yang tersedia:
Berpuasa 60 hari berturut-turut. Fatimah dan Ali memilih untuk berpuasa 60 hari berturut-turut karena mereka merasa mampu untuk melakukannya.
Memberi makan 60 orang miskin. Jika mereka tidak mampu berpuasa, mereka dapat memilih untuk memberi makan 60 orang miskin.
Fatimah dan Ali menjalani puasa 60 hari berturut-turut setelah Ramadhan, sebagai bentuk penebusan atas kesalahan mereka.
Syarat dan Ketentuan dalam Pelaksanaan Kafarat
Untuk melaksanakan kafarat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Keikhlasan dan Niat yang Benar: Setiap amal ibadah dalam Islam harus didasari oleh niat yang ikhlas karena Allah SWT. Begitu pula dalam menjalankan kafarat.
Jumlah dan Kualitas Pemberian: Jika memilih untuk memberi makan orang miskin, maka makanan yang diberikan harus cukup untuk memenuhi kebutuhan makan mereka. Makanan yang diberikan juga harus berkualitas, bukan makanan yang tidak layak konsumsi.
Alternatif Pilihan: Jika seseorang tidak mampu menjalankan salah satu pilihan kafarat (berpuasa atau memberi makan), maka ada dispensasi yang dapat diberikan berdasarkan kondisi tertentu, misalnya sakit atau faktor lain yang membatasi kemampuan seseorang.
Kesimpulan
Kafarat Ramadhan adalah bagian penting dari ajaran Islam yang berfungsi sebagai kompensasi atau ganti rugi bagi seseorang yang dengan sengaja membatalkan puasa. Mekanisme pelaksanaan kafarat bisa dilakukan dengan berpuasa 60 hari berturut-turut atau memberi makan 60 orang miskin. Tindakan ini juga memiliki dimensi sosial yang besar, karena membantu meringankan beban orang miskin, sekaligus memperbaiki kondisi spiritual seseorang yang melanggar puasa. Sebagai umat Muslim, penting untuk memahami mekanisme ini agar kita dapat menjaga ibadah puasa dengan baik dan memahami konsekuensi yang timbul jika kita melakukan kesalahan selama bulan Ramadhan.
Editor : Ibnu
BERITA07/03/2025 | Ibnu
Hikmah Zakat Melalui Kisah Nyata Perubahan Hidup
Zakat memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan umat Muslim, tidak hanya sebagai kewajiban agama, tetapi juga sebagai sarana untuk menciptakan perubahan positif dalam masyarakat. Banyak kisah nyata yang menunjukkan bagaimana zakat dapat mengubah hidup seseorang. Salah satu contohnya adalah kisah seorang pengusaha yang mengalami kesulitan finansial. Setelah menunaikan zakat secara rutin, ia merasakan perubahan yang signifikan dalam usahanya.
Dengan menyalurkan zakat kepada mereka yang membutuhkan, ia tidak hanya membantu orang lain, tetapi juga mendapatkan keberkahan dalam bisnisnya. Dalam sebuah penelitian, ditemukan bahwa individu yang aktif berzakat cenderung lebih bahagia dan puas dengan hidup mereka. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad SAW, "Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah," yang mengajarkan pentingnya memberi kepada sesama.
Kisah lain yang inspiratif adalah seorang ibu tunggal yang menerima zakat untuk membiayai pendidikan anak-anaknya. Dengan bantuan zakat, ia mampu memberikan pendidikan yang layak dan mengubah masa depan anak-anaknya. Ini menunjukkan bahwa zakat tidak hanya memberikan bantuan finansial, tetapi juga membuka peluang bagi mereka yang kurang beruntung untuk meraih impian mereka.
Melalui kisah-kisah ini, kita dapat melihat bahwa zakat bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan investasi sosial yang memberikan dampak positif bagi individu dan masyarakat. Dengan menunaikan zakat, kita berkontribusi dalam menciptakan dunia yang lebih baik dan lebih adil.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Penulis: Saffanatussa'idiyah
Editor: Ummi Kiftiyah
BERITA07/03/2025 | admin

Info Rekening Zakat
Mari tunaikan zakat Anda dengan mentransfer ke rekening zakat.
BAZNAS
Info Rekening Zakat

