Berita Terbaru
Zakat dan Seni Budaya Menggali Potensi Kreatif Melalui Amal
Zakat tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk membantu mereka yang membutuhkan, tetapi juga dapat berperan dalam pengembangan seni dan budaya. Dalam banyak masyarakat, seniman dan budayawan sering kali menghadapi kesulitan dalam mendapatkan dukungan finansial untuk karya-karya mereka. Dengan menyalurkan zakat untuk seni dan budaya, kita dapat membantu menggali potensi kreatif yang ada di masyarakat.
Zakat yang dialokasikan untuk seni dan budaya dapat digunakan untuk mendanai proyek-proyek seni, pelatihan bagi seniman muda, dan penyelenggaraan acara budaya. Misalnya, zakat dapat digunakan untuk mendukung pameran seni, pertunjukan teater, atau festival budaya yang melibatkan masyarakat. Dengan demikian, zakat tidak hanya membantu individu, tetapi juga memperkaya kehidupan budaya masyarakat secara keseluruhan.
Lembaga zakat dapat berperan aktif dalam mengidentifikasi dan mendukung proyek-proyek seni yang memiliki dampak positif bagi masyarakat. Dengan pendekatan yang tepat, zakat dapat menjadi sumber daya yang berharga untuk mempromosikan kreativitas dan inovasi dalam seni dan budaya.
Dengan menyalurkan zakat untuk seni dan budaya, kita tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi pada pelestarian dan pengembangan warisan budaya. Zakat menjadi sarana untuk menginspirasi generasi mendatang dan menciptakan masyarakat yang lebih kaya secara budaya.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor: Ummi Kiftiyah
Penulis: Saffanatussa'idiyah
BERITA09/03/2025 | admin
Sedekah dalam Pengembangan Ekonomi Mikro
Pada level mikro, sedekah memiliki dampak langsung terhadap peningkatan kapasitas ekonomi individu dan keluarga. Berikut beberapa peran sedekah dalam ekonomi mikro:
1. Modal Usaha Mikro
Salah satu bentuk sedekah produktif adalah memberikan modal usaha bagi masyarakat kurang mampu. Dengan modal tersebut, mereka dapat memulai usaha kecil seperti warung, kios, atau home industry yang dapat menjadi sumber penghasilan berkelanjutan. Program "sedekah modal usaha" telah banyak dikembangkan oleh berbagai lembaga amil zakat dan lembaga filantropi Islam lainnya dengan hasil yang cukup menggembirakan.
2. Pengembangan Keterampilan
Sedekah juga dapat dialokasikan untuk program pengembangan keterampilan (skill development) bagi masyarakat kurang mampu. Dengan memiliki keterampilan yang dibutuhkan pasar kerja, mereka memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak atau bahkan membuka usaha sendiri.
3. Pembiayaan Pendidikan
Investasi dalam pendidikan merupakan salah satu strategi jangka panjang dalam mengentaskan kemiskinan. Sedekah dapat dialokasikan untuk beasiswa pendidikan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Dengan memiliki pendidikan yang baik, mereka memiliki peluang untuk memutus rantai kemiskinan di masa depan.
4. Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Sebelum seseorang dapat berpikir tentang peningkatan kapasitas ekonomi, kebutuhan dasarnya harus terpenuhi terlebih dahulu. Sedekah dapat dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, dan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu. Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar ini, mereka memiliki landasan yang kuat untuk fokus pada peningkatan kapasitas ekonomi.
Kesimpulan
Sedekah memiliki potensi besar dalam membangun ekonomi umat dan mengentaskan kemiskinan. Melalui pendekatan yang inovatif dan terintegrasi, sedekah dapat bertransformasi dari sekadar bantuan konsumtif menjadi kekuatan penggerak ekonomi yang berkelanjutan. Sebagai umat Islam, kita perlu mengoptimalkan instrumen keuangan sosial ini untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.
Ayo bersedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta: https://kotayogya.baznas.go.id/sedekah
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Penulis: Shifa Indri Hudannaya
Editor: M. Sahal
BERITA09/03/2025 | AdminS
Golongan yang Dilarang Membayar Fidyah
Golongan yang Dilarang Membayar Fidyah
Fidyah adalah suatu bentuk kompensasi yang diberikan oleh seseorang yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan karena alasan tertentu, seperti sakit atau hamil. Namun, tidak semua orang berhak menerima fidyah. Dalam artikel ini, kita akan membahas golongan-golongan yang dilarang mendapatkan fidyah.
1. Orang yang Mampu Berpuasa
Salah satu golongan yang dilarang mendapatkan fidyah adalah orang-orang yang sebenarnya mampu untuk berpuasa. Jika seseorang tidak berpuasa karena malas atau tidak ingin menjalankan kewajiban, maka ia tidak berhak mendapatkan fidyah. Fidyah ditujukan untuk mereka yang benar-benar tidak mampu, bukan untuk mereka yang hanya enggan.
2. Orang yang Tidak Beriman
Golongan lain yang dilarang mendapatkan fidyah adalah mereka yang tidak beriman atau tidak menjalankan ajaran agama Islam. Fidyah merupakan bagian dari ibadah yang harus dilakukan oleh umat Islam. Oleh karena itu, orang yang tidak beriman tidak berhak untuk menerima fidyah.
3. Orang yang Melanggar Syariat
Mereka yang melanggar syariat Islam, seperti melakukan perbuatan dosa besar, juga tidak berhak mendapatkan fidyah. Fidyah adalah bentuk ketaatan kepada Allah, dan mereka yang tidak taat tidak layak untuk menerima kompensasi ini.
4. Orang yang Tidak Memiliki Niat
Niat adalah salah satu syarat dalam menjalankan ibadah, termasuk dalam hal fidyah. Jika seseorang tidak memiliki niat untuk berpuasa atau tidak berniat untuk memberikan fidyah, maka ia tidak berhak untuk menerimanya. Niat yang tulus sangat penting dalam setiap amal ibadah.
5. Orang yang Mengabaikan Kewajiban
Golongan yang mengabaikan kewajiban ibadah, seperti tidak melaksanakan shalat atau tidak berpuasa tanpa alasan yang sah, juga tidak berhak mendapatkan fidyah. Fidyah seharusnya diberikan kepada mereka yang berusaha menjalankan ibadah meskipun dalam keadaan sulit.
Penulis:
Hubaib Ash Shidqi
Editor:
Hubaib Ash Shidqi
BERITA09/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI
Orang-orang yang Dilarang Menerima Fidyah
Orang-orang yang Dilarang Menerima Fidyah
Fidyah adalah suatu bentuk kompensasi yang diberikan oleh seseorang yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, baik karena alasan kesehatan, usia lanjut, atau sebab lainnya. Namun, tidak semua orang diperbolehkan untuk menerima fidyah. Dalam artikel ini, kita akan membahas siapa saja yang dilarang menerima fidyah dan alasan di baliknya.
Siapa yang Dilarang Menerima Fidyah?
Orang yang Mampu Berpuasa
Mereka yang memiliki kemampuan fisik dan mental untuk berpuasa, tetapi memilih untuk tidak melakukannya tanpa alasan yang sah, tidak diperbolehkan menerima fidyah. Dalam hal ini, fidyah tidak dapat menjadi pengganti puasa yang seharusnya mereka jalankan. Contohnya, seseorang yang sehat dan mampu berpuasa namun memilih untuk tidak berpuasa karena malas, tidak berhak menerima fidyah.
Orang yang Tidak Beriman
Individu yang tidak beriman atau tidak menjalankan ajaran Islam dengan baik juga dilarang menerima fidyah. Fidyah merupakan bentuk ibadah yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang beriman dan taat kepada Allah. Penerimaan fidyah terkait erat dengan keyakinan dan kepatuhan terhadap ajaran agama Islam.
Orang yang Mampu Membayar Zakat
Jika seseorang mampu membayar zakat, maka mereka tidak diperbolehkan untuk menerima fidyah. Zakat adalah kewajiban yang lebih utama dan harus dipenuhi sebelum memikirkan fidyah. Prioritas diberikan kepada kewajiban zakat, yang merupakan rukun Islam. Jika seseorang mampu membayar zakat, maka menerima fidyah dianggap kurang tepat.
Orang yang Tidak Memiliki Keluarga (Pendapat Tertentu)
Dalam beberapa pandangan, orang yang tidak memiliki keluarga atau tanggungan juga dilarang menerima fidyah. Hal ini karena fidyah seharusnya diberikan kepada mereka yang membutuhkan, dan orang yang tidak memiliki tanggungan dianggap tidak dalam keadaan darurat. Pendapat ini menekankan aspek sosial dan kemanfaatan fidyah bagi mereka yang benar-benar membutuhkan. Namun, pendapat lain mungkin memperbolehkan penerimaan fidyah meskipun tidak memiliki tanggungan, selama memenuhi kriteria lain yang membolehkan penerimaan fidyah.
Penulis:
Hubaib Ash Shidqi
Editor:
Hubaib Ash Shidqi
BERITA09/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI
Fidyah sebagai Bentuk Kepedulian Sosial
Fidyah sebagai Bentuk Kepedulian Sosial
Fidyah merupakan salah satu konsep dalam Islam yang berkaitan dengan kewajiban mengganti puasa bagi mereka yang tidak dapat melaksanakannya. Dalam konteks ini, fidyah bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga mencerminkan kepedulian sosial yang mendalam dalam masyarakat. Melalui fidyah, umat Islam diajarkan untuk saling membantu dan peduli terhadap sesama, terutama kepada mereka yang kurang mampu.
Apa itu Fidyah?
Fidyah adalah pembayaran yang dilakukan oleh seseorang yang tidak dapat berpuasa, baik karena sakit yang berkepanjangan, usia lanjut, atau alasan lain yang sah. Pembayaran fidyah biasanya berupa makanan atau bahan makanan yang diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Dengan demikian, fidyah tidak hanya berfungsi sebagai pengganti puasa, tetapi juga sebagai sarana untuk berbagi rezeki dan membantu mereka yang kurang beruntung.
Kepedulian Sosial dalam Fidyah
Fidyah sebagai bentuk kepedulian sosial sangat relevan dalam konteks masyarakat saat ini. Dalam banyak kasus, ada individu atau keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka. Dengan memberikan fidyah, seseorang tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi dalam mengurangi beban orang lain.
Manfaat Fidyah bagi Masyarakat
Meningkatkan Solidaritas: Fidyah mendorong umat Islam untuk saling peduli dan membantu satu sama lain. Ini menciptakan rasa solidaritas yang kuat dalam masyarakat.
Mengurangi Kemiskinan: Dengan memberikan fidyah kepada mereka yang membutuhkan, kita dapat membantu mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Membangun Kesadaran Sosial: Fidyah mengajarkan kita untuk lebih peka terhadap kondisi sosial di sekitar kita. Hal ini mendorong individu untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial dan amal.
Mendekatkan Diri kepada Allah: Melalui fidyah, kita tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga mendapatkan pahala dari Allah SWT. Ini menjadi motivasi tambahan bagi umat Islam untuk lebih peduli terhadap sesama.
Penulis:
Hubaib Ash Shidqi
Editor:
Hubaib Ash Shidqi
BERITA09/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI
Keutamaan Fidyah dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadis: Telaah Mendalam
Fidyah merupakan salah satu bentuk kompensasi yang diperuntukkan bagi mereka yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa, baik karena sakit, hamil, menyusui, atau alasan lainnya.
Dalam Islam, fidyah memiliki keutamaan yang besar, baik dari segi spiritual maupun sosial.
Perspektif Al-Qur’an
Dalam Al-Qur'an, fidyah disebutkan dalam Surah Al-Baqarah (2:184-185), yang menekankan pentingnya puasa dan memberikan keringanan bagi mereka yang tidak mampu.
Ayat ini menunjukkan bahwa fidyah adalah alternatif yang diperbolehkan untuk menjaga keseimbangan antara kewajiban ibadah dan kondisi individu.
Perspektif Hadis
Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya fidyah dalam beberapa hadis.
Dalam sebuah riwayat, beliau bersabda, "Barangsiapa yang tidak mampu berpuasa, maka hendaklah ia memberi makan kepada orang miskin." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menegaskan bahwa fidyah adalah cara untuk tetap mendapatkan pahala meskipun tidak dapat menjalankan puasa.
Keutamaan Fidyah
1. Pahala Berlipat Ganda
Memberikan fidyah kepada orang yang membutuhkan akan mendatangkan pahala yang besar.
2. Menjaga Hubungan Sosial
Fidyah memperkuat tali persaudaraan dan kepedulian antar sesama.
3. Keseimbangan Spiritual
Dengan membayar fidyah, seseorang tetap dapat merasakan kedekatan dengan Allah meskipun tidak dapat berpuasa.
Fidyah bukan hanya sekadar pengganti puasa, tetapi juga merupakan bentuk amal yang memiliki keutamaan besar dalam Islam.
Dengan memahami dan melaksanakan fidyah, kita tidak hanya memenuhi kewajiban, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat.
Sumber:
1. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah (2:184-185).
2. Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim.
3. Buku "Fidyah dan Kewajiban Puasa" oleh Dr. Ahmad Zainuddin.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
BERITA09/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Menggali Makna Fidyah dalam Ibadah Puasa Ramadhan
Fidyah adalah bentuk kompensasi yang diberikan bagi mereka yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, baik karena sakit, hamil, menyusui, atau alasan lainnya.
Dalam konteks ibadah puasa, fidyah memiliki makna yang mendalam, mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan dan kepedulian sosial dalam Islam.
Makna Fidyah
Fidyah bukan sekadar pengganti puasa, tetapi juga merupakan bentuk amal yang menunjukkan rasa empati terhadap sesama.
Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah (2:184-185) bahwa bagi yang tidak mampu berpuasa, diperbolehkan untuk memberi makan orang miskin.
Ini menunjukkan bahwa fidyah adalah cara untuk tetap terhubung dengan komunitas dan membantu mereka yang membutuhkan.
Pahala dan Keberkahan
Memberikan fidyah di bulan Ramadan mendatangkan pahala yang besar.
Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang tersebut sedikit pun." (HR. Ahmad).
Dengan demikian, fidyah menjadi sarana untuk meraih keberkahan di bulan suci ini.
Fidyah dalam ibadah puasa Ramadan mengajarkan kita tentang pentingnya kepedulian sosial dan berbagi.
Dengan memahami makna fidyah, kita tidak hanya memenuhi kewajiban, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat, menjadikan Ramadan sebagai bulan yang penuh berkah dan kebaikan.
Sumber:
1. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah (2:184-185).
2. Hadis Riwayat Ahmad.
3. Buku "Fidyah dan Kewajiban Puasa" oleh Dr. Ahmad Zainuddin.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
BERITA09/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Fidyah dan Keterbatasan Ekonomi: Menjaga Ibadah di Tengah Kesulitan
Fidyah adalah bentuk kompensasi yang diberikan bagi mereka yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa, terutama di bulan Ramadan.
Namun, dalam konteks keterbatasan ekonomi, banyak orang yang merasa kesulitan untuk memenuhi kewajiban ini.
Hal ini menimbulkan pertanyaan penting: bagaimana cara menjaga ibadah di tengah kesulitan finansial?
Fidyah dalam Islam
Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah (2:184-185) bahwa bagi yang tidak mampu berpuasa, diperbolehkan untuk memberi makan orang miskin sebagai pengganti.
Ini menunjukkan bahwa fidyah bukan hanya kewajiban, tetapi juga merupakan bentuk kepedulian sosial.
Namun, bagi mereka yang mengalami keterbatasan ekonomi, membayar fidyah bisa menjadi tantangan.
Solusi dan Keterbatasan
Bagi mereka yang tidak mampu membayar fidyah, Islam memberikan keringanan. Dalam situasi sulit, seseorang dapat mencari alternatif lain, seperti:
1. Memberikan Makanan Secara Langsung
Jika tidak mampu membayar fidyah dalam bentuk uang, memberikan makanan kepada orang miskin bisa menjadi solusi.
2. Berkolaborasi dengan Komunitas
Menggandeng lembaga sosial atau masjid untuk membantu menyalurkan fidyah bagi yang membutuhkan.
3. Mendapatkan Nasihat Ulama
Konsultasi dengan ulama atau tokoh agama untuk mendapatkan panduan yang sesuai dengan kondisi.
Fidyah adalah bagian penting dari ibadah puasa, tetapi dalam keterbatasan ekonomi, penting untuk mencari solusi yang sesuai.
Dengan memahami prinsip-prinsip Islam dan mencari alternatif, kita tetap dapat menjaga ibadah dan berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat.
Sumber:
1. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah (2:184-185).
2. Buku "Fidyah dan Kewajiban Puasa" oleh Dr. Ahmad Zainuddin.
3. Artikel "Fidyah dalam Perspektif Ekonomi" di Jurnal Islamika.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
BERITA09/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Fidyah sebagai Solusi untuk Mengganti Puasa yang Terlewat
Fidyah merupakan salah satu bentuk pengganti bagi umat Muslim yang tidak dapat menjalankan puasa di bulan Ramadhan karena alasan tertentu, seperti sakit, hamil, atau menyusui. Dalam konteks ini, fidyah menjadi solusi yang sangat penting untuk memastikan bahwa kewajiban berpuasa tetap dapat dipenuhi meskipun dalam keadaan yang tidak memungkinkan. Dalam ajaran Islam, puasa adalah salah satu rukun yang sangat ditekankan, dan bagi mereka yang tidak dapat melaksanakannya, fidyah menjadi jalan keluar yang diizinkan.
Fidyah diartikan sebagai pembayaran yang dilakukan untuk mengganti puasa yang terlewat. Dalam hal ini, seseorang yang tidak dapat berpuasa diwajibkan untuk memberikan makanan kepada orang miskin atau membayar sejumlah uang yang setara dengan nilai makanan tersebut. Hal ini sesuai dengan prinsip Islam yang mengajarkan tentang kepedulian terhadap sesama, terutama bagi mereka yang kurang beruntung. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman bahwa orang-orang yang tidak mampu berpuasa karena alasan tertentu dapat menggantinya dengan memberi makan orang miskin. Ini menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan kondisi individu dan memberikan solusi yang fleksibel untuk memenuhi kewajiban agama.
Penting untuk dicatat bahwa fidyah bukanlah pengganti puasa yang bersifat permanen. Ini adalah solusi sementara yang diberikan kepada mereka yang tidak mampu berpuasa pada waktu tertentu. Dalam hal ini, fidyah menjadi pengingat bagi umat Muslim untuk selalu bersyukur atas nikmat kesehatan dan kesempatan yang diberikan untuk menjalankan ibadah puasa. Dengan memberikan fidyah, seseorang tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat. Ini adalah bentuk amal yang sangat dianjurkan dalam Islam, di mana setiap tindakan kebaikan akan mendapatkan ganjaran dari Allah SWT.
Dalam praktiknya, fidyah dapat diberikan dalam bentuk makanan pokok seperti beras, gandum, atau makanan lainnya yang umum dikonsumsi. Jumlah yang diberikan biasanya setara dengan satu mud, yang kira-kira seberat 600 gram. Namun, dalam konteks modern, banyak orang yang memilih untuk memberikan fidyah dalam bentuk uang tunai, yang kemudian digunakan untuk membeli makanan bagi mereka yang membutuhkan. Ini adalah cara yang lebih praktis dan efisien, terutama di era digital saat ini, di mana transaksi keuangan dapat dilakukan dengan mudah melalui aplikasi dan platform online.
Fidyah juga mengajarkan kita tentang pentingnya berbagi dan kepedulian sosial. Dalam masyarakat yang semakin individualis, fidyah menjadi pengingat bahwa kita tidak hidup sendiri dan bahwa ada tanggung jawab moral untuk membantu sesama. Dengan memberikan fidyah, kita tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi pada pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ini adalah nilai-nilai yang sangat penting dalam Islam, di mana setiap Muslim diharapkan untuk saling membantu dan mendukung satu sama lain.
Dalam konteks ini, fidyah juga dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kesadaran sosial di kalangan umat Muslim. Dengan memahami pentingnya fidyah, kita dapat mendorong lebih banyak orang untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan amal. Ini adalah langkah kecil yang dapat memberikan dampak besar bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang membutuhkan. Misalnya, dengan menggalang dana untuk memberikan fidyah kepada orang-orang yang tidak mampu, kita dapat menciptakan jaringan solidaritas yang kuat di antara umat Muslim.
Fidyah juga memiliki dimensi spiritual yang mendalam. Ketika seseorang memberikan fidyah, mereka tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga membersihkan hati dan jiwa dari sifat egois. Ini adalah bentuk pengorbanan yang menunjukkan bahwa kita peduli terhadap kesejahteraan orang lain. Dalam Islam, tindakan kebaikan seperti ini akan mendatangkan berkah dan rahmat dari Allah SWT. Dengan demikian, fidyah bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meningkatkan kualitas spiritual kita.
Selain itu, fidyah juga dapat menjadi alat untuk mendidik generasi muda tentang pentingnya berbagi dan kepedulian sosial. Dengan melibatkan anak-anak dalam proses memberikan fidyah, kita dapat menanamkan nilai-nilai kebaikan dan empati sejak dini. Ini adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik di masa depan. Ketika anak-anak melihat orang tua mereka memberikan fidyah, mereka akan belajar bahwa membantu orang lain adalah bagian penting dari kehidupan seorang Muslim.
Dalam era digital saat ini, cara kita memberikan fidyah juga telah mengalami perubahan. Banyak lembaga amal dan organisasi sosial yang menyediakan platform online untuk memudahkan umat Muslim dalam memberikan fidyah. Dengan hanya beberapa klik, seseorang dapat mentransfer dana untuk fidyah kepada mereka yang membutuhkan. Ini adalah kemudahan yang tidak hanya menguntungkan pemberi fidyah, tetapi juga penerima, karena mereka dapat segera mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan. Selain itu, transparansi dalam pengelolaan dana fidyah juga semakin meningkat, sehingga para pemberi fidyah dapat merasa yakin bahwa sumbangan mereka digunakan dengan baik.
Namun, meskipun kemudahan ini ada, penting bagi kita untuk tetap memperhatikan nilai-nilai yang mendasari fidyah. Memberikan fidyah bukan hanya tentang menyelesaikan kewajiban, tetapi juga tentang niat dan keikhlasan dalam membantu sesama. Dalam Islam, niat yang baik akan mendatangkan pahala yang besar. Oleh karena itu, setiap kali kita memberikan fidyah, kita harus melakukannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan, serta berharap agar Allah SWT menerima amal kita.
Fidyah juga dapat menjadi pengingat bagi kita untuk lebih bersyukur atas nikmat yang kita miliki. Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali lupa untuk menghargai kesehatan, waktu, dan kesempatan yang diberikan kepada kita. Dengan memberikan fidyah, kita diingatkan bahwa ada banyak orang di luar sana yang tidak seberuntung kita. Ini adalah kesempatan untuk merenungkan hidup kita dan berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Secara keseluruhan, fidyah adalah solusi yang sangat relevan bagi umat Muslim yang tidak dapat menjalankan puasa. Ini bukan hanya tentang memenuhi kewajiban agama, tetapi juga tentang berbagi dan peduli terhadap sesama. Dengan memberikan fidyah, kita dapat memastikan bahwa kita tetap terhubung dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kepedulian sosial yang diajarkan dalam Islam. Fidyah bukan hanya sekadar pengganti puasa, tetapi juga merupakan bentuk amal yang dapat membawa berkah dan rahmat bagi kita dan masyarakat sekitar. Dengan demikian, mari kita jadikan fidyah sebagai bagian dari kehidupan kita, tidak hanya di bulan Ramadhan, tetapi juga sepanjang tahun, sebagai wujud nyata dari kepedulian kita terhadap sesama.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor: Ummi Kiftiyah
BERITA09/03/2025 | Aura Mevlana Putri
Puasa di Era Modern: Nilai Spiritualitas dan Gaya Hidup Sehat
Dalam beberapa tahun terakhir, puasa tidak lagi semata-mata dipandang sebagai praktik keagamaan. Di tengah tren gaya hidup sehat yang terus berkembang, puasa juga diadopsi sebagai metode kesehatan modern, salah satunya melalui konsep intermittent fasting (IF). Fenomena ini menunjukkan bagaimana tradisi spiritual kini memiliki relevansi baru di era kontemporer, yaitu kesadaran akan kesehatan menjadi prioritas.
Puasa dalam Konteks Spiritualitas
Puasa seperti yang dijalankan umat Islam saat Ramadan, memiliki dimensi spiritual yang kuat karena menyangkut ibadah yang sifatnya langsung kepada Allah. Namun, menahan lapar, haus, dan hawa nafsu tidak hanya bertujuan melatih fisik, tetapi juga memperkuat kesabaran, empati sosial, dan ketakwaan (Kementerian Agama RI, 2023). Praktik puasa ini sudah berlangsung berabad-abad dan diyakini membawa manfaat spiritual serta sosial bagi individu dan masyarakat.
Intermittent Fasting: Puasa dalam Bingkai Kesehatan Modern
Di sisi lain, dunia kesehatan mengenal konsep puasa dalam bentuk intermittent fasting, yaitu metode makan dengan jendela waktu terbatas. Salah satu pola yang populer adalah 16:8, yaitu seseorang berpuasa selama 16 jam dan hanya makan selama 8 jam (Patterson & Sears, 2017). IF dipercaya bermanfaat untuk menurunkan berat badan, mengurangi risiko penyakit kronis, dan memperbaiki metabolisme tubuh.
Ketika Tradisi dan Tren Bertemu
Menariknya, pola makan selama Ramadan secara alami menyerupai intermittent fasting. Umat Islam berpuasa selama sekitar 12-14 jam, diikuti dengan makan sahur dan berbuka dalam waktu terbatas. Hal ini menunjukkan bahwa praktik spiritual tradisional secara tidak langsung selaras dengan pendekatan ilmiah modern tentang kesehatan. Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa puasa Ramadan berdampak positif pada berat badan dan profil lipid seseorang (Norouzy et al., 2013).
Kesehatan Holistik: Menjaga Fisik dan Mental
Kombinasi antara manfaat spiritual dan kesehatan fisik menjadikan puasa sebagai bagian dari gaya hidup sehat yang lebih holistik. Tidak sekadar menjaga pola makan, puasa juga melatih ketahanan mental dan keseimbangan emosional (Alsubheen et al., 2017). Hal ini semakin relevan di era modern yang sarat dengan gaya hidup serba cepat dan konsumtif yang kerap memicu stres.
Puasa dan Kesadaran Konsumsi
Selain manfaat kesehatan, tren puasa di era modern juga mendorong kesadaran tentang konsumsi yang berlebihan. Ketika seseorang berpuasa, ia dilatih untuk mengelola nafsu makan serta belajar mensyukuri makanan yang tersedia. Dalam konteks krisis lingkungan global dan ancaman food waste, praktik puasa yang bijak dapat menjadi bentuk kontribusi nyata dalam menciptakan gaya hidup berkelanjutan (UNEP, 2023).
Tantangan dan Peluang
Meski begitu, modernisasi puasa juga menghadirkan tantangan. Ketika puasa dipandang semata-mata sebagai alat diet atau tren kesehatan, esensi spiritualitasnya berisiko tereduksi. Oleh karena itu, penting menjaga keseimbangan antara niat spiritual dan manfaat fisik, agar puasa tetap menjadi praktik yang bermakna secara holistik.
Puasa di era modern bukan lagi sekadar ibadah atau strategi diet, melainkan sebuah praktik multidimensional yang menyatukan spiritualitas, kesehatan, dan kesadaran sosial. Dengan memadukan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai spiritual, puasa berpotensi menjadi solusi gaya hidup sehat yang tidak hanya bermanfaat bagi tubuh, tetapi juga bagi jiwa dan lingkungan sekitar.
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Nur Isnaini Masyithoh
BERITA08/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh
Krisis Kemanusiaan di Gaza Menuju Titik Kritis
Hingga awal Maret 2025, kondisi di Gaza terus memburuk di tengah eskalasi militer Israel yang tak kunjung mereda. Serangan udara, artileri, dan operasi darat yang dilancarkan sejak Oktober 2023 telah menghancurkan sebagian besar infrastruktur vital Gaza, termasuk rumah sakit, sekolah, pusat distribusi bantuan, dan jaringan listrik. Gaza kini benar-benar terisolasi, menjadikannya salah satu krisis kemanusiaan terburuk abad ini.
Korban Jiwa dan Luka
Berdasarkan laporan terbaru dari Kantor PBB untuk Koordinasi Kemanusiaan (OCHA), lebih dari 37.000 warga Palestina telah meninggal dunia, termasuk lebih dari 14.000 anak-anak. Jumlah korban luka mencapai lebih dari 82.000 orang, banyak di antaranya mengalami amputasi akibat keterlambatan penanganan medis. Sistem kesehatan Gaza telah kolaps total, dengan lebih dari 70 persen fasilitas medis hancur atau tidak berfungsi akibat serangan dan kekurangan pasokan (UN OCHA, 2025).
Blokade Total dan Krisis Pangan
Israel memperketat blokade darat, laut, dan udara, yang membuat pasokan makanan, obat-obatan, bahan bakar, dan air bersih nyaris terputus. Hingga Maret 2025, lebih dari 2 juta warga Gaza menghadapi kelaparan akut, dan laporan dari World Food Programme (WFP) menyebutkan bahwa sebagian keluarga kini hanya makan satu kali sehari dengan porsi sangat minim (WFP, 2025). Harga bahan pokok melonjak drastis, sementara sumber air bersih telah tercemar, memperburuk krisis kesehatan masyarakat.
Pengungsian Massal dan Kehidupan di Kamp Darurat
Lebih dari 1,8 juta warga Gaza—hampir seluruh populasi—telah kehilangan tempat tinggal dan hidup di kamp-kamp pengungsian yang sangat padat dan tidak layak huni. Tenda-tenda darurat membludak, fasilitas sanitasi rusak, dan penyakit menular seperti diare akut, hepatitis, serta infeksi pernapasan merebak luas (WHO, 2025). Anak-anak tidak mendapatkan pendidikan layak karena sekolah-sekolah hancur atau dijadikan tempat perlindungan.
Diplomasi Mandek dan Ketidakpastian Masa Depan
Upaya diplomasi internasional hingga Maret 2025 masih gagal mencapai titik temu yang berarti. Resolusi gencatan senjata yang diajukan di Dewan Keamanan PBB berkali-kali diveto, terutama akibat ketegangan geopolitik antara kekuatan besar dunia. Mesir dan Qatar terus memfasilitasi negosiasi antara Israel dan Hamas, tetapi belum menghasilkan kesepakatan yang dapat menghentikan perang (BBC News, 2025).
Gaza Menuju Bencana Kemanusiaan Total
Gaza, yang sejak lama digambarkan sebagai penjara terbuka terbesar di dunia, kini mendekati status wilayah yang tidak layak huni. Dengan kehancuran infrastruktur, hilangnya akses kebutuhan dasar, serta angka kematian yang terus meningkat, komunitas internasional menghadapi ujian moral untuk bertindak lebih tegas demi menghentikan tragedi kemanusiaan di Gaza.
Kota Gaza yang telah lumpuh ini membutuhkan dana besar untuk membangunnya kembali. Bantuan kemanusiaan, pembangunan kembali, dan pemantauan terhadap kondisi Gaza harus terus dilakukan. Bantuan untuk Gaza, Palestina dapat disalurkan melalui Baznas Kota Yogyakarta.
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Nur Isnaini Masyithoh
BERITA08/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh
Ramadhan dan Pendidikan: Menanamkan Nilai-Nilai Luhur pada Anak
Bulan Ramadhan, bagi umat Muslim, bukanlah sekadar periode puasa wajib yang ditandai dengan menahan lapar dan dahaga dari terbit hingga terbenamnya matahari. Ia merupakan momentum spiritual yang kaya makna, sebuah kesempatan unik untuk introspeksi diri, penyucian jiwa, dan penguatan ikatan sosial. Lebih dari itu, Ramadhan menawarkan jendela kesempatan emas bagi orang tua dan pendidik untuk menanamkan nilai-nilai luhur pada anak-anak, membentuk karakter mereka, dan mempersiapkan mereka untuk menjadi individu yang beriman, berakhlak mulia, dan berkontribusi positif bagi masyarakat.
Dalam hiruk-pikuk kehidupan modern yang serba cepat dan cenderung mengikis nilai-nilai moral, Ramadhan hadir sebagai oase penyegaran, menawarkan ruang kontemplatif untuk merenungkan esensi kehidupan dan membangun pondasi moral yang kokoh pada generasi penerus. Proses pendidikan selama Ramadhan tidak hanya berfokus pada aspek ritual ibadah semata, tetapi juga menekankan pada internalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, sehingga tercipta perubahan perilaku yang berkelanjutan dan terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari anak. Penting untuk dipahami bahwa pendidikan nilai-nilai luhur selama Ramadhan bukanlah sekadar pengajaran teoritis, melainkan proses pembentukan karakter yang holistik, melibatkan praktik, teladan, dan pengalaman langsung yang bermakna bagi anak.
Artikel ini akan mengupas tuntas bagaimana Ramadhan dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai wahana pendidikan karakter, menjelaskan nilai-nilai penting yang dapat ditanamkan, serta memberikan panduan praktis bagi orang tua dan pendidik dalam mengimplementasikannya. Dengan pemahaman yang komprehensif, diharapkan Ramadhan dapat menjadi periode transformatif, membentuk generasi muda yang berakhlak mulia dan berdaya guna bagi agama, bangsa, dan kemanusiaan. Lebih dari sekadar menjalankan ibadah puasa, Ramadhan menjadi ladang amal yang subur untuk menumbuhkan benih-benih kebaikan dalam diri anak-anak, yang kelak akan berbuah manis di masa depan. Proses ini membutuhkan kesabaran, konsistensi, dan kerjasama antara orang tua, pendidik, dan lingkungan sekitar.
Menanamkan Nilai-Nilai Luhur pada Anak
Nilai Keimanan dan Ketaqwaan
Ramadhan merupakan waktu yang tepat untuk memperkuat keimanan dan ketaqwaan anak kepada Allah SWT. Puasa, sebagai salah satu rukun Islam, mengajarkan anak untuk mengendalikan hawa nafsu dan meningkatkan kesadaran akan kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupan. Selain menjalankan ibadah puasa, orang tua dapat mengajak anak-anak untuk lebih rajin membaca Al-Qur'an, memahami maknanya, dan mengamalkan ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari-hari.
Shalat Tarawih berjamaah di masjid atau mushola juga dapat menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan merasakan kebersamaan dalam ibadah. Penjelasan tentang kisah-kisah para nabi dan sahabat yang saleh, seperti kisah Nabi Yusuf AS yang sabar menghadapi fitnah atau kisah Nabi Musa AS yang teguh dalam menghadapi Fir'aun, dapat menginspirasi anak untuk meneladani akhlak dan ketaqwaan mereka. Penting untuk menanamkan pemahaman bahwa keimanan bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga manifestasi dalam perilaku sehari-hari, seperti kejujuran, kasih sayang, dan keadilan.
Ayat Al-Qur'an seperti QS. Al-Baqarah: 183 ("Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.") menjadi landasan penting dalam memahami tujuan puasa dan menanamkan nilai ketaqwaan pada anak. Mengaitkan kisah-kisah dalam Al-Qur'an dengan situasi kehidupan anak sehari-hari akan membuat pemahaman mereka lebih konkret dan bermakna. Misalnya, mengaitkan kisah Nabi Yusuf dengan pentingnya kejujuran dalam menghadapi godaan.
Nilai Disiplin dan Pengendalian Diri
Puasa mengajarkan anak-anak tentang pentingnya disiplin dan pengendalian diri. Mereka belajar untuk menahan hawa nafsu, baik itu lapar, dahaga, maupun emosi negatif. Kemampuan untuk mengendalikan diri ini sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari belajar, bekerja, hingga berinteraksi sosial. Orang tua dapat mengajarkan anak-anak untuk membuat jadwal kegiatan sehari-hari selama Ramadhan, termasuk waktu untuk ibadah, belajar, bermain, dan beristirahat. Dengan demikian, anak-anak belajar untuk menghargai waktu dan mengatur prioritas kegiatan mereka.
Selain itu, orang tua juga dapat memberikan contoh nyata tentang disiplin diri, seperti menjaga kesabaran dan tidak mudah marah meskipun dalam kondisi lapar dan haus. Nilai disiplin ini tidak hanya terbatas pada bulan Ramadhan, tetapi perlu diterapkan secara konsisten dalam kehidupan sehari-hari. Contoh konkretnya, orang tua dapat melibatkan anak dalam merencanakan menu berbuka puasa, mengajarkan mereka untuk mengelola waktu belajar agar tidak terganggu oleh rasa lapar, atau mengajak mereka untuk berlatih menahan emosi ketika menghadapi situasi yang menantang. Hal ini akan mengajarkan mereka bagaimana mengelola emosi dan keinginan mereka dengan bijak.
Nilai Empati dan Kepedulian Sosial
Ramadhan mendorong peningkatan empati dan kepedulian sosial. Dengan merasakan sendiri bagaimana rasanya lapar dan dahaga, anak-anak akan lebih mudah memahami penderitaan orang lain yang kurang beruntung. Kegiatan berbagi makanan (berbuka puasa bersama) dan bersedekah menjadi sarana untuk menumbuhkan rasa empati dan kepedulian terhadap sesama. Orang tua dapat mengajak anak-anak untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial, seperti mengunjungi panti asuhan, membagikan makanan kepada fakir miskin, atau membantu tetangga yang membutuhkan. Melalui pengalaman langsung ini, anak-anak akan belajar untuk menghargai apa yang mereka miliki dan berbagi dengan orang lain.
Ayat Al-Qur'an seperti QS. Al-Ma'un (107) yang mengisahkan orang-orang yang mengingkari hari pembalasan dan tidak mau memberi makan orang miskin dapat menjadi pengingat penting tentang nilai kepedulian sosial. Lebih dari sekadar memberikan sedekah, orang tua dapat mengajak anak untuk terlibat aktif dalam prosesnya, misalnya dengan membantu menyiapkan makanan untuk dibagikan atau berpartisipasi dalam kegiatan amal lainnya. Hal ini akan menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kepedulian yang lebih mendalam.
Nilai Tanggung Jawab dan Akunabilitas
Ramadhan mengajarkan anak-anak tentang tanggung jawab dan akuntabilitas atas tindakan mereka. Mereka belajar bahwa setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Orang tua dapat mengajarkan anak-anak untuk bertanggung jawab atas tugas-tugas mereka, baik di sekolah maupun di rumah. Mereka juga perlu diajarkan untuk jujur, bertanggung jawab atas kesalahan mereka, dan berusaha untuk memperbaiki diri. Nilai tanggung jawab ini penting untuk membentuk karakter yang kuat dan bertanggung jawab di masa depan.
Hadits Nabi Muhammad SAW yang menekankan pentingnya tanggung jawab individu atas perbuatannya menjadi pedoman penting dalam menanamkan nilai ini pada anak. Contohnya, orang tua dapat memberikan tugas-tugas kecil kepada anak selama Ramadhan, seperti membantu menyiapkan makanan berbuka atau membersihkan rumah. Dengan menyelesaikan tugas-tugas tersebut, anak akan belajar bertanggung jawab atas apa yang telah mereka lakukan. Penting juga untuk mengajarkan mereka untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf jika mereka melakukan sesuatu yang salah.
Nilai Kesabaran dan Keikhlasan
Puasa mengajarkan anak-anak tentang pentingnya kesabaran dan keikhlasan. Mereka belajar untuk menahan diri dari hal-hal yang disukai demi mencapai tujuan yang lebih besar, yaitu meraih ridho Allah SWT. Kesabaran dan keikhlasan juga penting dalam menghadapi berbagai tantangan dan cobaan dalam kehidupan. Orang tua dapat memberikan contoh nyata tentang kesabaran dan keikhlasan, seperti menghadapi kesulitan dengan tenang dan tidak mudah menyerah. Mereka juga dapat mengajarkan anak-anak untuk berbuat baik tanpa mengharapkan imbalan. Nilai-nilai ini akan membantu anak-anak untuk menghadapi kehidupan dengan lebih bijak dan tenang.
Contohnya, orang tua dapat mengajarkan anak untuk bersabar ketika menghadapi godaan untuk makan atau minum di siang hari selama puasa. Mereka juga dapat mengajarkan anak untuk berbuat baik tanpa mengharapkan pujian atau imbalan. Mengaitkan nilai kesabaran dan keikhlasan dengan kisah-kisah inspiratif dari Al-Qur'an dan hadits akan memperkuat pemahaman dan internalisasi nilai-nilai tersebut.
Implementasi Pendidikan Nilai-Nilai Luhur Selama Ramadhan
Pendidikan nilai-nilai luhur selama Ramadhan tidak cukup hanya dengan ceramah atau nasihat. Implementasinya membutuhkan pendekatan yang holistik dan kreatif, melibatkan berbagai metode pembelajaran yang sesuai dengan usia dan perkembangan anak. Berikut beberapa contoh implementasi yang dapat dilakukan:
Menggunakan metode storytelling: Ceritakan kisah-kisah inspiratif dari Al-Qur'an dan hadits yang relevan dengan nilai-nilai yang ingin ditanamkan. Gunakan bahasa yang mudah dipahami anak dan visualisasi yang menarik.
Membuat jadwal kegiatan Ramadhan: Libatkan anak dalam membuat jadwal kegiatan sehari-hari selama Ramadhan, termasuk waktu untuk ibadah, belajar, bermain, dan beristirahat. Hal ini akan mengajarkan mereka tentang manajemen waktu dan disiplin diri.
Mengajarkan anak untuk bersedekah: Ajarkan anak untuk bersedekah, baik berupa uang maupun barang, sesuai dengan kemampuan mereka. Hal ini akan menumbuhkan rasa berbagi dan kepedulian terhadap sesama.
Kesimpulan
Ramadhan merupakan momentum yang sangat berharga untuk menanamkan nilai-nilai luhur pada anak. Proses ini membutuhkan kesabaran, konsistensi, dan kerjasama antara orang tua, pendidik, dan lingkungan sekitar. Pendidikan nilai-nilai luhur selama Ramadhan bukanlah kegiatan yang hanya dilakukan selama satu bulan, tetapi harus diintegrasikan ke dalam kehidupan sehari-hari anak. Konsistensi dalam menanamkan nilai-nilai tersebut akan membentuk karakter anak yang kuat, beriman, berakhlak mulia, dan berkontribusi positif bagi masyarakat. Dengan demikian, Ramadhan tidak hanya menjadi momen spiritual bagi individu, tetapi juga menjadi wahana pendidikan karakter yang efektif untuk membentuk generasi penerus bangsa yang unggul dan berdaya guna. Penting untuk diingat bahwa setiap anak memiliki karakter dan kecepatan belajar yang berbeda, sehingga pendekatan yang fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan individu sangatlah penting. Keberhasilan menanamkan nilai-nilai luhur pada anak selama Ramadhan dan seterusnya bergantung pada komitmen dan kerjasama yang kuat dari semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikannya.
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Ashifuddin Fikri
BERITA08/03/2025 | Ashifuddin Fikri
Fidyah di Era Modern: Relevansi dan Implementasinya
Fidyah, sebagai tebusan bagi kewajiban puasa yang ditinggalkan, memiliki relevansi yang signifikan di era modern.
Dalam konteks kehidupan yang semakin kompleks, banyak individu menghadapi tantangan kesehatan, pekerjaan, dan tanggung jawab keluarga yang dapat menghalangi mereka untuk menjalankan ibadah puasa.
Oleh karena itu, pemahaman dan implementasi fidyah menjadi penting untuk memastikan bahwa kewajiban agama tetap dapat dipenuhi meskipun dalam kondisi yang sulit.
Di era modern, fidyah tidak hanya dipahami sebagai pemberian makanan kepada fakir miskin, tetapi juga dapat diimplementasikan melalui donasi uang yang setara dengan nilai makanan pokok.
Hal ini memudahkan individu untuk memenuhi kewajiban mereka, terutama di daerah perkotaan di mana akses ke makanan mungkin terbatas.
Selain itu, banyak lembaga amal dan organisasi sosial yang menyediakan platform untuk pembayaran fidyah secara online, sehingga memudahkan umat Islam untuk melaksanakan kewajiban ini dengan cepat dan efisien.
Relevansi fidyah juga terlihat dalam konteks solidaritas sosial.
Dengan membayar fidyah, individu tidak hanya menebus puasa yang ditinggalkan, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat.
Ini menciptakan rasa kepedulian dan tanggung jawab sosial yang lebih besar di kalangan umat Islam, terutama di tengah tantangan ekonomi yang dihadapi banyak orang saat ini.
Sumber:
1. Al-Quran, Surah Al-Baqarah, Ayat 184.
2. Hadis-hadis terkait fidyah dan puasa.
3. Artikel dan penelitian tentang fidyah dalam konteks sosial modern.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
BERITA08/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Urgensi Pembayaran Fidyah di Ramadhan: Menjaga Keseimbangan Ibadah dan Kesehatan
Pembayaran fidyah di bulan Ramadhan memiliki urgensi yang sangat penting, terutama bagi mereka yang tidak dapat menjalankan puasa karena alasan kesehatan atau kondisi tertentu.
Fidyah, sebagai tebusan, memberikan solusi bagi individu yang tidak mampu berpuasa, seperti orang sakit, lanjut usia, atau wanita hamil dan menyusui.
Dengan membayar fidyah, mereka tetap dapat memenuhi kewajiban agama tanpa mengorbankan kesehatan mereka.
Di era modern, di mana kesadaran akan kesehatan semakin meningkat, fidyah menjadi sarana untuk menjaga keseimbangan antara ibadah dan kesehatan.
Pembayaran fidyah tidak hanya membantu individu menebus puasa yang ditinggalkan, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat dengan memberikan makanan kepada yang membutuhkan.
Ini menciptakan rasa solidaritas dan kepedulian sosial di kalangan umat Islam.
Implementasi fidyah yang mudah, seperti melalui donasi online, memudahkan umat untuk melaksanakan kewajiban ini.
Dengan demikian, fidyah tidak hanya menjadi kewajiban, tetapi juga kesempatan untuk berbagi dan berkontribusi pada kebaikan di bulan suci Ramadhan.
Sumber:
1. Al-Quran, Surah Al-Baqarah, Ayat 184.
2. Hadis-hadis terkait fidyah dan puasa.
3. Artikel dan penelitian tentang fidyah dalam konteks kesehatan dan sosial.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
BERITA08/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Fidyah dalam Sejarah Islam: Teladan Nabi Muhammad SAW untuk Umat di Masa Kini
Fidyah, sebagai tebusan bagi kewajiban puasa yang ditinggalkan, memiliki akar yang kuat dalam sejarah Islam, terutama pada masa Nabi Muhammad SAW.
Dalam konteks ini, fidyah diperkenalkan sebagai solusi bagi mereka yang tidak mampu berpuasa karena alasan kesehatan, usia lanjut, atau kondisi tertentu.
Nabi Muhammad SAW memberikan teladan yang jelas mengenai pentingnya fidyah, mengajarkan umat untuk tidak mengabaikan kewajiban ibadah meskipun dalam keadaan sulit.
Salah satu kisah yang terkenal adalah ketika seorang sahabat bertanya kepada Nabi tentang orang yang tidak mampu berpuasa.
Nabi menjawab bahwa mereka dapat membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin.
Ini menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan kesejahteraan individu dan masyarakat. Dalam hadis riwayat Ibn Abbas, Nabi bersabda, "Fidyah adalah memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan.”
Teladan Nabi Muhammad dalam menerapkan fidyah mengajarkan umat Islam di masa kini untuk menjaga keseimbangan antara ibadah dan kesehatan.
Dengan memahami dan melaksanakan fidyah, umat dapat tetap berkontribusi pada kesejahteraan sosial, menciptakan solidaritas di antara sesama, dan memastikan bahwa kewajiban agama tetap terpenuhi.
Sumber:
1. Al-Quran, Surah Al-Baqarah, Ayat 184.
2. Hadis riwayat Ibn Abbas tentang fidyah.
3. Buku-buku sejarah Islam yang membahas praktik fidyah pada masa Nabi Muhammad SAW.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
BERITA08/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Fidyah Puasa: Solusi bagi yang Tidak Mampu Berpuasa – Syarat, Ketentuan, dan Tata Cara
Fidyah adalah bentuk kompensasi yang diberikan oleh seseorang yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa, baik karena sakit, usia lanjut, atau alasan lainnya.
Dalam Islam, fidyah menjadi solusi bagi mereka yang tidak dapat berpuasa di bulan Ramadan, sehingga tetap dapat memenuhi kewajiban agama.
Syarat dan Ketentuan Fidyah
1. Kondisi Tidak Mampu
Fidyah hanya diwajibkan bagi mereka yang tidak mampu berpuasa secara permanen atau temporer.
Misalnya, orang tua yang sudah lanjut usia atau penderita penyakit kronis.
2. Jumlah Fidyah
Fidyah yang dibayarkan setara dengan memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
Biasanya, ini setara dengan 1,5 kg makanan pokok (seperti beras) per hari.
Tata Cara Pembayaran Fidyah
1. Menentukan Jumlah Hari
Hitung jumlah hari puasa yang tidak dapat dilaksanakan.
2. Memberikan Makanan
Fidyah dapat dibayarkan dengan memberikan makanan langsung kepada orang miskin atau dengan memberikan uang yang setara dengan nilai makanan tersebut.
3. Waktu Pembayaran
Fidyah sebaiknya dibayarkan sebelum Idul Fitri, namun bisa juga dilakukan setelah Ramadan.
Dengan membayar fidyah, seseorang tetap dapat menjalankan kewajiban agama meskipun tidak dapat berpuasa.
Ini menunjukkan kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama.
Sumber:
1. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah (2:184-185).
2. Hadis Nabi Muhammad SAW mengenai fidyah.
3. Buku Fiqh Puasa oleh para ulama.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
BERITA08/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Fidyah di Era Digital: Menyikapi Pembayaran Fidyah Melalui Media Online
Di era digital saat ini, pembayaran fidyah semakin mudah dilakukan melalui berbagai platform online.
Fidyah, yang merupakan kompensasi bagi mereka yang tidak mampu berpuasa, kini dapat dibayarkan dengan cepat dan efisien melalui aplikasi dan situs web.
Hal ini memberikan kemudahan bagi umat Islam untuk memenuhi kewajiban mereka tanpa harus menghadapi kesulitan dalam proses pembayaran.
Keabsahan Pembayaran Fidyah Secara Online
Pembayaran fidyah secara online dianggap sah selama memenuhi syarat dan ketentuan yang ditetapkan dalam Islam.
Umat Islam dapat menggunakan platform yang terpercaya dan memiliki reputasi baik dalam menyalurkan fidyah kepada yang berhak, seperti lembaga zakat atau organisasi sosial.
Penting untuk memastikan bahwa fidyah yang dibayarkan benar-benar sampai kepada orang miskin atau yang membutuhkan.
Manfaat Pembayaran Fidyah Secara Online
1. Kemudahan Akses
Umat Islam dapat membayar fidyah kapan saja dan di mana saja tanpa harus mengunjungi lokasi fisik.
2. Transparansi
Banyak platform online menyediakan laporan dan bukti pembayaran, sehingga memberikan kejelasan tentang penyaluran fidyah.
3. Efisiensi Waktu
Proses pembayaran yang cepat dan mudah mengurangi waktu yang diperlukan untuk memenuhi kewajiban ini.
Dengan memanfaatkan teknologi, umat Islam dapat lebih mudah menjalankan ibadah dan memenuhi tanggung jawab sosial mereka.
Sumber:
1. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah (2:184-185).
2. Fatwa MUI tentang pembayaran zakat dan fidyah secara online.
3. Artikel dan penelitian mengenai penggunaan teknologi dalam ibadah Islam.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
BERITA08/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Fidyah dan Teknologi: Menyikapi Berbagai Cara Pembayaran Online yang Diterima dalam Islam
Di era digital saat ini, pembayaran fidyah semakin mudah dilakukan melalui berbagai platform online.
Fidyah, yang merupakan kompensasi bagi mereka yang tidak mampu berpuasa, kini dapat dibayarkan dengan cepat dan efisien.
Namun, penting untuk memahami cara pembayaran yang sah dan diterima dalam Islam.
Metode Pembayaran Fidyah Secara Online
1. Transfer Bank
Banyak lembaga zakat dan organisasi sosial menyediakan rekening bank untuk pembayaran fidyah.
Umat Islam dapat mentransfer dana langsung ke rekening tersebut, memastikan bahwa fidyah sampai kepada yang berhak.
2. Aplikasi Mobile
Berbagai aplikasi keuangan dan zakat kini menawarkan fitur pembayaran fidyah.
Pengguna dapat memilih jumlah yang ingin dibayarkan dan langsung menyalurkannya kepada penerima yang membutuhkan.
3. Website Resmi Lembaga Zakat
Banyak lembaga zakat memiliki situs web yang memungkinkan pembayaran fidyah secara online.
Pengguna dapat melakukan pembayaran dengan mudah dan mendapatkan bukti transaksi.
Keabsahan Pembayaran Fidyah Online
Pembayaran fidyah secara online dianggap sah selama memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Islam, seperti memastikan bahwa dana disalurkan kepada orang miskin atau lembaga yang terpercaya.
Hal ini sejalan dengan prinsip dalam Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah (2:184), yang menekankan pentingnya menyalurkan fidyah kepada yang berhak.
Sumber:
1. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah (2:184-185).
2. Fatwa MUI tentang pembayaran fidyah dan zakat secara online.
3. Artikel dan penelitian mengenai penggunaan teknologi dalam ibadah Islam.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
BERITA08/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Fidyah yang Terabaikan: Apa yang Terjadi Jika Tidak Membayar?
Fidyah adalah kewajiban bagi umat Islam yang tidak mampu berpuasa, baik karena sakit, usia lanjut, atau alasan lainnya.
Namun, banyak yang masih mengabaikan pembayaran fidyah, dan ini dapat menimbulkan konsekuensi serius.
Konsekuensi Tidak Membayar Fidyah
1. Kewajiban yang Belum Terpenuhi
Dalam Islam, tidak membayar fidyah berarti mengabaikan kewajiban yang telah ditetapkan.
Hal ini dapat mengakibatkan pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT di akhirat.
2. Dosa dan Pertanggungjawaban
Mengabaikan fidyah dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap syariat.
Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah (2:184), fidyah adalah bagian dari ibadah yang harus dilaksanakan oleh mereka yang tidak mampu berpuasa.
3. Kehilangan Kesempatan Berbuat Baik
Fidyah merupakan cara untuk membantu orang miskin.
Dengan tidak membayar fidyah, seseorang kehilangan kesempatan untuk berkontribusi dalam kebaikan dan membantu sesama.
Pentingnya Membayar Fidyah
Membayar fidyah bukan hanya tentang memenuhi kewajiban, tetapi juga tentang menunjukkan kepedulian terhadap orang lain.
Dengan menyalurkan fidyah, kita membantu mereka yang membutuhkan dan mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Sumber:
1. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah (2:184-185).
2. Hadis Nabi Muhammad SAW mengenai fidyah.
3. Fatwa MUI tentang kewajiban fidyah.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
BERITA08/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Apakah Bisa Berpuasa di Ramadan Berikutnya Jika Belum Membayar Fidyah?
Pertanyaan mengenai apakah seseorang yang belum membayar fidyah masih bisa berpuasa di Ramadan berikutnya sering kali muncul di kalangan umat Islam.
Fidyah adalah kewajiban bagi mereka yang tidak mampu berpuasa, dan pembayaran fidyah seharusnya dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab.
Status Berpuasa Tanpa Membayar Fidyah
Secara umum, seseorang yang belum membayar fidyah tetap diperbolehkan untuk berpuasa di Ramadan berikutnya.
Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Kewajiban yang Belum Terpenuhi
Meskipun diperbolehkan berpuasa, kewajiban untuk membayar fidyah tetap ada.
Mengabaikan fidyah dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap syariat Islam.
2. Pertanggungjawaban di Hadapan Allah
Dalam Islam, setiap amal ibadah harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Belum membayar fidyah dapat menjadi beban di akhirat, dan sebaiknya segera dilunasi.
3. Kesempatan untuk Berbuat Baik
Membayar fidyah adalah kesempatan untuk membantu orang yang membutuhkan.
Dengan menunaikan fidyah, seseorang tidak hanya memenuhi kewajiban, tetapi juga berkontribusi dalam kebaikan.
Meskipun seseorang yang belum membayar fidyah masih bisa berpuasa di Ramadan berikutnya, penting untuk segera melunasi fidyah tersebut.
Ini adalah bagian dari tanggung jawab sebagai umat Islam dan menunjukkan kepedulian terhadap sesama.
Sumber:
1. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah (2:184-185).
2. Fatwa MUI tentang kewajiban fidyah.
3. Buku Fiqh Puasa oleh para ulama.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
BERITA08/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana

Info Rekening Zakat
Mari tunaikan zakat Anda dengan mentransfer ke rekening zakat.
BAZNAS
Info Rekening Zakat


