Berita Terbaru
Ramadhan dan Empati: Mengasah Kepekaan Sosial Melalui Puasa
Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan makna bagi umat Islam di seluruh dunia. Selain sebagai waktu untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, Ramadhan juga merupakan kesempatan untuk mengasah empati dan kepekaan sosial. Puasa, yang diwajibkan selama bulan ini, bukan hanya sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga mengajarkan kita untuk lebih peka terhadap kondisi orang lain, terutama mereka yang kurang beruntung. Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana puasa dapat meningkatkan empati dan kepekaan sosial, serta dalil yang mendasarinya.
Makna Puasa dalam Islam
Puasa di bulan Ramadhan adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang telah baligh dan mampu. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183)
Ayat ini menunjukkan bahwa tujuan utama puasa adalah untuk mencapai ketakwaan. Ketakwaan ini tidak hanya berkaitan dengan hubungan kita dengan Allah, tetapi juga dengan hubungan kita dengan sesama manusia.
Puasa dan Empati
Merasakan Kesulitan Orang Lain
Salah satu hikmah puasa adalah kemampuan untuk merasakan kesulitan yang dialami oleh orang-orang yang kurang beruntung. Ketika kita menahan lapar dan haus, kita diingatkan akan kondisi mereka yang tidak memiliki cukup makanan dan air. Hal ini mendorong kita untuk lebih peka terhadap penderitaan orang lain dan meningkatkan rasa empati kita.
Mendorong Tindakan Sosial
Puasa juga mendorong kita untuk berbuat baik dan membantu sesama. Dalam bulan Ramadhan, banyak orang yang lebih aktif dalam melakukan amal, seperti memberikan sedekah, membantu orang yang membutuhkan, dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Ini adalah bentuk nyata dari empati yang dihasilkan oleh puasa.
Membangun Kesadaran Sosial
Puasa mengajarkan kita untuk lebih sadar akan kondisi sosial di sekitar kita. Dengan merasakan lapar, kita menjadi lebih peka terhadap masalah kemiskinan dan ketidakadilan sosial. Hal ini dapat mendorong kita untuk terlibat dalam upaya-upaya untuk mengatasi masalah tersebut, baik melalui donasi, sukarela, atau advokasi.
Dalil yang Mendasari Empati dalam Puasa
Hadis Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Orang yang tidak peduli terhadap urusan kaum Muslimin, maka ia bukan termasuk golongan mereka." (HR. Ahmad).
Hadis ini menegaskan pentingnya kepedulian terhadap sesama. Dalam konteks puasa, ini berarti bahwa kita harus peduli terhadap mereka yang menderita dan berusaha untuk membantu mereka.
Zakat dan Sedekah
Dalam bulan Ramadhan, umat Islam dianjurkan untuk memberikan zakat dan sedekah. Zakat adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu, sedangkan sedekah adalah amal sukarela. Keduanya merupakan bentuk nyata dari empati dan kepedulian terhadap orang-orang yang membutuhkan. Allah SWT berfirman:
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka." (QS. At-Taubah: 103).
Manfaat Empati dalam Kehidupan Sehari-hari
Meningkatkan Kualitas Hubungan Sosial
Empati yang terbangun selama bulan Ramadhan dapat meningkatkan kualitas hubungan sosial kita. Ketika kita lebih peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain, kita dapat membangun hubungan yang lebih baik dan lebih harmonis.
Mendorong Kerjasama dan Solidaritas
Empati juga mendorong kerjasama dan solidaritas di antara anggota masyarakat. Ketika kita saling peduli, kita lebih cenderung untuk bekerja sama dalam mengatasi masalah sosial dan membantu satu sama lain.
Meningkatkan Kesejahteraan Mental
Rasa empati yang tinggi dapat meningkatkan kesejahteraan mental kita. Ketika kita membantu orang lain, kita merasa lebih bahagia dan puas dengan hidup kita. Ini juga dapat mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan mental secara keseluruhan.
Aktivitas Positif Selama Ramadhan untuk Meningkatkan Empati
Berbagi Makanan
Salah satu cara untuk meningkatkan empati selama Ramadhan adalah dengan berbagi makanan. Kita dapat mengundang tetangga atau teman untuk berbuka puasa bersama, atau memberikan makanan kepada mereka yang membutuhkan. Ini adalah cara yang baik untuk menunjukkan kepedulian dan berbagi berkah.
Mengunjungi Panti Asuhan atau Rumah Sakit
Mengunjungi panti asuhan atau rumah sakit selama bulan Ramadhan dapat menjadi pengalaman yang sangat berharga. Kita dapat memberikan dukungan moral dan materi kepada mereka yang membutuhkan, serta merasakan langsung kondisi mereka.
Mengadakan Kegiatan Sosial
Mengorganisir kegiatan sosial, seperti penggalangan dana atau bakti sosial, dapat menjadi cara yang efektif untuk meningkatkan empati. Kegiatan ini tidak hanya membantu mereka yang membutuhkan, tetapi juga memperkuat ikatan sosial di antara kita.
Kesimpulan
Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan makna. Melalui puasa, kita tidak hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga mengasah empati dan kepekaan sosial. Dengan merasakan kesulitan orang lain, kita didorong untuk berbuat baik dan membantu sesama. Dalil-dalil yang mendasari pentingnya empati dalam puasa menunjukkan bahwa kepedulian terhadap sesama adalah bagian integral dari ajaran Islam.
Dengan meningkatkan empati kita selama bulan Ramadhan, kita dapat membangun masyarakat yang lebih baik, lebih peduli, dan lebih harmonis. Semoga kita semua dapat memanfaatkan bulan suci ini untuk meningkatkan kepekaan sosial kita dan berkontribusi dalam menciptakan dunia yang lebih baik.
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Ashifuddin Fikri
03/03/2025 | Ashifuddin Fikri
Mengoptimalkan Ibadah Perempuan di Bulan Ramadhan
Bulan Ramadhan adalah bulan penuh rahmat yang dinantikan seluruh umat Islam. Ramadhan bagi kaum perempuan bukan sekadar ajang memperbanyak ibadah saja, tetapi juga momentum menjalankan berbagai peran dalam kehidupan sehari-hari. Perempuan memiliki peran yang istimewa sebagai istri, ibu, anak, hingga bagian dari masyarakat, semua berpadu dengan kewajiban spiritual secara personal yang harus dijalankan.
Namun, perempuan memiliki kondisi biologis dan sosial yang unik. Ada saatnya mereka mengalami haid atau nifas yang membuat mereka tidak dapat melaksanakan ibadah tertentu seperti puasa dan shalat. Meski demikian, Ramadhan tetap menjadi momen dan ruang untuk mengoptimalkan ibadah bagi perempuan.
Ibadah Perempuan di Bulan Ramadhan
Puasa dan Keringanan Syariat
Perempuan muslim yang telah baligh diwajibkan berpuasa di bulan Ramadhan. Namun, syariat memberikan keringanan (rukhsah) bagi mereka yang sedang haid, nifas, hamil, atau menyusui. Meski demikian, puasa yang ditinggalkan wajib diganti (qadha) di luar Ramadhan.
“Dahulu kami mengalami haid di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu kami diperintahkan untuk meng-qadha puasa dan tidak diperintahkan untuk meng-qadha shalat.” (HR. Muslim)
Hikmah keindahan syariat ajaran Islam ini ialah betapa Islam adalah agama yang memudahkan dan memahami kondisi fisik perempuan tanpa mengurangi pahala dan kemuliaan ibadah mereka.
Shalat Tarawih dan Dzikir di Rumah
Perempuan memiliki fleksibilitas dalam memilih tempat shalat tarawih. Shalat di masjid memang dianjurkan, namun shalat di rumah juga berpahala besar, terutama jika perempuan memiliki tanggung jawab domestik yang cukup berat.
“Janganlah kalian melarang istri-istri kalian untuk ke masjid, namun rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka.” (HR. Abu Dawud)
Selain tarawih, perempuan yang sedang haid tetap dapat meraih keberkahan Ramadhan dengan dzikir, doa, mendengarkan kajian, atau membaca tafsir Al-Qur'an.
Menghidupkan Rumah dengan Ibadah Keluarga
Perempuan di ranah rumah tangga memegang peran utama dalam mengatur suasana rumah tangga selama Ramadhan. Kegiatan sederhana dari menyiapkan sahur, berbuka, hingga mengajak anak-anak bertadarus bersama adalah bentuk ibadah sosial yang bernilai pahala besar. Apa yang perempuan lakukan di ranah domestik seperti mengasuh anak, menyusui, menyiapkan sahur dan berbuka, dan lain-lain di mata Allah pun bernilai ibadah.
“Siapa yang menyediakan makanan berbuka bagi orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun.” (HR. Tirmidzi)
Sedekah dan Amal Sosial
Perempuan juga dianjurkan memperbanyak sedekah di bulan Ramadhan, baik berupa harta, tenaga, maupun perhatian. Sedekah bisa diberikan kepada tetangga, keluarga yang membutuhkan, atau dalam bentuk kontribusi kepada kegiatan sosial di lingkungan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai para wanita, bersedekahlah kalian dan perbanyak istighfar…” (HR. Muslim)
Menghidupkan Malam Lailatul Qadar
Meski memiliki keterbatasan biologis, perempuan tetap bisa menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan amal shaleh. Ketika kondisi tidak dapat shalat karena haid, perempuan tetap bisa berdoa, bershalawat, berdzikir, mendengarkan ceramah, atau memperbanyak istighfar.
“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam Lailatul Qadar. Dan tahukah kamu apakah malam Lailatul Qadar itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.” (QS. Al-Qadr: 1-3)
Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah di tengah peran ganda yang perempuan emban. Islam tidak memandang sebelah mata peran perempuan dalam ibadah di bulan Ramadhan. Hal ini karena ibadah tidak hanya sebatas amalan ritual, tetapi juga mencakup setiap aktivitas yang dilakukan dengan niat ibadah. Mengelola rumah tangga, mengajarkan anak-anak mencintai agama, berbagi dengan tetangga, hingga merenung dan bermuhasabah—semua adalah bentuk ibadah yang bernilai besar di sisi Allah. Dengan memahami keistimewaan ini, perempuan dapat menjadikan Ramadhan sebagai momentum mendekatkan diri dan memperoleh rahmat Allah ta’ala.
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Nur Isnaini Masyithoh
03/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh
Istimewanya Bulan Suci Ramadhan
Bulan ramadhan adalah bulan yang penuh limpahan berkah dan kebaikan. Dibulan ini Allah SWT membukakan pintu-pintu amalan kebaikan bagi umat islam. Ibadah puasa, sunnah tarawih serta shadaqah dan amalan-amalan lainnya pada bulan ini Allah janjikan pahala yang besar. Pada bulan ini juga Allah juga menurunkan Al-Qur’an, kitab rujukan sekaligus penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya.
Di bulan ramadhan terdapat malam lailatul qadar. Malam yang dimaknai lebih baik dari 1000 bulan. Pada malam itu malaikat turun untuk mengurus segala urusan, membawa kedamaian dan keselamatan serta memohonkan ampunan untuk umat islam hingga terbit fajar.
Keistimewaan lainnya ada pada amalan ibadah puasa, yang tidak hanya memberikan ganjaran yang besar melainkan memberikan pelajaran bagi umat islam menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Karena hakikatnya ibadah puasa bukan hanya menahan diri dari lapar, haus dan hubungan suami istri, melainkan lebih dari itu. Puasa memberikan kesempatan untuk meningkatkan rasa sabar, menumbuhkan empati, meningkatkan ketaatan ibadah, dan menghindarkan diri dari keburukan.
Waktu diturunkannya Al-Qur’an
Bulan ramadhan merupakan bulan dimana Allah SWT menurunkan Al-Qur’an kepada nabi Muhammad SAW di gua hiro. Pada malam itu malaikat Jibril turun dengan membawa wahyu pertama yang berbunyi “iqro bismirabbikalladzii khalaq”, bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Kemudian berangsur-angsur Al-Qur’an diturunkan dan menjadi kitab sebagaimana kita pegang saat ini. Hikmah dari turunnya ayat pertama yang berisi perintah membaca tersebut dapat diartikan dalam berbagai hal. Membaca dapat dimaknai memahami, menelaah, mendalami atau bahkan meneliti, tidak hanya dalam makna tekstual.
Malam Lailatul Qadar
Malam lailatul qadar adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan, atau yang jika dihitung kurang lebih setara dengan 83 tahun masa hidup. Pada malam ini malaikat berbondong-bondong turun ke bumi mengatur segala urusan. Pada malam itu penuh kesejahteraan hingga terbit fajar, sebagaimana diabadikan dalam surat Al-Qadr. Dalam beberapa riwayat ada yang menyatakan bahwa malam lailatul qadar adalah malam turunnya Al-Qur’an, namun dalam penjelasan lain dikatakan bahwa pada malam ini Al-Qur’an diturunkan telah dalam bentuk utuh, sedangkan pada malam nuzulul qur’an, bertepatan pada 17 ramadhan, merupakan turunnya ayat pertama yang kemudian berangsur-angsur ayat lainnya turun setelahnya.
Ibadah Puasa Ramadhan
Puasa adalah menahan diri dari segala yang membatalkannya sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Umat islam menjalankan ibadah puasa selama 30 hari berturut-turut dan meningkatkan amalan-amalan ibadah lain yang mengikutinya seperti, tadarus, sholat sunnah, shadaqah dan lain sebagainya. Menjalankan ibadah puasa mengajarkan kita untuk lebih bersabar, menumbuhkan empati, muhasabah diri, dan melakukan amalan-amalan yang sebelumnya sering terlupa. Layaknya sebuah pelatihan, dari melaksanakan ibadah puasa wajib ini umat islam dapat terbiasa melakukan kebaikan setelahnya. Jika berhasil melewatinya, puasa ini akan menumbuhkan perisai yang akan membentengi umat islam dari perbuatan buruk dan dosa.
Dilipatgandakan pahala yang tak terbatas
Bulan Ramadhan adalah bulan dimana amal kebaikan yang dilakukan memiliki ganjaran yang berlimpah. Dalam sebuah hadits dikatakan,
"Setiap amal kebaikan anak Adam akan dilipatgandakan sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat. Kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketika bulan ramadhan Allah lipat gandakan pahala yang tidak terbatas. Amalan-amalan yang biasa dilakukan di hari biasa akan berkali-kali lipat ganjarannya ketika dilakukan di bulan ramadhan. Bahkan sebagaimana hadits tersebut, ganjaran tersebut Allah SWT sendiri yang akan memberikan balasannya. Maka dari itu banyak umat islam pada bulan ini mereka berlomba-lomba melakukan amalan terbaiknya.
Dibukanya pintu ampunan siang dan malam
Allah SWT membolehkan umatnya untuk berdoa memohon ampunan kapanpun dan dimanapun. Namun ada waktu-waktu dan tempat-tempat yang dalam hadits dikatakan strategis untuk mempercepat terkabulnya doa, contohnya berdoa pada sepertiga malam, diantara adzan dan iqomah, berdoa di mihrab, di masjid, dan sebagainya. Sedangkan bulan ramadhan ini menggabungkan semuanya, waktu siang dan malamnya menjadi waktu yang sama mustajab untuk berdoa dan memohon ampunan. Sebagaimana dalam hadits rasulullah SAW,
(Barangsiapa yang berpuasa di bulan dengan penuh keimanan dan mengharapkan ampunan Allah, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya di masa lalu).” (HR. Bukhari).
Dalam hadis lain dengan perawi yang sama, Rasulullah saw bersabda:
(Barangsiapa yang menghidupkan bulan suci Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan ampunan Allah, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya di masa lalu).” (HR. Bukhari).
Dari hadits tersebut dapat diambil pelajaran bahwa siang dan malamnya pada bulan ramadhan penuh dengan peluang ampunan dan terkabulnya doa.
Demikian beberapa keistimewaan bulan Ramadhan. Diantara keistimewaan tersebut terdapat banyak sekali hikmah dan pelajaran yang dapat kita ambil untuk menjadikan diri lebih baik dan terus mengharap ridha-Nya. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang berhasil melakukan ibadah terbaiknya di bulan Ramadhan ini. Aamiinn yaa Rabbal’alamiin.
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Hana Santika Ahdanty
03/03/2025 | Hana Santika Ahdanty
Apakah Ibu Hamil dan Menyusui Wajib Membayar Fidyah?
Apakah Ibu Hamil dan Menyusui Wajib Membayar Fidyah?
Fidyah adalah suatu bentuk kompensasi yang diberikan oleh seseorang yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan karena alasan tertentu, seperti sakit atau hamil. Dalam konteks ini, banyak yang bertanya-tanya, apakah ibu hamil dan menyusui wajib membayar fidyah?
Pengertian Fidyah
Fidyah berasal dari kata "fida" yang berarti tebusan. Dalam Islam, fidyah biasanya dibayarkan oleh orang yang tidak mampu berpuasa, baik karena sakit yang berkepanjangan maupun karena alasan lain yang sah. Fidyah dapat berupa makanan untuk orang miskin atau uang yang setara dengan nilai makanan tersebut.
Ibu Hamil dan Menyusui
Ibu hamil dan menyusui sering kali menghadapi tantangan tersendiri saat menjalankan ibadah puasa. Kesehatan ibu dan bayi menjadi prioritas utama, sehingga banyak yang memilih untuk tidak berpuasa. Dalam hal ini, muncul pertanyaan mengenai kewajiban membayar fidyah.
Kewajiban Membayar Fidyah
Menurut pendapat para ulama, ibu hamil dan menyusui yang tidak berpuasa karena khawatir akan kesehatan diri sendiri atau bayi mereka, tidak diwajibkan untuk membayar fidyah. Namun, mereka disarankan untuk mengganti puasa di hari lain setelah bulan Ramadan, jika memungkinkan.
Pendapat Berbeda
Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa jika ibu hamil atau menyusui merasa mampu untuk berpuasa, maka mereka sebaiknya melakukannya. Namun, jika mereka tidak mampu dan memilih untuk tidak berpuasa, maka fidyah menjadi pilihan yang bisa dipertimbangkan.
Kesimpulan
Secara umum, ibu hamil dan menyusui tidak diwajibkan untuk membayar fidyah jika mereka tidak berpuasa karena alasan kesehatan. Namun, penting untuk berkonsultasi dengan ulama atau ahli agama untuk mendapatkan penjelasan yang lebih mendalam sesuai dengan kondisi masing-masing. Dengan demikian, fidyah menjadi salah satu alternatif bagi mereka yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa, tetapi tetap harus memperhatikan kesehatan dan keselamatan diri serta bayi.
Sumber:
Referensi dari muhamad sunandar tentang Hukum Puasa Bagi Ibu Hamil
Penulis:
Hubaib Ash Shidqi
Editor:
M. Kausari Kaidani
03/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI
Apakah Orang Sakit Wajib Membayar Fidyah?
Apakah Orang Sakit Wajib Membayar Fidyah?
Fidyah adalah istilah dalam Islam yang merujuk pada kompensasi yang harus dibayarkan oleh seseorang yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa karena alasan tertentu, seperti sakit atau kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan. Dalam konteks ini, penting untuk memahami apakah orang yang sakit diwajibkan untuk membayar fidyah.
Orang Sakit Sementara:
Jika seseorang mengalami sakit yang bersifat sementara dan diharapkan sembuh, maka ia tidak diwajibkan untuk membayar fidyah. Sebagai gantinya, ia harus mengganti puasa yang ditinggalkan setelah sembuh.
Orang Sakit Permanen:
Bagi mereka yang menderita penyakit kronis atau permanen yang tidak memungkinkan untuk berpuasa, maka mereka diwajibkan untuk membayar fidyah. Dalam hal ini, fidyah menjadi kewajiban sebagai bentuk tanggung jawab terhadap ibadah puasa yang tidak dapat dilaksanakan.
Dasar Hukum Fidyah
Dasar hukum mengenai fidyah terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadis. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:
"Dan barangsiapa di antara kalian sakit atau dalam perjalanan, maka (wajiblah ia berpuasa) sebanyak hari yang lain. Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin." (QS. Al-Baqarah: 184)
Prosedur Pembayaran Fidyah
Pembayaran fidyah dapat dilakukan dengan cara:
Memberikan makanan kepada orang miskin.
Menyumbangkan uang yang setara dengan nilai makanan yang seharusnya diberikan.
Melakukan sedekah kepada lembaga yang mengelola fidyah.
Kesimpulan
Dalam Islam, orang sakit yang tidak dapat berpuasa diwajibkan untuk membayar fidyah, terutama jika sakit tersebut bersifat permanen. Fidyah menjadi bentuk tanggung jawab dan kepatuhan terhadap ajaran agama. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memahami kewajiban ini dan melaksanakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan demikian, fidyah menjadi salah satu cara untuk menjaga keutuhan ibadah meskipun dalam keadaan yang tidak memungkinkan.
Sumber:
Referensi dari Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah: 184 dan Hadis-hadis terkait fidyah dan puasa
Penulis:
Hubaib Ash Shidqi
Editor:
M. Kausari Kaidani
03/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI
Apakah Orang Musafir Wajib Membayar Fidyah?
Apakah Orang Musafir Wajib Membayar Fidyah?
Pada konteks ibadah puasa, banyak pertanyaan yang muncul mengenai kewajiban bagi orang musafir, terutama terkait dengan pembayaran fidyah. Fidyah adalah kompensasi yang diberikan bagi mereka yang tidak dapat menjalankan puasa karena alasan tertentu, termasuk perjalanan jauh. Namun, apakah orang musafir wajib membayar fidyah? Mari kita bahas lebih dalam.
Ketentuan Puasa bagi Musafir
Dalam Islam, ada keringanan bagi orang yang sedang dalam perjalanan (musafir) untuk tidak berpuasa. Hal ini berdasarkan pada firman Allah dalam Al-Qur'an:
"Dan jika kamu dalam perjalanan, maka tidak ada dosa bagimu untuk berbuka." (QS. Al-Baqarah: 184)
Namun, musafir yang memilih untuk tidak berpuasa harus mengganti puasa tersebut di hari lain setelah bulan Ramadan berakhir.
Apakah Musafir Wajib Membayar Fidyah?
Berdasarkan penjelasan di atas, orang musafir tidak diwajibkan untuk membayar fidyah jika mereka memilih untuk tidak berpuasa. Mereka memiliki hak untuk berbuka puasa selama dalam perjalanan. Namun, jika musafir tersebut tidak berpuasa dan tidak menggantinya setelah Ramadan, maka mereka perlu membayar fidyah sebagai bentuk kompensasi.
Kapan Fidyah Dikenakan?
Fidyah dikenakan pada situasi berikut:
Tidak Mengganti Puasa: Jika seorang musafir tidak berpuasa dan juga tidak menggantinya setelah Ramadan, maka ia wajib membayar fidyah.
Kondisi Khusus: Jika musafir tersebut memiliki alasan yang sah untuk tidak berpuasa dan tidak dapat menggantinya, maka fidyah juga dapat dikenakan.
Kesimpulan
Secara umum, orang musafir tidak wajib membayar fidyah jika mereka memilih untuk tidak berpuasa selama perjalanan. Namun, jika mereka tidak mengganti puasa setelah Ramadan, maka fidyah menjadi kewajiban. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memahami ketentuan ini agar dapat menjalankan ibadah puasa dengan baik dan benar.
Dengan demikian, fidyah menjadi salah satu aspek penting dalam ibadah puasa, terutama bagi mereka yang dalam perjalanan. Semoga penjelasan ini bermanfaat dan dapat memberikan pencerahan mengenai kewajiban fidyah bagi orang musafir.
Sumber:
Referensi dari tulisan Ustadz Abu Sulaiman Aris Sugiyantoro tentang FIDYAH DI DALAM PUASA
Penulis:
Hubaib Ash Shidqi
Editor:
M. Kausari Kaidani
03/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI
Sebab-sebab Fidyah Tidak Sah
Fidyah adalah pembayaran yang diwajibkan bagi mereka yang tidak dapat menjalankan puasa karena alasan tertentu.
Namun, ada beberapa kondisi di mana fidyah dianggap tidak sah atau tidak diterima.
Berikut adalah penjelasan mengenai sebab-sebab tersebut, sebagai berikut:
1. Pembayaran Fidyah di Luar Waktu yang Ditentukan
Fidyah seharusnya dibayarkan selama bulan Ramadan atau sebelum Idul Fitri.
Jika seseorang membayar fidyah di luar waktu tersebut tanpa alasan yang sah, maka fidyah tersebut dianggap tidak sah.
Hal ini karena fidyah berkaitan langsung dengan ibadah puasa yang dilakukan selama bulan Ramadan.
2. Niat yang Tidak Tulus
Fidyah harus dibayarkan dengan niat yang tulus dan ikhlas.
Jika seseorang membayar fidyah hanya untuk memenuhi kewajiban tanpa niat yang baik, maka fidyah tersebut tidak akan diterima.
Niat yang baik adalah salah satu syarat penting dalam setiap amal ibadah dalam Islam.
3. Tidak Memenuhi Syarat Kelayakan
Fidyah hanya sah jika dibayarkan oleh orang yang memenuhi syarat, seperti mereka yang tidak mampu berpuasa karena sakit, usia lanjut, atau kondisi lainnya.
Jika seseorang yang tidak memenuhi syarat tersebut membayar fidyah, maka fidyah tersebut dianggap tidak sah.
4. Jumlah yang Tidak Sesuai
Fidyah harus dibayarkan dalam jumlah yang sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, seperti memberikan makanan kepada orang miskin.
Jika jumlah yang dibayarkan tidak sesuai dengan ketentuan, maka fidyah tersebut dianggap tidak sah.
Misalnya, jika seseorang hanya memberikan setengah dari jumlah yang seharusnya, maka fidyah tersebut tidak akan diterima.
5. Tidak Ada Bukti Pembayaran
Jika seseorang tidak dapat menunjukkan bukti pembayaran fidyah, seperti kwitansi atau catatan, maka fidyah tersebut dapat dianggap tidak sah.
Bukti pembayaran penting untuk memastikan bahwa fidyah telah disalurkan kepada yang berhak.
Penulis:
Aulia Anastasya Putri Permana
Editor:
M. Kausari Kaidani
03/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Sengaja Meninggalkan Puasa, Bolehkan Diganti dengan Fidyah?
Fidyah adalah kompensasi yang dibayarkan bagi mereka yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa.
Namun, pertanyaan muncul, apakah fidyah boleh dibayarkan bagi orang yang meninggalkan puasa, baik secara sengaja maupun tidak sengaja?
a. Meninggalkan Puasa dengan Sengaja:
Menurut mayoritas ulama, fidyah tidak diperbolehkan bagi orang yang sengaja meninggalkan puasa tanpa alasan yang sah.
Dalam Islam, puasa adalah kewajiban yang harus dilaksanakan, dan meninggalkannya tanpa alasan yang dibenarkan dianggap sebagai dosa.
Orang yang sengaja tidak berpuasa harus mengqadha puasa yang ditinggalkan dan bertaubat kepada Allah.
b. Meninggalkan Puasa Tanpa Sengaja:
Bagi mereka yang tidak sengaja meninggalkan puasa karena alasan seperti sakit, hamil, atau menyusui, dan meninggal dunia, fidyah diperbolehkan.
Dalam kasus ini, mereka diwajibkan membayar fidyah, yaitu memberikan makanan pokok kepada fakir miskin, sebagai pengganti puasa yang tidak dapat dilaksanakan.
Sumber:
Referensi dari Al-Qur'an dan hadis yang berkaitan dengan puasa dan fidyah dapat ditemukan dalam kitab-kitab hadis seperti "Sahih Bukhari" dan "Sahih Muslim", serta Fatwa Ulama.
Penulis:
Aulia Anastasya Putri Permana
Editor:
M. Kausari Kaidani
03/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Kewajiban Fidyah bagi Ibu Hamil dan Menyusui, Orang Sakit, serta Orang Meninggal Dunia
Fidyah adalah pengganti ibadah puasa yang tidak dapat dilaksanakan karena alasan tertentu, seperti hamil, menyusui, sakit, atau meninggal dunia.
Fidyah wajib dibayarkan dengan memberikan makanan pokok kepada fakir miskin.
a. Ibu Hamil dan Menyusui
Ibu hamil dan menyusui yang tidak mampu berpuasa wajib membayar fidyah sejumlah satu mud (sekitar 0,75 kg atau seukuran telapak tangan yang ditengadahkan saat menampung makanan) makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
Ulama berbeda pendapat mengenai apakah mereka juga wajib mengqadha puasa.
Sebagian ulama mewajibkan qadha jika mampu, sebagian lain hanya mewajibkan fidyah.
Sebuah hadis, Nabi bersabda: "Sesungguhnya Allah telah menghapuskan puasa dari orang yang hamil dan menyusui." (HR. Ibn Majah)
b. Orang Sakit:
Orang sakit yang tidak ada harapan sembuh dan tidak mampu berpuasa wajib membayar fidyah sejumlah satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
Jika suatu saat sembuh, maka tidak wajib mengqadha' puasa yang telah ditinggalkan.
Dalam sebuah hadis, Nabi bersabda: "Sesungguhnya Allah SWT menghapuskan puasa dari orang yang sakit." (HR. Ibn Majah dan Ahmad)
Selain itu, dalam Al-Qur'an, Allah berfirman: "Dan barangsiapa di antara kalian sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib berpuasa) sebanyak hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: 184).
c. Orang Meninggal Dunia:
Jika seseorang meninggal dunia dan memiliki hutang puasa yang belum dibayar, maka walinya wajib membayar fidyah sejumlah satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
Fidyah ini diambil dari harta warisan almarhum/almarhumah.
Disarankan untuk berkonsultasi dengan ustadz atau ahli agama untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fidyah dan cara terbaik untuk melaksanakannya.
Dalam sebuah hadis, Nabi bersabda: "Barangsiapa yang meninggal dunia dan memiliki hutang puasa, maka walinya harus membayarkan fidyah." (HR. Ibn Majah)
Sumber:
Referensi dari Al-Qur'an dan hadis yang berkaitan dengan puasa dan fidyah dapat ditemukan dalam kitab-kitab hadis seperti "Sahih Bukhari" dan "Sahih Muslim", serta Fatwa Ulama.
Penulis:
Aulia Anastasya Putri Permana
Editor:
M. Kausari Kaidani
03/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Perempuan dan Keberlimpahan Pahalanya di Bulan Ramadhan
Bulan Ramadhan adalah bulan yang dinantikan semua kalangan. Anak-anak, remaja, dewasa, orang tua baik laki-laki maupun perempuan menantikan kehadiran bulan ini. Melimpahnya kebaikan pada bulan ini membuat siapapun ingin menjalankannya sebaik mungkin.
Bagi perempuan, bulan ramadhan bukan hanya menjadi waktu untuk menahan lapar dan dahaga, tetapi juga merupakan kesempatan untuk meningkatkan kualitas ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Amalan-amalan yang dapat dilakukan perempuan selama bulan ramadhan, antara lain:
Menjalankan Ibadah Puasa
Puasa adalah ibadah utama yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim, termasuk wanita. Selama bulan Ramadhan, wanita yang tidak sedang dalam keadaan haid atau nifas diwajibkan untuk berpuasa dari fajar hingga maghrib. Puasa bukan hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menahan diri dari perbuatan yang tidak baik, seperti berkata kasar, bergosip, dan berbuat dosa lainnya. Dengan menjalankan puasa, wanita dapat merasakan kedekatan dengan Allah dan meningkatkan ketakwaan.
Meningkatkan Kualitas Shalat
Meningkatkan kualitas shalat selama bulan ramadhan merupakan kesempatan yang sempurna. Karena di bulan ini pintu kebaikan dan ampunan dibuka selebar-lebarnya. Selain melaksanakan shalat lima waktu, perempuan juga dapat melaksanakan shalat sunnah lainnya, seperti shalat rawatib, shalat dhuha, shalat tarawih, shalat tahajud, dan shalat witir. Shalat tarawih merupakan amalan sunnah yang sangat dianjurkan di bulan ramadhan. Perempuan dapat melaksanakan shalat tarawih di masjid atau di rumah bersama dengan keluarga.
Membaca Al-Qur'an
Membaca Al-Qur’an di bulan ramadhan merupakan amalan istimewa. Karena bulan ini adalah bulan dimana Allah SWT turukan Al-Qur’an kepada nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, membaca Al-Qur’an menjadi amalan yang sangat dianjurkan di bulan ini. Selain mambaca, perempuan muslim juga dapat mempelajari tafsir Al-Qur’an ataupun mengikuti kajian untuk memperdalam iman dan mendapatkan petunjuk hidup.
Berdoa dan Berdzikir
Bulan ramadhan adalah bulan dimana siang dan malamnya menjadi waktu yang mustajab untuk berdoa dan memohon ampunan. Perempuan muslim dapat memperbanyak doa, baik doa yang dipanjatkan dalam shalat maupun doa yang diucapkan di luar shalat. Selain itu, berdzikir juga merupakan amalan yang sangat baik. Perempuan muslim dapat mengisi waktu luang dengan berdzikir, mengingat Allah, dan memohon ampunan-Nya. Dengan berdoa dan berdzikir, hati akan menjadi tenang dan dekat dengan Allah.
Berbuat Baik dan Bersedekah
Bersedekah merupakan salah satu anjuran amalan yang dianjurkan di bulan ramadhan. Sebagaimana dalam riwayat, barangsiapa memberi makan orang yang berpuasa maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa
Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5: 192. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Perempuan muslim dapat menyisihkan sebagian rezekinya untuk membantu orang-orang yang kurang mampu, memberikan makanan kepada yang membutuhkan, atau menyumbangkan uang untuk kegiatan sosial. Dengan bersedekah, wanita dapat merasakan kebahagiaan dan keberkahan.
Menghadiri Pengajian dan Kajian Islam
Selama bulan Ramadhan, banyak masjid dan komunitas yang mengadakan pengajian dan kajian Islam. Perempuan dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk menambah ilmu dan pemahaman tentang agama. Menghadiri pengajian tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga mempererat tali silaturahmi dengan sesama perempuan muslim. Mereka dapat berdiskusi, bertanya, dan berbagi pengalaman dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan.
Memperbaiki Akhlak dan Perilaku
Bulan Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk memperbaiki akhlak dan perilaku. Pada bulan ramadhan perempuan dapat berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lebih sabar, dan lebih pemaaf. Menghindari perbuatan yang tidak baik, seperti bergosip, mengadu domba, dan berkata kasar, adalah langkah penting dalam meningkatkan kualitas diri. Dengan memperbaiki akhlak, tidak hanya akan mendapatkan pahala, tetapi juga akan menjadi teladan bagi orang-orang di sekitarnya.
Menjaga Kesehatan
Selama bulan Ramadhan, menjaga kesehatan sangat penting, terutama bagi perempuan yang menjalankan ibadah puasa. Perempuan perlu memperhatikan asupan makanan saat sahur dan berbuka. Mengonsumsi makanan yang bergizi dan seimbang akan membantu menjaga stamina selama berpuasa. Selain itu, cukup tidur dan menjaga kebersihan juga merupakan hal yang tidak kalah penting. Dengan menjaga kesehatan, wanita dapat menjalankan ibadah dengan baik dan maksimal.
Menghabiskan Waktu Bersama Keluarga
Bulan Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk menghabiskan waktu bersama keluarga. Perempuan dapat memanfaatkan momen berbuka puasa untuk berkumpul dengan keluarga, berbagi cerita, dan saling mendukung dalam menjalankan ibadah. Selain itu, momen ini juga tepat untuk mengajak anak-anak untuk belajar tentang nilai-nilai agama dan pentingnya menjalankan ibadah di bulan Ramadhan. Dengan menghabiskan waktu bersama keluarga, hubungan antar anggota keluarga akan semakin erat.
Merenungkan dan Memperbaiki Diri
Bulan Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk merenungkan diri dan memperbaiki kekurangan. Perempuan dapat melakukan evaluasi terhadap diri sendiri, melihat sejauh mana ibadah yang telah dilakukan, dan apa yang perlu diperbaiki. Dengan merenungkan diri, perempuan dapat menemukan motivasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih taat kepada Allah. Bulan Ramadhan adalah kesempatan emas untuk melakukan perubahan positif dalam hidup.
Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan peluang untuk meningkatkan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Perempuan memiliki peran yang sangat penting dalam menjalankan amalan-amalan di bulan suci ini. Dengan menjalankan puasa, meningkatkan kualitas shalat, membaca Al-Qur'an, berdoa, bersedekah, dan berbuat baik, perempuan muslim dapat meraih keberkahan dan rahmat dari Allah SWT. Semoga kita semua dapat memanfaatkan bulan Ramadhan dengan sebaik-baiknya dan menjadi pribadi yang lebih baik. Selamat menjalankan ibadah puasa!
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Hana Santika Ahdanty
03/03/2025 | Hana Santika Ahdanty
Ngabuburit Bermakna: Aktivitas Positif Menjelang Berbuka
Ngabuburit adalah istilah yang populer di Indonesia, terutama selama bulan Ramadhan. Aktivitas ini dilakukan untuk mengisi waktu menjelang berbuka puasa. Namun, ngabuburit tidak hanya sekadar menunggu waktu berbuka; ia bisa menjadi momen yang bermakna jika diisi dengan aktivitas positif. Dalam artikel ini, kita akan membahas berbagai aktivitas ngabuburit yang bermanfaat, serta dalil yang mendasarinya.
1. Makna Ngabuburit
Ngabuburit berasal dari kata "burit," yang berarti sore. Secara harfiah, ngabuburit berarti menunggu waktu berbuka puasa di sore hari. Namun, makna ngabuburit lebih dalam dari sekadar menunggu. Ini adalah waktu untuk merenung, beribadah, dan melakukan aktivitas yang bermanfaat.
2. Aktivitas Positif Saat Ngabuburit
Membaca Al-Qur'an
Membaca Al-Qur'an adalah salah satu aktivitas yang sangat dianjurkan selama bulan Ramadhan. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:
"Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)." (QS. Al-Baqarah: 185).
Membaca Al-Qur'an saat ngabuburit tidak hanya memberikan pahala, tetapi juga menenangkan jiwa dan meningkatkan spiritualitas.
Berdoa dan Berdzikir
Ngabuburit adalah waktu yang tepat untuk berdoa dan berdzikir. Dalam hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Sesungguhnya doa adalah ibadah." (HR. Tirmidzi).
Berdoa menjelang berbuka puasa adalah waktu yang mustajab. Kita bisa memohon kepada Allah SWT untuk diberikan keberkahan, kesehatan, dan kekuatan dalam menjalani puasa.
Menghadiri Pengajian atau Kajian
Menghadiri pengajian atau kajian agama adalah cara yang baik untuk mengisi waktu ngabuburit. Dengan mendengarkan ilmu agama, kita dapat memperdalam pemahaman tentang Islam dan meningkatkan iman. Ini juga merupakan kesempatan untuk bersilaturahmi dengan sesama umat Muslim.
Berbagi dengan Sesama
Ngabuburit juga bisa diisi dengan berbagi kepada sesama, terutama kepada mereka yang kurang beruntung. Kita bisa memberikan makanan atau minuman kepada orang yang membutuhkan. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:
"Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang telah diberikan-Nya kepadamu." (QS. An-Nur: 33).
Berbagi saat ngabuburit tidak hanya memberikan kebahagiaan kepada orang lain, tetapi juga mendatangkan pahala bagi kita.
Olahraga Ringan
Melakukan olahraga ringan menjelang berbuka puasa dapat membantu menjaga kebugaran tubuh. Aktivitas fisik seperti berjalan kaki atau stretching dapat meningkatkan sirkulasi darah dan membuat kita merasa lebih segar. Namun, penting untuk tidak berlebihan agar tidak mengganggu puasa.
Mempersiapkan Menu Berbuka
Ngabuburit juga bisa dimanfaatkan untuk mempersiapkan menu berbuka puasa. Kita bisa mencoba resep baru atau memasak bersama keluarga. Aktivitas ini tidak hanya menyenangkan, tetapi juga mempererat hubungan keluarga.
3. Manfaat Ngabuburit yang Bermakna
Meningkatkan Kualitas Ibadah
Dengan mengisi waktu ngabuburit dengan aktivitas positif, kita dapat meningkatkan kualitas ibadah selama bulan Ramadhan. Ini membantu kita untuk lebih fokus dan khusyuk dalam beribadah.
Membangun Rasa Kebersamaan
Ngabuburit dapat menjadi momen untuk berkumpul dengan keluarga dan teman-teman. Aktivitas bersama seperti memasak atau berdiskusi tentang agama dapat mempererat hubungan sosial dan meningkatkan rasa kebersamaan.
Meningkatkan Kesehatan Mental
Mengisi waktu ngabuburit dengan aktivitas yang bermanfaat dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan mental. Kegiatan seperti membaca Al-Qur'an dan berdzikir dapat memberikan ketenangan jiwa.
Mendapatkan Pahala
Setiap aktivitas positif yang dilakukan selama ngabuburit akan mendatangkan pahala. Dalam hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Setiap amal baik adalah sedekah." (HR. Bukhari).
Dengan melakukan aktivitas yang bermanfaat, kita tidak hanya menunggu waktu berbuka, tetapi juga mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Kesimpulan
Ngabuburit bukan hanya sekadar menunggu waktu berbuka puasa, tetapi juga merupakan kesempatan untuk melakukan aktivitas positif yang bermanfaat. Dengan mengisi waktu ngabuburit dengan membaca Al-Qur'an, berdoa, menghadiri pengajian, berbagi dengan sesama, berolahraga, dan mempersiapkan menu berbuka, kita dapat menjadikan momen ini lebih bermakna. Mari kita manfaatkan waktu ngabuburit dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kualitas ibadah dan mendapatkan berkah dari Allah SWT.
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Ashifuddin Fikri
03/03/2025 | Ashifuddin Fikri
Meningkatkan Keimanan dan Ketauhidan di Bulan Suci
Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, di mana setiap muslim berkesempatan memperbaiki kualitas iman dan ketakwaan kepada Allah. Salah satu hikmah utama Ramadhan adalah menguatkan tauhid, yaitu meyakini dan mengesakan Allah dalam setiap aspek kehidupan. Puasa bukan hanya sekedar menahan lapar dan haus, tetapi juga momentum mengokohkan hubungan seorang hamba dengan Rabb-nya.
Makna Tauhid dalam Ibadah Puasa
Tauhid adalah fondasi utama ajaran Islam, yaitu keyakinan bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah (Laa ilaaha illallah). Tauhid bukan sekadar keyakinan di hati, tetapi harus tampak dalam ibadah dan perilaku. Puasa Ramadhan adalah salah satu ibadah yang sangat menekankan tauhid karena:
Menjaga Keikhlasan (Ikhlas)
Puasa adalah ibadah yang tersembunyi dari pandangan manusia. Hanya Allah yang tahu apakah seseorang benar-benar berpuasa atau tidak. Hal ini melatih ketulusan dan meyakini bahwa hanya Allah yang berhak disembah dan dituju dalam ibadah.
Menguatkan Rasa Syukur
Saat berbuka, kita merasakan nikmat makanan dan minuman yang sebelumnya terhalang. Ini mengingatkan kita bahwa segala rezeki hanya berasal dari Allah. Kesadaran ini memperkuat tauhid rububiyah, yaitu meyakini Allah sebagai satu-satunya pemberi rezeki.
Bertawakkal dan Berserah Diri
Ketika berpuasa, kita melatih diri untuk sabar dan bersandar sepenuhnya pada Allah. Kita tidak mengandalkan kemampuan diri sendiri, tetapi yakin bahwa Allah-lah yang memberikan kekuatan menahan lapar, haus, dan hawa nafsu.
Ramadhan Sebagai Madrasah Tauhid
Bulan Ramadhan ibarat sekolah tauhid yang intensif. Selama sebulan penuh, kita dilatih untuk memperkuat berbagai aspek tauhid:
Tauhid Rububiyah: Menyadari bahwa semua kenikmatan, kekuatan, dan rezeki datang dari Allah.
Tauhid Uluhiyah: Beribadah hanya kepada Allah dengan ikhlas (sholat, puasa, zakat, doa).
Tauhid Asma’ wa Shifat: Meyakini Allah Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Mengetahui semua amal ibadah kita, termasuk puasa yang tersembunyi.
Menghindari Syirik di Bulan Ramadhan
Sebaliknya, Ramadhan juga menjadi momen muhasabah agar kita terhindar dari penyakit tauhid, yaitu syirik (menyekutukan Allah). Syirik tidak hanya menyembah selain Allah, tapi juga bisa dalam bentuk:
Riya’ (pamer ibadah): Ingin dipuji orang lain saat berpuasa atau bersedekah.
Tamak pada dunia: Mengutamakan belanja konsumtif saat Ramadhan daripada memperbanyak ibadah.
Percaya pada mitos tertentu: Mengaitkan keberkahan Ramadhan dengan hal-hal mistis yang tidak berdasar syariat.
Tarbiyah Tauhid Melalui Al-Qur’an di Ramadhan
Ramadhan juga dikenal sebagai Syahrul Qur’an (bulan Al-Qur’an). Al-Qur’an adalah kitab tauhid yang mengajarkan keesaan Allah secara utuh. Di bulan ini, umat Islam dianjurkan memperbanyak tadabbur Al-Qur’an, terutama ayat-ayat tauhid yang menguatkan keimanan.
Contoh ayat tauhid yang bisa direnungkan di Ramadhan:
“Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” (QS. Al-Ikhlas: 1-2)
Menyempurnakan Tauhid dengan Amal Sosial
Tauhid yang benar tidak berhenti di hati, tetapi melahirkan amal nyata. Di bulan Ramadhan, penguatan tauhid bisa diwujudkan dengan:
Menjaga sholat tepat waktu sebagai bentuk tauhid uluhiyah.
Memperbanyak doa dan dzikir, mengakui ketergantungan hanya kepada Allah.
Mengeluarkan zakat dan sedekah sebagai bukti bahwa kita yakin Allah pemilik rezeki.
Menjaga akhlak dan perilaku karena yakin Allah Maha Melihat.
Ramadhan bukan sekedar ibadah rutin tahunan, tetapi momentum besar menguatkan tauhid. Dengan memahami makna tauhid dan menghayatinya dalam puasa, tarawih, tilawah, dan sedekah, kita bisa keluar dari Ramadhan sebagai pribadi yang lebih bertauhid secara utuh. Inilah hakikat Taqwa, yang menjadi tujuan utama puasa Ramadhan.
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Nur Isnaini Masyithoh
03/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh
Bagaimana Mengelola Keuangan Keluarga di Bulan Ramadhan Agar Berkah
Bulan Ramadhan identik dengan peningkatan kebutuhan rumah tangga. Mulai dari belanja bahan makanan untuk sahur dan berbuka, persiapan zakat, sedekah, hingga kebutuhan menjelang Idul Fitri. Jika tidak dikelola dengan baik, pengeluaran bisa membengkak dan melampaui anggaran yang tersedia. Padahal, keberkahan Ramadhan tidak hanya terletak pada banyaknya konsumsi, melainkan juga bagaimana keluarga mengelola keuangan secara bijak sesuai ajaran Islam.
Menyusun Anggaran Khusus Ramadhan
Langkah pertama agar keuangan keluarga berkah di bulan Ramadhan adalah menyusun anggaran khusus. Dalam Islam, mengatur harta dengan baik adalah bagian dari amanah. Anggaran ini mencakup kebutuhan pokok seperti:
- Bahan makanan sahur dan berbuka
- Infaq dan sedekah
- Zakat fitrah dan zakat mal (jika sudah wajib)
- Kebutuhan ibadah (misal, infak kegiatan masjid)
- Persiapan Hari Raya (jika diperlukan)
Dengan adanya anggaran ini, pengeluaran bisa lebih terkontrol dan tidak mengikuti hawa nafsu belanja.
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan.” (QS. Al-Isra’: 26-27)
Mengutamakan Sedekah dan Zakat
Ramadhan adalah bulan dilipatgandakannya pahala. Salah satu pintu keberkahan rezeki adalah memperbanyak sedekah. Ketika menyusun anggaran, pastikan pos zakat dan sedekah mendapatkan prioritas. Bahkan sebagian ulama menyarankan, anggaran sedekah Ramadhan lebih besar daripada anggaran konsumsi pribadi.
Rasulullah SAW bersabda:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad)
Menghindari Gaya Hidup Berlebihan
Sering kali, Ramadhan dijadikan ajang konsumtif dengan membeli makanan berlebihan, berburu diskon online, atau membeli barang yang tidak dibutuhkan. Padahal, kesederhanaan di bulan Ramadhan adalah kunci berkahnya harta.
Salafush shalih dikenal sederhana meski harta mereka melimpah. Mereka memahami bahwa berkah tidak datang dari kemewahan, tetapi dari penggunaan harta yang sesuai syariat.
Rasulullah SAW bersabda: “Makanlah, minumlah, berpakaian, dan bersedekahlah tanpa berlebihan dan tanpa sombong.” (HR. Ahmad)
Memprioritaskan Kebutuhan, Bukan Keinginan
Keluarga muslim perlu membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Makanan berbuka dan sahur cukup yang sehat dan bergizi, bukan harus mewah dan berlebihan. Hal ini mengajarkan qana’ah (merasa cukup) yang menjadi pintu keberkahan rezeki.
“Beruntunglah orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup, dan diberi rasa qana’ah terhadap apa yang Allah berikan kepadanya.” (HR. Muslim)
Menyiapkan Dana Sosial Ramadhan
Ramadhan adalah momentum memperbanyak berbagi. Selain zakat, siapkan dana sosial Ramadhan untuk berbagi takjil, paket sembako untuk dhuafa, atau mendukung kegiatan masjid. Semakin banyak harta yang mengalir ke orang lain, semakin besar keberkahannya.
“Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada setiap bulir seratus biji.” (QS. Al-Baqarah: 261)
Mengatur Pengeluaran Menjelang Idul Fitri
Sering kali, pengeluaran terbesar justru terjadi menjelang lebaran. Pakaian baru, kue lebaran, dan tradisi mudik menguras anggaran keluarga. Kunci keberkahan adalah **berbelanja sesuai kemampuan dan tidak berlebihan**. Jangan sampai kesucian Ramadhan ternodai oleh gaya hidup konsumtif menjelang Syawal.
“Sungguh beruntung orang yang disucikan (jiwanya), dan disebut nama Rabbnya lalu dia shalat.” (QS. Al-A’la: 14-15)
Mengelola keuangan keluarga di bulan Ramadhan bukan sekadar soal mencatat pemasukan dan pengeluaran, tetapi juga soal menjaga nilai-nilai spiritual dalam harta. Berkah tidak selalu datang dari jumlah yang besar, melainkan dari cara memperoleh dan membelanjakannya sesuai syariat. Keluarga yang mampu mengelola keuangan dengan kesederhanaan, kepedulian sosial, dan prioritas ibadah insyaAllah akan merasakan keberkahan Ramadhan yang hakiki.
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Nur Isnaini Masyitoh
03/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh
Apa itu Sedekah Sampah? Memahami Konsep dan Manfaatnya
Di tengah kesibukan dan tantangan lingkungan yang semakin kompleks, muncul sebuah gerakan sosial yang menarik perhatian banyak orang, yaitu sedekah sampah. Konsep ini tidak hanya berfokus pada pengelolaan limbah, tetapi juga mengajak masyarakat untuk berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan berkelanjutan. Dalam artikel ini, kita akan membahas apa itu sedekah sampah, bagaimana cara kerjanya, serta manfaat yang dapat diperoleh dari praktik ini.
Apa Itu Sedekah Sampah?
Sedekah sampah adalah sebuah inisiatif yang mengajak individu atau kelompok untuk menyumbangkan sampah yang masih memiliki nilai ekonomis, seperti botol plastik, kertas, atau barang bekas lainnya. Konsep ini berakar dari prinsip sedekah dalam agama, di mana seseorang memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Dalam hal ini, sampah yang disumbangkan akan dikelola dan dijadikan sumber daya yang dapat dimanfaatkan kembali. Gerakan sedekah sampah bertujuan untuk mengurangi jumlah limbah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang baik. Dengan menyumbangkan sampah, individu tidak hanya membantu mengurangi pencemaran lingkungan, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat.
Cara Kerja Sedekah Sampah
Praktik sedekah sampah dapat dilakukan dengan beberapa langkah sederhana. Pertama, individu atau kelompok dapat mengumpulkan sampah yang masih memiliki nilai, seperti botol plastik, kertas, atau barang bekas lainnya. Setelah itu, sampah tersebut dapat diserahkan kepada lembaga atau komunitas yang mengelola sedekah sampah.
Lembaga atau komunitas ini akan mengolah sampah yang diterima, baik dengan cara mendaur ulang atau menjualnya kepada pihak yang membutuhkan. Hasil dari penjualan sampah tersebut kemudian dapat digunakan untuk berbagai kegiatan sosial, seperti membantu anak-anak kurang mampu, mendukung pendidikan, atau kegiatan kemanusiaan lainnya.
Manfaat Sedekah Sampah
Mengurangi Limbah
Salah satu manfaat utama dari sedekah sampah adalah mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan. Dengan menyumbangkan sampah yang masih memiliki nilai, kita dapat membantu mengurangi beban TPA dan mencegah pencemaran lingkungan. Hal ini sangat penting mengingat semakin banyaknya sampah yang dihasilkan oleh masyarakat.
Meningkatkan Kesadaran Lingkungan
Sedekah sampah juga berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah. Melalui gerakan ini, masyarakat diajak untuk lebih peduli terhadap lingkungan dan memahami dampak negatif dari sampah yang tidak dikelola dengan baik.
Memberdayakan Masyarakat
Dengan adanya sedekah sampah, masyarakat dapat diberdayakan melalui berbagai program yang diadakan oleh lembaga atau komunitas. Misalnya, pelatihan tentang daur ulang, pengelolaan sampah, atau kewirausahaan. Hal ini dapat membuka peluang kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Menciptakan Kegiatan Sosial
Hasil dari sedekah sampah dapat digunakan untuk berbagai kegiatan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat. Misalnya, dana yang diperoleh dari penjualan sampah dapat digunakan untuk membantu anak-anak kurang mampu, memberikan beasiswa, atau mendukung kegiatan kemanusiaan lainnya.
Membangun Rasa Kebersamaan
Sedekah sampah juga dapat membangun rasa kebersamaan di antara anggota masyarakat. Dengan berpartisipasi dalam gerakan ini, individu dapat saling mendukung dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, yaitu menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat.
Sedekah sampah adalah sebuah gerakan yang mengajak masyarakat untuk berkontribusi dalam pengelolaan limbah dengan cara yang positif. Melalui praktik ini, kita tidak hanya dapat mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan, tetapi juga meningkatkan kesadaran lingkungan, memberdayakan masyarakat, dan menciptakan kegiatan sosial yang bermanfaat. Dengan memahami konsep dan manfaat sedekah sampah, diharapkan lebih banyak orang yang tergerak untuk berpartisipasi dalam gerakan ini demi masa depan yang lebih baik.
Ayo bersedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta: https://kotayogya.baznas.go.id/sedekahKunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Ayo bersedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta: https://kotayogya.baznas.go.id/sedekahKunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Penulis: Riza Fatmahira
Editor: M. Sahal
02/03/2025 | AdminS
Kenapa Pembayaran Fidyah Harus di Bulan Ramadhan?
Kenapa Pembayaran Fidyah Harus di Bulan Ramadhan?
Fidyah adalah salah satu bentuk kompensasi yang diberikan oleh umat Islam bagi mereka yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Pembayaran fidyah ini memiliki makna dan tujuan yang mendalam dalam konteks ibadah dan sosial. Dalam artikel ini, kita akan membahas mengapa pembayaran fidyah harus dilakukan di bulan Ramadhan.
Pengertian Fidyah
Fidyah berasal dari kata "fida" yang berarti tebusan. Dalam konteks puasa, fidyah adalah makanan atau uang yang diberikan sebagai pengganti bagi mereka yang tidak mampu berpuasa, baik karena sakit, usia lanjut, atau alasan lainnya. Fidyah bertujuan untuk membantu mereka yang membutuhkan dan menjaga solidaritas sosial di antara umat Islam.
Kewajiban Pembayaran Fidyah
Menjaga Ketaatan: Pembayaran fidyah di bulan Ramadhan menunjukkan ketaatan seorang Muslim terhadap perintah Allah. Meskipun tidak dapat berpuasa, mereka tetap berusaha untuk memenuhi kewajiban agama dengan cara lain.
Bulan Penuh Berkah: Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan ampunan. Dengan membayar fidyah di bulan ini, seorang Muslim dapat merasakan manfaat spiritual dan pahala yang lebih besar. Ini adalah waktu yang tepat untuk beramal dan berbagi dengan sesama.
Membantu Sesama: Fidyah yang dibayarkan akan digunakan untuk membantu mereka yang kurang mampu. Dengan memberikan fidyah, seorang Muslim berkontribusi dalam mengurangi beban orang lain, terutama di bulan yang suci ini.
Mengganti Kewajiban Puasa: Bagi mereka yang tidak dapat berpuasa, fidyah menjadi pengganti yang sah. Dengan membayar fidyah, mereka menunjukkan rasa tanggung jawab atas kewajiban yang tidak dapat dilaksanakan.
Kesimpulan
Pembayaran fidyah di bulan Ramadhan bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan bentuk kepedulian dan solidaritas sosial. Dengan memahami pentingnya fidyah, kita dapat lebih menghargai bulan suci ini dan berusaha untuk berbagi dengan sesama. Oleh karena itu, bagi mereka yang tidak dapat berpuasa, sangat dianjurkan untuk membayar fidyah di bulan Ramadhan agar dapat meraih berkah dan pahala yang berlipat ganda.
Dengan demikian, fidyah bukan hanya sekadar tebusan, tetapi juga merupakan wujud kasih sayang dan kepedulian kita terhadap sesama umat Islam. Mari kita manfaatkan bulan Ramadhan ini untuk beramal dan berbagi, serta memenuhi kewajiban fidyah dengan sebaik-baiknya.
Penulis:
Hubaib Ash shidqi
Editor:
Hubaib Ash shidqi
02/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI
Bolehkah Membayar Fidyah Selain di Bulan Ramadhan?
Bolehkah Membayar Fidyah Selain di Bulan Ramadhan?
Fidyah adalah salah satu bentuk kompensasi yang diberikan oleh seseorang yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Dalam konteks ini, banyak yang bertanya-tanya, "Bolehkah membayar fidyah selain di bulan Ramadhan?" Mari kita bahas lebih dalam mengenai hal ini.
Apa Itu Fidyah?
Fidyah merupakan pembayaran yang dilakukan oleh seseorang yang tidak mampu berpuasa, baik karena sakit yang berkepanjangan, usia lanjut, atau alasan lainnya yang sah. Fidyah biasanya dibayarkan dalam bentuk makanan atau uang yang setara dengan nilai makanan yang dapat diberikan kepada orang yang membutuhkan.
Ketentuan Pembayaran Fidyah
Dalam syariat Islam, fidyah dibayarkan sebagai bentuk tanggung jawab bagi mereka yang tidak dapat menjalankan puasa. Namun, ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan:
Waktu Pembayaran: Fidyah sebaiknya dibayarkan setelah bulan Ramadhan berakhir. Hal ini karena fidyah merupakan pengganti puasa yang tidak dilaksanakan selama bulan suci tersebut.
Bentuk Pembayaran: Fidyah dapat dibayarkan dalam bentuk makanan atau uang. Namun, disarankan untuk memberikan makanan kepada orang yang membutuhkan, sesuai dengan ajaran Islam.
Kepentingan Sosial: Pembayaran fidyah juga memiliki tujuan sosial, yaitu membantu mereka yang kurang mampu. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa fidyah yang dibayarkan benar-benar sampai kepada yang membutuhkan.
Bolehkah Membayar Fidyah Selain di Bulan Ramadhan?
Mengenai pertanyaan apakah fidyah boleh dibayar selain di bulan Ramadhan, jawabannya adalah ya, tetapi dengan beberapa catatan. Fidyah seharusnya dibayarkan setelah bulan Ramadhan, namun jika seseorang memiliki alasan yang kuat dan tidak dapat menunggu hingga bulan Ramadhan berikutnya, maka pembayaran fidyah dapat dilakukan lebih awal. Misalnya, seseorang yang sudah lanjut usia dan tidak mampu berpuasa lagi. Ia dapat membayar fidyah sebelum bulan Ramadhan berikutnya, agar tidak menunggu hingga bulan suci tiba. Namun, sebaiknya ia berkonsultasi dengan ulama atau orang yang berkompeten dalam masalah ini untuk mendapatkan panduan yang tepat.
Kesimpulan
Fidyah adalah kewajiban bagi mereka yang tidak dapat menjalankan puasa di bulan Ramadhan. Meskipun sebaiknya dibayarkan setelah bulan Ramadhan, ada kemungkinan untuk membayar fidyah lebih awal jika ada alasan yang kuat. Penting untuk selalu merujuk kepada ajaran Islam dan berkonsultasi dengan pihak yang berkompeten dalam hal ini.
Dengan demikian, kita dapat memahami bahwa fidyah bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan bentuk kepedulian sosial terhadap sesama. Mari kita tunaikan fidyah kita dengan sebaik-baiknya, baik di bulan Ramadhan maupun di luar bulan tersebut.
Penulis:
Hubaib Ash shidqi
Editor:
Hubaib Ash shidqi
02/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI
Fidyah: Makna dan Pentingnya dalam Islam
Fidyah: Makna dan Pentingnya dalam Islam
Fidyah adalah istilah dalam Islam yang merujuk pada kompensasi atau tebusan yang diberikan oleh seseorang yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. Fidyah biasanya berupa makanan atau sedekah yang diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Dalam konteks ini, fidyah menjadi salah satu cara untuk menjaga keseimbangan sosial dan membantu mereka yang kurang beruntung.
Pengertian Fidyah
Secara etimologis, fidyah berasal dari kata "fada" yang berarti menebus atau mengganti. Dalam konteks ibadah puasa, fidyah adalah bentuk pengganti bagi mereka yang tidak mampu berpuasa karena alasan tertentu, seperti sakit yang berkepanjangan, hamil, menyusui, atau alasan lainnya yang sah menurut syariat Islam.
Fidyah dapat diartikan sebagai bentuk tanggung jawab seorang Muslim untuk tetap memenuhi kewajiban ibadah meskipun tidak dapat melaksanakannya secara langsung. Dalam hal ini, fidyah menjadi solusi bagi mereka yang tidak dapat berpuasa untuk tetap berkontribusi dalam amal ibadah.
Dasar Hukum Fidyah
Fidyah diatur dalam Al-Qur'an dan Hadis. Salah satu ayat yang menjelaskan tentang fidyah terdapat dalam Surah Al-Baqarah (2:184):
"Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya, ada kewajiban membayar fidyah, yaitu memberi makan kepada orang miskin. Barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya. Dan jika kamu berpuasa itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui."
Ayat ini menunjukkan bahwa fidyah adalah pilihan bagi mereka yang tidak mampu berpuasa, dan memberi makan kepada orang miskin adalah bentuk pelaksanaan fidyah yang dianjurkan.
Pentingnya Fidyah dalam Islam
1. Menjaga Keseimbangan Sosial
Fidyah berfungsi untuk membantu mereka yang kurang beruntung. Dengan memberikan fidyah, seorang Muslim tidak hanya memenuhi kewajiban ibadahnya, tetapi juga berkontribusi dalam mengurangi kesenjangan sosial. Ini menciptakan rasa solidaritas dan kepedulian antar sesama umat manusia.
2. Menunjukkan Rasa Syukur
Memberikan fidyah juga merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan. Dengan berbagi kepada orang lain, seorang Muslim menunjukkan bahwa ia menghargai rezeki yang dimiliki dan berusaha untuk membantu sesama yang membutuhkan.
3. Memenuhi Kewajiban Ibadah
Fidyah menjadi alternatif bagi mereka yang tidak dapat menjalankan puasa. Dengan membayar fidyah, seorang Muslim tetap dapat memenuhi kewajiban ibadahnya meskipun dalam keadaan tertentu tidak dapat berpuasa. Ini menunjukkan fleksibilitas dalam syariat Islam yang mengutamakan kemudahan bagi umatnya.
4. Mendorong Amal Kebajikan
Fidyah juga mendorong umat Islam untuk lebih aktif dalam melakukan amal kebajikan. Dengan memberikan fidyah, seseorang tidak hanya menebus ketidakmampuannya untuk berpuasa, tetapi juga berkontribusi dalam membantu orang lain, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pahala dan keberkahan dalam hidupnya.
Kesimpulan
Fidyah merupakan salah satu aspek penting dalam ibadah puasa di bulan Ramadan. Selain sebagai bentuk kompensasi bagi mereka yang tidak dapat berpuasa, fidyah juga memiliki makna sosial yang mendalam. Dengan memberikan fidyah, seorang Muslim tidak hanya memenuhi kewajiban ibadah, tetapi juga berkontribusi dalam menciptakan kesejahteraan sosial dan menunjukkan rasa syukur kepada Allah SWT. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memahami dan melaksanakan fidyah dengan baik, agar dapat meraih keberkahan dan pahala dari Allah.
Penulis:
Hubaib Ash shidqi
Editor:
Hubaib Ash shidqi
02/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI
Lupa Jumlah Hari Tidak Berpuasa untuk Membayar Fidyah? Ini Jawabannya
Jika seseorang lupa jumlah hari puasa yang tidak dilaksanakan dan perlu membayar fidyah, berikut adalah langkah-langkah yang dapat diambil:
1. Estimasi Jumlah Hari
Cobalah untuk mengingat kembali hari-hari yang tidak dapat dipuasa.
Pertimbangkan faktor-faktor, seperti sakit, hamil, menyusui, atau alasan lain yang membuat Anda tidak berpuasa.
Jika tidak dapat mengingat dengan pasti, buatlah estimasi yang wajar berdasarkan ingatan Anda.
Misalnya, jika Anda yakin tidak berpuasa selama dua minggu, Anda dapat memperkirakan sekitar 14 hari.
2. Berkonsultasi
Dapat berkonsultasi kepada ahli dalam fidyah, misalnya melalui badan zakat.
3. Menggunakan Pendekatan Terbaik
Jika Anda masih ragu, lebih baik untuk mengambil jumlah yang lebih banyak dari estimasi Anda.
Misalnya, jika Anda memperkirakan tidak berpuasa selama 10 hari, Anda bisa membayar fidyah untuk 12 atau 15 hari sebagai langkah kehati-hatian.
4. Membayar Fidyah
Setelah menentukan jumlah hari yang akan dibayarkan, Anda dapat melanjutkan untuk membayar fidyah sesuai dengan jumlah tersebut.
Fidyah dapat berupa memberi makan kepada orang miskin atau membayar sejumlah uang yang setara dengan nilai makanan pokok.
Dalam Islam, untuk hal demikian menggunakan prinsip kehati-hatian (ihtiyat) sangat dianjurkan.
Jika ada keraguan, lebih baik untuk mengambil langkah yang lebih aman dalam memenuhi kewajiban.
Penulis:
Aulia Anastasya Putri Permana
Editor:
M. Kausari Kaidani
02/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Ketentun Fidyah bagi Orang Dewasa dan Anak-anak
Dalam konteks fidyah, tidak ada batasan usia yang secara eksplisit ditetapkan dalam hukum Islam.
Namun, ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan terkait dengan usia dan kewajiban membayar fidyah:
1. Kewajiban Fidyah
a. Orang Dewasa:
Kewajiban membayar fidyah berlaku bagi setiap Muslim yang telah baligh (dewasa) dan tidak dapat menjalankan puasa karena alasan tertentu, seperti sakit, usia lanjut, atau kondisi lainnya.
b. Anak-anak:
Anak-anak yang belum baligh tidak diwajibkan untuk berpuasa, oleh karena itu, mereka juga tidak diwajibkan untuk membayar fidyah.
Namun, jika mereka sudah mencapai usia baligh dan tidak dapat berpuasa, maka mereka harus membayar fidyah.
2. Pembayaran Fidyah
a. Orang Dewasa:
Jika seorang dewasa tidak dapat berpuasa, mereka harus membayar fidyah sesuai dengan jumlah hari puasa yang ditinggalkan.
Fidyah dapat berupa memberi makan kepada orang miskin atau membayar sejumlah uang yang setara dengan nilai makanan pokok.
b. Anak-anak:
Karena anak-anak tidak diwajibkan untuk berpuasa, mereka tidak memiliki kewajiban untuk membayar fidyah.
Namun, jika seorang anak sudah berpuasa dan tidak dapat menyelesaikannya karena alasan tertentu, maka orang tua atau wali mereka dapat membayar fidyah atas nama anak tersebut, tetapi ini bukanlah kewajiban.
Penulis:
Aulia Anastasya Putri Permana
Editor:
M. Kausari Kaidani
02/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Kapan Waktu Membayar Fidyah?
Fidyah dapat dibayarkan pada beberapa waktu, dan berikut adalah penjelasan mengenai kapan sebaiknya fidyah dibayarkan, sebagai berikut:
1. Sebelum Ramadan
Fidyah dapat dibayarkan sebelum bulan Ramadan jika seseorang sudah mengetahui bahwa mereka tidak akan mampu berpuasa.
Ini memberikan kesempatan untuk menyiapkan makanan bagi orang-orang yang membutuhkan.
2. Saat Ramadan
Fidyah juga dapat dibayarkan selama bulan Ramadan, terutama jika seseorang tidak dapat berpuasa pada hari-hari tertentu.
Dalam hal ini, fidyah dapat dibayarkan setiap kali puasa yang ditinggalkan.
3. Setelah Ramadan
Jika fidyah belum dibayarkan selama bulan Ramadan, maka sebaiknya segera dibayarkan setelah bulan Ramadan berakhir.
Ini penting untuk memastikan bahwa kewajiban tersebut dipenuhi.
Sumber hukum mengenai fidyah dan waktu pembayarannya tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Quran, tetapi dapat ditemukan dalam beberapa hadits dan pendapat ulama, salah satu hadits yang relevan adalah:
Hadits dari Ibn Abbas: “Fidyah adalah memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam konteks ini, para ulama sepakat bahwa fidyah sebaiknya dibayarkan secepat mungkin setelah mengetahui bahwa puasa tidak dapat dilaksanakan, baik sebelum, selama, atau setelah Ramadan, agar dapat membantu mereka yang membutuhkan dengan segera.
Membayar fidyah sebaiknya dilakukan secepat mungkin, baik sebelum, selama, atau setelah Ramadan, sesuai dengan kemampuan dan situasi individu.
Penulis:
Aulia Anastasya Putri Permana
Editor:
M. Kausari Kaidani
02/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana

Info Rekening Zakat
Mari tunaikan zakat Anda dengan mentransfer ke rekening zakat.
BAZNAS
Info Rekening Zakat