Berita Terbaru
Apakah Fidyah Boleh Diberikan kepada Non-Muslim?
Apakah Fidyah Boleh Diberikan kepada Non-Muslim?
Fidyah adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh seorang Muslim yang tidak mampu berpuasa di bulan Ramadan karena alasan tertentu, seperti sakit yang tidak ada harapan sembuh atau usia lanjut. Fidyah biasanya diberikan dalam bentuk makanan kepada fakir miskin sebagai ganti dari puasa yang ditinggalkan.
Namun, muncul pertanyaan, apakah fidyah boleh diberikan kepada non-Muslim? Dalam Islam, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hal ini. Mayoritas ulama berpendapat bahwa fidyah hanya boleh diberikan kepada fakir miskin yang beragama Islam. Pendapat ini didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis yang menunjukkan bahwa kewajiban fidyah adalah bagian dari syariat Islam yang khusus bagi umat Muslim.
Dalil yang sering digunakan adalah firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 184: "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin." Dalam penafsiran ayat ini, banyak ulama menegaskan bahwa fidyah harus diberikan kepada fakir miskin Muslim karena ibadah ini merupakan bagian dari pengganti puasa Ramadan.
Di sisi lain, ada sebagian ulama yang lebih fleksibel dalam hal ini dan membolehkan fidyah diberikan kepada non-Muslim yang benar-benar miskin, dengan alasan kemanusiaan dan prinsip berbagi rezeki. Mereka berpendapat bahwa Islam mengajarkan kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama, terlepas dari perbedaan agama.
Kesimpulannya, dalam mayoritas pandangan ulama, fidyah sebaiknya diberikan kepada fakir miskin Muslim. Namun, jika dalam situasi tertentu lebih bermanfaat untuk diberikan kepada non-Muslim yang membutuhkan, maka ada pendapat yang membolehkannya atas dasar kemanusiaan. Sebaiknya, dalam menunaikan fidyah, umat Muslim tetap berpedoman pada fatwa ulama setempat agar lebih sesuai dengan aturan syariat yang berlaku.
Penulis:
Hubaib Ash Shidqi
Editor:Hubaib Ash Shidqi
23/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI
Fidyah dan Dampaknya Terhadap Lingkungan Sosial di Bulan Suci
Bulan Ramadan tidak hanya menjadi momentum peningkatan ibadah individu, tetapi juga momen mempererat solidaritas sosial. Dalam konteks ini, fidyah memainkan peran penting sebagai mekanisme distribusi kesejahteraan yang berorientasi pada kepentingan kaum dhuafa. Pembayaran fidyah yang dilakukan secara benar dan tepat sasaran dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan sosial, terutama dalam membantu mereka yang berada dalam kondisi ekonomi sulit. Dalam banyak kasus, fidyah yang diberikan kepada fakir miskin dapat meringankan beban mereka, khususnya dalam memenuhi kebutuhan pangan selama Ramadan.
Di sisi lain, fidyah juga menjadi bentuk nyata dari nilai kepedulian yang diajarkan dalam Islam. Allah berfirman dalam Al-Qur'an, "Dan mereka memberikan makanan yang mereka sukai kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan" (QS. Al-Insan: 8). Ayat ini mengajarkan bahwa memberi makanan kepada mereka yang membutuhkan merupakan bagian dari ibadah yang bernilai tinggi di sisi Allah. Dengan membayar fidyah, seorang Muslim secara tidak langsung berperan dalam membangun rasa kebersamaan di tengah masyarakat. Ini juga mendorong terciptanya lingkungan yang lebih harmonis dan saling mendukung, terutama di saat-saat yang penuh berkah seperti bulan Ramadan.
Selain itu, fidyah juga dapat menjadi solusi dalam mengurangi angka kelaparan dan malnutrisi di kalangan kelompok rentan. Dalam beberapa wilayah, masyarakat yang menerima fidyah sering kali menghadapi keterbatasan akses terhadap makanan yang layak. Oleh karena itu, distribusi fidyah yang efektif dapat membantu meningkatkan kualitas hidup mereka.
Penulis:Putri Khodijah
Editor:M. Kausari Kaidani
22/03/2025 | Putri Khodijah
Menyikapi Fidyah dalam Perspektif Ekonomi Keluarga Selama Ramadhan
Dalam setiap rumah tangga Muslim, pengelolaan keuangan selama bulan Ramadan menjadi salah satu aspek yang perlu diperhatikan dengan seksama. Salah satu pengeluaran yang mungkin tidak dialami setiap individu tetapi tetap perlu mendapat perhatian adalah fidyah. Dalam konteks ekonomi keluarga, pembayaran fidyah bisa menjadi bagian dari perencanaan keuangan yang bijaksana agar tidak mengganggu kebutuhan pokok lainnya. Hal ini penting mengingat fidyah bukanlah sekadar sumbangan sukarela, tetapi merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh individu yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa.
Perencanaan yang matang dalam membayar fidyah dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi kesejahteraan keluarga sekaligus bagi masyarakat yang menerima fidyah tersebut. Alih-alih melihat fidyah sebagai beban finansial, lebih baik menganggapnya sebagai investasi spiritual yang akan berbuah keberkahan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sedekah tidak akan mengurangi harta" (HR. Muslim). Dengan memprioritaskan pembayaran fidyah dalam anggaran Ramadan, keluarga Muslim dapat menjaga keseimbangan antara memenuhi kebutuhan pribadi dan berbagi dengan sesama. Selain itu, membayar fidyah juga menjadi sarana pembelajaran bagi anggota keluarga, terutama anak-anak, dalam memahami pentingnya tanggung jawab sosial serta nilai-nilai keikhlasan dalam berbagi.
Penulis:Putri Khodijah
Editor:M. Kausari Kaidani
22/03/2025 | Putri Khodijah
Fidyah Sebagai Bentuk Syukur atas Nikmat yang Diterima
Fidyah merupakan salah satu ketentuan dalam syariat Islam yang menunjukkan kasih sayang dan keadilan Allah terhadap hamba-Nya. Ia menjadi solusi bagi mereka yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa karena uzur syar'i yang bersifat tetap, seperti orang lanjut usia atau mereka yang sakit kronis. Namun, lebih dari sekadar kewajiban, fidyah juga dapat dimaknai sebagai bentuk ungkapan syukur atas nikmat yang diterima.
Setiap manusia dianugerahi berbagai kenikmatan yang tak terhitung jumlahnya, baik dalam bentuk kesehatan, rezeki, maupun kebahagiaan. Maka, membayar fidyah bukan sekadar menggugurkan tanggung jawab, tetapi juga menjadi wujud kesadaran bahwa setiap rezeki yang dimiliki sejatinya mengandung hak orang lain, terutama mereka yang membutuhkan.
Dalam Islam, syukur tidak hanya diekspresikan dalam bentuk ucapan, tetapi juga dalam tindakan nyata. Salah satunya adalah berbagi dengan mereka yang kurang beruntung. Fidyah yang diberikan dalam bentuk makanan kepada fakir miskin adalah bagian dari ibadah sosial yang mampu menguatkan nilai solidaritas di tengah masyarakat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Orang yang memberi makan orang miskin di bulan Ramadan, baginya pahala seperti orang yang berpuasa, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut" (HR. Tirmidzi). Dengan membayar fidyah, seorang Muslim tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga memperoleh keberkahan dalam hidupnya. Sebab, semakin banyak seseorang bersyukur melalui amal kebaikan, semakin Allah tambahkan nikmat dalam kehidupannya.
22/03/2025 | Putri Khodijah
Bagaimana Meraih Lailatul Qadar bagi Wanita Haid, Nifas, Musafir, dan Kondisi Uzur
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
Lailatul Qadar adalah malam yang penuh berkah dan kemuliaan, yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Malam ini dijanjikan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagai waktu turunnya keberkahan, ampunan, dan rahmat-Nya. Meraih lailatul qadar adalah harapan setiap muslim, terutama di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.
Namun, ada kondisi tertentu yang membuat seseorang tidak dapat menjalankan ibadah sebagaimana biasanya, seperti wanita yang sedang haid atau nifas, orang yang sedang bepergian (musafir), atau mereka yang memiliki udzur syar’i lainnya seperti sakit. Meski begitu, mereka tetap bisa meraih keutamaan Lailatul Qadar dengan berbagai amalan yang dianjurkan.
Memahami Hakikat Lailatul Qadar
Lailatul Qadar adalah malam istimewa yang disebutkan dalam Al-Qur’an surah Al-Qadr:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadr: 1-3).
Malam ini adalah waktu turunnya rahmat dan ampunan Allah, serta kesempatan untuk memperoleh pahala dan mendekatkan diri kepada-Nya. Meskipun ibadah fisik seperti shalat dan membaca mushaf Al-Qur’an terbatas bagi wanita haid, nifas, atau musafir, mereka tetap dapat meraih keutamaan Lailatul Qadar melalui amalan-amalan lainnya.
Amalan yang Dapat Dilakukan oleh Wanita Haid dan Nifas
Wanita yang sedang haid atau nifas tidak diperbolehkan melakukan ibadah yang mensyaratkan suci dari hadats besar, seperti shalat, puasa, atau menyentuh mushaf Al-Qur’an. Namun, mereka masih bisa melakukan amalan lain yang bernilai pahala dan mendekatkan diri kepada Allah. Berikut beberapa amalan yang dapat dilakukan:
Berdzikir dan Berdoa
Berdzikir adalah amalan yang ringan namun memiliki nilai pahala yang besar. Wanita haid dan nifas dapat memperbanyak dzikir, seperti membaca tasbih (Subhanallah), tahmid (Alhamdulillah), takbir (Allahu Akbar), dan istighfar (Astaghfirullah). Selain itu, mereka juga dapat memanjatkan doa-doa khusus, terutama doa memohon ampunan, rahmat, dan keselamatan dunia akhirat. Salah satu doa yang dianjurkan Rasulullah SAW: “Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni.”
Mendengarkan dan Mentadaburi Al-Qur’an
Meskipun tidak boleh menyentuh mushaf, wanita haid dan nifas tetap dapat mendengarkan bacaan Al-Qur’an dari orang lain atau melalui rekaman. Mendengarkan Al-Qur’an dengan khusyuk dan mentadaburi maknanya adalah amalan yang sangat dianjurkan, terutama di malam-malam terakhir Ramadhan.
Bersedekah
Bersedekah adalah amalan yang tidak terbatas oleh kondisi fisik. Wanita haid dan nifas dapat memperbanyak sedekah, baik dalam bentuk harta, makanan, atau bantuan kepada orang lain. Sedekah di bulan Ramadhan, terutama di sepuluh malam terakhir, memiliki keutamaan yang sangat besar.
Memperbanyak Istighfar dan Memohon Ampunan
Lailatul Qadar adalah malam pengampunan dosa. Wanita haid dan nifas dapat memanfaatkan malam ini dengan memperbanyak istighfar dan memohon ampunan kepada Allah. Meskipun tidak bisa melaksanakan shalat, mereka tetap bisa mengharapkan ampunan dengan memperbanyak istighfar dan taubat.
Amalan untuk Musafir dan yang Ber-uzur Syar’i
Musafir atau orang yang memiliki udzur syar’i (seperti sakit) juga memiliki kesempatan untuk meraih Lailatul Qadar. Berikut beberapa amalan yang dapat dilakukan:
Tetap Berusaha Ibadah Sesuai Kemampuan
Musafir dan orang yang sakit tetap dianjurkan untuk beribadah sesuai kemampuannya. Misalnya, jika tidak bisa shalat berdiri, mereka bisa shalat sambil duduk atau berbaring. Jika tidak bisa berpuasa, mereka bisa menggantinya di hari lain atau membayar fidyah.
Memperbanyak Doa dan Dzikir
Seperti halnya wanita haid dan nifas, musafir dan orang yang berudzur juga dapat memperbanyak dzikir dan doa. Doa adalah senjata utama seorang muslim, terutama di malam-malam yang penuh berkah seperti Lailatul Qadar.
Menjaga Niat dan Keikhlasan
Niat yang ikhlas untuk meraih Lailatul Qadar adalah kunci utama. Meskipun secara fisik terbatas, niat yang tulus dan usaha untuk tetap beribadah akan dihargai oleh Allah SWT.
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
Tips Menghidupkan Sepuluh Malam Terakhir Ramadhan
Berikut beberapa tips yang dapat dilakukan oleh semua orang, termasuk mereka yang berudzur syar’i, untuk menghidupkan sepuluh malam terakhir Ramadhan:
Membiasakan dengan niat dan menjaga kontinuitas amalan
Menjaga niat dan amalan dalam rutinitas ini memiliki manfaat di antaranya Allah tetap mencatat kebaikan dari amalan yang telah kita jaga meski qadarallah ada kondisi yang menghalangi kita melakukan amalan tersebut. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW:
Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika seorang hamba sakit atau melakukan safar (perjalanan jauh), maka dicatat baginya pahala sebagaimana kebiasaan dia ketika mukim dan ketika sehat.” (HR. Bukhari, no. 2996)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seorang hamba jika ia berada pada jalan yang baik dalam ibadah, kemudian ia sakit, maka dikatakan pada malaikat yang bertugas mencatat amalan, “Tulislah padanya semisal yang ia amalkan rutin jika ia tidak terikat sampai Aku melepasnya atau sampai Aku mencabut nyawanya.” (HR. Ahmad, 2: 203. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa hadits ini shahih, sedangkan sanad hadits ini hasan)
I’tikaf Secara Maknawi
Meskipun ada kondisi yang menghalangi beri’tikaf di masjid, ada cara untuk memperoleh keutamaan i’tikaf yaitu menyepi di rumah atau di mihrab (tempat yang dikhususkan untuk beribadah) dengan memperbanyak dzikir, amal ibadah, dan menjauhi hal-hal yang tidak bermanfaat.
Menjaga Kualitas Ibadah
Meskipun jumlah ibadah terbatas, kualitas ibadah harus dijaga. Lakukan setiap amalan dengan khusyuk dan penuh penghayatan.
Memperbanyak Doa Khusus Lailatul Qadar
Rasulullah SAW mengajarkan doa khusus untuk Lailatul Qadar: “Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni”. (Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan menyukai permintaan maaf, maka maafkanlah aku).
Kesimpulan
Lailatul Qadar adalah malam yang penuh kemuliaan dan kesempatan emas untuk meraih pahala dan ampunan Allah. Meskipun wanita haid, nifas, musafir, dan yang berudzur syar’i memiliki keterbatasan dalam beribadah, mereka tetap bisa meraih keutamaan Lailatul Qadar melalui amalan-amalan yang diperbolehkan. Kuncinya adalah niat yang ikhlas, kesungguhan disertai usaha maksimal, dan keyakinan bahwa Allah SWT Maha Mengetahui dan Maha Mensyukuri setiap amal ibadah yang kita lakukan.
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Nur Isnaini Masyithoh
22/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh
Dampak Invasi Darat Israel di Rafah bagi Penduduk Sipil Gaza
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
Pada 21 Maret 2025, situasi di Gaza semakin memanas setelah Israel melancarkan invasi darat besar-besaran di kota Rafah, yang terletak di perbatasan selatan Gaza dengan Mesir. Invasi ini merupakan eskalasi terbaru dalam konflik yang telah berlangsung selama beberapa dekade, dan menimbulkan kekhawatiran serius tentang keselamatan penduduk sipil serta dampak kemanusiaan yang lebih luas. Rafah, yang sebelumnya menjadi tempat berlindung bagi ribuan pengungsi, kini menjadi pusat pertempuran sengit antara pasukan Israel dan kelompok bersenjata Palestina.
Latar Belakang Invasi Israel di Rafah
Rafah telah menjadi salah satu titik kritis dalam konflik Israel-Gaza. Kota ini merupakan pintu masuk utama bagi bantuan kemanusiaan melalui perbatasan dengan Mesir, serta menjadi tempat tinggal bagi ribuan pengungsi yang melarikan diri dari serangan-serangan sebelumnya di utara Gaza. Namun, dalam beberapa bulan terakhir, Israel menuduh Rafah sebagai basis operasi utama kelompok bersenjata Palestina, termasuk Hamas, yang dianggap sebagai ancaman keamanan.
Pada awal Maret 2025, Israel mengumumkan rencana untuk memperluas operasi militernya ke Rafah, dengan alasan menghancurkan infrastruktur militer Hamas dan menghentikan serangan roket yang diluncurkan dari wilayah tersebut. Invasi darat dimulai pada 20 Maret 2025, dengan pasukan Israel memasuki Rafah dari beberapa arah, didukung oleh serangan udara dan artileri.
Dampak pada Penduduk Sipil
Invasi darat Israel di Rafah telah menimbulkan dampak yang menghancurkan bagi penduduk sipil. Menurut laporan awal dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setidaknya 200 warga sipil tewas dan lebih dari 1.000 lainnya terluka dalam 24 jam pertama invasi. Banyak korban adalah anak-anak, wanita, dan orang tua yang tidak mampu melarikan diri dari zona konflik.
Rafah, yang sebelumnya menjadi tempat berlindung bagi lebih dari 500.000 pengungsi, kini menjadi zona perang. Ribuan keluarga terpaksa mengungsi untuk kedua atau ketiga kalinya, mencari perlindungan di sekolah-sekolah, masjid, dan bangunan publik lainnya. Namun, dengan infrastruktur yang sudah hancur akibat konflik sebelumnya, fasilitas-fasilitas ini tidak mampu menampung jumlah pengungsi yang terus bertambah.
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
Krisis Kemanusiaan yang Semakin Parah
Invasi Israel di Rafah memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah parah di Gaza. Pasokan makanan, air bersih, dan obat-obatan semakin menipis, sementara akses bantuan kemanusiaan terhambat oleh pertempuran yang terus berlangsung. PBB melaporkan bahwa lebih dari 80% penduduk Gaza kini bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup.
Rumah sakit di Rafah dan sekitarnya kewalahan menangani korban luka. Menurut Médecins Sans Frontières (MSF), banyak rumah sakit kehabisan stok obat-obatan esensial dan bahan bakar untuk generator, yang mengancam operasi medis yang menyelamatkan nyawa. Selain itu, serangan udara Israel telah menghancurkan beberapa fasilitas kesehatan, termasuk klinik dan ambulans.
Reaksi Internasional
Invasi Israel di Rafah telah memicu kecaman keras dari komunitas internasional. Sekretaris Jenderal PBB menyatakan keprihatinan mendalam atas eskalasi kekerasan dan menyerukan gencatan senjata segera. Uni Eropa juga mengeluarkan pernyataan yang menuntut Israel untuk menghormati hukum humaniter internasional dan melindungi warga sipil.
Namun, Israel membela tindakannya dengan alasan keamanan nasional. Perdana Menteri Israel menyatakan bahwa operasi militer di Rafah diperlukan untuk menghancurkan kemampuan militer Hamas dan menghentikan serangan roket yang mengancam warga Israel.
Masa Depan yang Tidak Pasti
Dengan invasi darat yang masih berlangsung, masa depan Gaza semakin tidak pasti. Penduduk sipil terjebak di tengah pertempuran, sementara bantuan kemanusiaan sulit diakses. Banyak ahli memperingatkan bahwa invasi ini dapat memicu gelombang pengungsian besar-besaran ke Mesir, yang dapat memperburuk ketegangan regional.
Di tengah situasi yang semakin kacau, seruan untuk perdamaian dan solusi politik yang berkelanjutan semakin mendesak. Tanpa upaya serius untuk mengakhiri siklus kekerasan, Gaza akan terus menjadi wilayah yang dilanda penderitaan dan kehancuran.
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Nur Isnaini Masyithoh
22/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh
Tadabbur Surah Al-Buruj dan Relevansinya dengan Palestina
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
Surah Al-Buruj adalah surah ke-85 dalam Al-Qur'an yang terdiri dari 22 ayat. Surah ini berisi kisah tentang orang-orang beriman yang menghadapi ujian berat karena mempertahankan keimanan mereka. Kisah tersebut sangat relevan dengan penderitaan rakyat Palestina saat ini, yang menghadapi penindasan dan kezaliman.
Tadabbur Surah Al-Buruj
Sumpah Allah atas Langit dan Gugusan Bintang (Ayat 1-3)
Allah SWT berfirman:
"Demi langit yang mempunyai gugusan bintang, demi hari yang dijanjikan, demi yang menyaksikan dan yang disaksikan." (QS. Al-Buruj: 1-3)
Ayat ini menegaskan bahwa Allah bersumpah dengan langit yang memiliki bintang-bintang, hari kiamat yang dijanjikan, serta segala peristiwa yang disaksikan dan menjadi saksi. Ini menandakan bahwa apa yang akan disebutkan dalam ayat-ayat berikutnya adalah sesuatu yang sangat penting dan harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh.
Kisah Ashhabul Ukhdud (Ayat 4-10)
"Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit (yang berapi), yang mempunyai kayu bakar (yang banyak), ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman." (QS. Al-Buruj: 4-7)
Ashhabul Ukhdud adalah sekelompok penguasa zalim yang membakar orang-orang beriman hidup-hidup hanya karena mereka beriman kepada Allah SWT. Mereka melakukan kejahatan ini dengan kesadaran penuh dan tanpa belas kasihan. Kisah ini memberikan pesan bahwa orang-orang yang beriman akan selalu menghadapi ujian dan penindasan.
Janji Allah bagi Orang Beriman (Ayat 11-14)
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; itulah keberuntungan yang besar." (QS. Al-Buruj: 11)
Allah SWT memberikan kepastian bahwa meskipun orang beriman mengalami penderitaan di dunia, balasan mereka di akhirat adalah surga yang kekal. Ini menjadi sumber ketenangan bagi mereka yang sedang menghadapi cobaan.
Relevansi dengan Palestina Saat Ini
Penindasan terhadap Orang-orang Beriman
Kisah Ashhabul Ukhdud memiliki kemiripan dengan apa yang terjadi di Palestina. Penduduk Palestina menghadapi kekejaman, pembunuhan massal, dan pengusiran dari tanah mereka. Penjajahan dan blokade yang mereka alami mencerminkan kezaliman yang dilakukan penguasa terhadap orang-orang beriman.
Bahkan, dalam beberapa kasus, serangan udara dan blokade menyebabkan penderitaan yang tak terbayangkan bagi rakyat Palestina, termasuk anak-anak dan wanita yang tidak berdosa. Seperti dalam kisah Ashhabul Ukhdud, para penjajah juga menyaksikan penderitaan rakyat Palestina dengan keangkuhan dan tanpa rasa belas kasihan.
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
Kesabaran dan Keteguhan Iman
Orang-orang Palestina tetap teguh dalam perjuangan mereka meskipun menghadapi tekanan luar biasa. Sama seperti Ashhabul Ukhdud yang tetap beriman meskipun disiksa, rakyat Palestina juga mempertahankan hak mereka dengan penuh keberanian.
Kesabaran mereka adalah bukti bahwa ketidakadilan tidak akan bertahan selamanya. Allah telah menjanjikan balasan bagi mereka yang bertahan di jalan-Nya, baik di dunia maupun di akhirat.
Kemenangan Orang-orang yang Terzalimi
Seperti yang dijanjikan dalam Surah Al-Buruj, Allah akan menolong hamba-Nya yang sabar dan tetap berpegang teguh pada keimanan. Meskipun kezaliman tampak kuat, ia tidak akan bertahan selamanya. Sejarah telah menunjukkan bahwa kekuatan zalim akan runtuh pada akhirnya, dan kemenangan akan diberikan kepada mereka yang bersabar dan berjuang di jalan Allah.
Hikmah dari Surah Al-Buruj
l Ujian adalah Sunnatullah
Setiap orang beriman akan diuji, sebagaimanaumat terdahulu mengalami ujian berat karena mempertahankan keimanannya.
l Kesabaran dalam menghadapi kezaliman
Kesabaran dan keteguhan iman akan membawa kemenangan, baik di dunia maupun di akhirat.
l Allah tidak lalai terhadap kezaliman
Meskipun kezaliman tampak kuat, Allah Maha Melihat dan akan membalas setiap ketidakadilan di waktu yang tepat.
l Kemenangan adalah milik orang-orang beriman
Allah telah menjanjikan surga bagi mereka yang tetap teguh dalam keimanan dan beramal saleh.
Kesimpulan
Surah Al-Buruj memberikan pelajaran yang sangat relevan dengan kondisi Palestina saat ini. Kisah Ashhabul Ukhdud mengajarkan bahwa kezaliman terhadap orang-orang beriman telah terjadi sejak dahulu, tetapi Allah tidak akan membiarkan ketidakadilan berlangsung selamanya.
Situasi di Palestina menunjukkan bahwa perjuangan rakyat yang tertindas membutuhkan kesabaran, keteguhan iman, dan keyakinan akan janji Allah. Semoga Allah memberikan kemenangan bagi mereka yang terzalimi dan menjatuhkan hukuman bagi para penindas. Aamiin.
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Nur Isnaini Masyithoh
22/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh
Bagaimana Strategi Umat Islam Menghadapi Genosida di Palestina
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
Genosida di Palestina adalah salah satu tragedi kemanusiaan terbesar abad ini. Rakyat Palestina telah mengalami penderitaan yang luar biasa selama puluhan tahun akibat penjajahan, pendudukan, dan kebijakan apartheid yang diterapkan oleh Israel. Umat Islam di seluruh dunia tidak bisa tinggal diam melihat saudara-saudara mereka di Palestina terus menerus menjadi korban ketidakadilan.
Memahami Genosida di Palestina
Genosida di Palestina bukanlah sebuah istilah yang berlebihan. Menurut Konvensi Genosida PBB tahun 1948, genosida didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan, seluruhnya atau sebagian, suatu kelompok nasional, etnis, ras, atau agama. Tindakan Israel terhadap rakyat Palestina, seperti pembunuhan massal, pengusiran paksa, penghancuran rumah dan infrastruktur, serta pembatasan akses terhadap sumber daya dasar seperti air dan makanan, memenuhi kriteria genosida.
Sejak tahun 1948, lebih dari 700.000 warga Palestina diusir dari tanah mereka dalam peristiwa yang dikenal sebagai Nakba (bencana). Hingga hari ini, jutaan pengungsi Palestina hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan di kamp-kamp pengungsian. Di Tepi Barat dan Gaza, rakyat Palestina hidup di bawah pendudukan militer Israel yang represif. Gaza, khususnya, telah menjadi "penjara terbesar di dunia" akibat blokade yang telah berlangsung lebih dari satu dekade.
Strategi Umat Islam Menghadapi Genosida di Palestina
Meningkatkan Kesadaran dan Edukasi
Langkah pertama dalam menghadapi genosida di Palestina adalah meningkatkan kesadaran umat Islam tentang situasi yang sebenarnya terjadi. Banyak umat Islam yang belum sepenuhnya memahami sejarah dan akar masalah konflik Palestina-Israel. Oleh karena itu, penting untuk menyebarkan informasi yang akurat dan kredibel tentang penderitaan rakyat Palestina.
Menggunakan Media Sosial
Media sosial adalah alat yang sangat efektif untuk menyebarkan informasi. Umat Islam dapat menggunakan platform seperti Twitter, Instagram, dan Facebook untuk membagikan berita, video, dan artikel tentang Palestina.
Mengadakan Seminar dan Diskusi
Masjid, sekolah, dan universitas dapat menjadi tempat untuk mengadakan seminar dan diskusi tentang Palestina. Ini akan membantu meningkatkan pemahaman dan kesadaran umat Islam tentang pentingnya mendukung perjuangan rakyat Palestina.
Menerbitkan Buku dan Artikel
Para ulama, cendekiawan, dan penulis dapat menerbitkan buku dan artikel yang membahas sejarah, hukum internasional, dan solusi untuk konflik Palestina-Israel.
Solidaritas Global
Solidaritas global adalah kunci untuk menghentikan genosida di Palestina. Umat Islam di seluruh dunia harus bersatu dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina.
Bentuk Koalisi Internasional
Umat Islam dapat membentuk koalisi internasional dengan organisasi-organisasi hak asasi manusia, gereja, dan kelompok-kelompok lain yang peduli terhadap keadilan. Koalisi ini dapat melakukan tekanan politik dan ekonomi terhadap Israel.
Kampanye Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS)
Kampanye BDS adalah gerakan global yang bertujuan untuk memboikot produk-produk Israel, menarik investasi dari perusahaan yang mendukung pendudukan Israel, dan menerapkan sanksi terhadap Israel. Umat Islam dapat mendukung kampanye ini dengan tidak membeli produk Israel dan mendorong pemerintah mereka untuk menerapkan sanksi.
Demonstrasi dan Aksi Damai
Demonstrasi dan aksi damai adalah cara efektif untuk menunjukkan solidaritas dan menarik perhatian media internasional. Umat Islam dapat mengadakan aksi damai di depan kedutaan besar Israel dan PBB.
Dukungan Politik dan Diplomasi
Umat Islam harus menggunakan pengaruh politik dan diplomasi untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina.
Mendorong Pemerintah untuk Mengambil Sikap
Umat Islam dapat mendorong pemerintah mereka untuk mengambil sikap tegas terhadap Israel. Ini termasuk mengutuk pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Israel, mendukung resolusi PBB yang mengutuk Israel, dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Palestina.
Menggunakan Forum Internasional
Umat Islam dapat menggunakan forum internasional seperti PBB, Organisasi Kerjasama Islam (OKI), dan Uni Eropa untuk mengadvokasi hak-hak rakyat Palestina. Ini termasuk mendorong pengakuan internasional terhadap negara Palestina dan menuntut pertanggungjawaban Israel atas pelanggaran hukum internasional.
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
Bantuan Kemanusiaan
Rakyat Palestina membutuhkan bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup di tengah penjajahan dan blokade. Umat Islam dapat memberikan bantuan kemanusiaan melalui berbagai cara.
Donasi
Umat Islam dapat memberikan donasi kepada organisasi-organisasi kemanusiaan yang bekerja di Palestina, seperti Palang Merah Internasional, UNRWA, Baznas Kota Yogyakarta, dan sebagainya.
Pengiriman Bantuan Medis
Umat Islam dapat mengirimkan bantuan medis, seperti obat-obatan, peralatan medis, dan tenaga medis, ke Palestina. Ini sangat penting mengingat kondisi kesehatan yang buruk di Gaza dan Tepi Barat.
Pembangunan Infrastruktur
Umat Islam dapat membantu membangun kembali infrastruktur yang hancur akibat serangan Israel, seperti rumah, sekolah, dan rumah sakit.
Perjuangan Hukum dan Advokasi
Umat Islam dapat menggunakan jalur hukum dan advokasi untuk menuntut keadilan bagi rakyat Palestina.
Mengajukan Kasus ke Mahkamah Internasional
Umat Islam dapat mendorong pemerintah dan organisasi internasional untuk mengajukan kasus pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Israel ke Mahkamah Internasional.
Advokasi di Tingkat Nasional
Umat Islam dapat melakukan advokasi di tingkat nasional untuk mendorong pemerintah mereka mengakui negara Palestina dan menuntut pertanggungjawaban Israel.
Epilog
Genosida di Palestina adalah tanggung jawab bersama umat Islam di seluruh dunia. Kita tidak bisa tinggal diam melihat saudara-saudara kita di Palestina menderita. Dengan meningkatkan kesadaran, membangun solidaritas global, melakukan tekanan politik dan ekonomi, memberikan bantuan kemanusiaan, dan menggunakan jalur hukum, umat Islam dapat berkontribusi dalam menghentikan genosida di Palestina. Semoga Allah SWT memberikan kekuatan dan petunjuk kepada kita semua dalam perjuangan ini.
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Nur Isnaini Masyithoh
22/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh
Hikmah dan Tata Cara I’tikaf di Bulan Ramadhan
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
I’tikaf adalah salah satu ibadah sunnah yang dianjurkan, terutama di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Ibadah ini dilakukan dengan cara berdiam diri di masjid dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT, memperbanyak ibadah, dan menghindari kesibukan duniawi.
I’tikaf memiliki keutamaan besar karena merupakan amalan yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW. Beliau tidak pernah meninggalkannya, terutama di bulan Ramadhan. Dalam hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
"Rasulullah SAW melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkannya. Kemudian istri-istrinya melakukan i’tikaf setelah beliau wafat." (HR. Al-Bukhari No. 2026 dan Muslim No. 1172)
Tata Cara I’tikaf Sesuai Sunnah
1. Niat I’tikaf
Seperti ibadah lainnya, i’tikaf harus diawali dengan niat yang ikhlas hanya untuk Allah SWT. Niat ini tidak perlu diucapkan secara lisan, tetapi cukup di dalam hati.
Nabi SAW bersabda:"Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya." (HR. Al-Bukhari No. 1 dan Muslim No. 1907)
2. Berdiam Diri di Masjid
I’tikaf harus dilakukan di masjid, sebagaimana firman Allah SWT:
"Janganlah kamu mencampuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid." (QS. Al-Baqarah: 187)
Para ulama sepakat bahwa i’tikaf harus dilakukan di masjid, terutama masjid yang digunakan untuk shalat berjamaah agar pelaksanaan shalat fardhu tetap terjaga.
3. Memperbanyak Ibadah
Saat i’tikaf, seseorang dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, seperti:
· Membaca Al-Qur’an
· Shalat sunnah
· Berzikir dan beristighfar
· Berdoa, terutama di malam Lailatul Qadar
· Merenungi makna kehidupan dan mendekatkan diri kepada Allah
4. Menghindari Perbuatan yang Tidak Perlu
Orang yang beri’tikaf harus menjauhi perbuatan yang bisa mengurangi pahala i’tikaf, seperti:
· Berbicara sia-sia atau gosip
· Menghabiskan waktu dengan hal duniawi yang tidak bermanfaat
· Meninggalkan masjid tanpa alasan yang diperbolehkan
5. Tidak Keluar dari Masjid Kecuali untuk Keperluan Darurat
Selama i’tikaf, seseorang tidak boleh keluar dari masjid kecuali untuk keperluan yang diperbolehkan, seperti:
· Buang hajat
· Mandi atau berwudhu
· Makan jika tidak ada makanan di dalam masjid
Jika seseorang keluar dari masjid tanpa alasan yang dibolehkan, maka i’tikafnya batal.
6. Waktu Pelaksanaan I’tikaf
I’tikaf dapat dilakukan kapan saja, tetapi yang paling utama adalah di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Rasulullah SAW senantiasa beri’tikaf pada waktu tersebut dengan harapan mendapatkan malam Lailatul Qadar.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:"Rasulullah SAW melakukan i’tikaf pada setiap Ramadhan selama sepuluh hari. Pada tahun wafatnya, beliau melakukan i’tikaf selama dua puluh hari." (HR. Al-Bukhari No. 2040)
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
Hikmah I’tikaf
1. Menjauhkan Diri dari Kesibukan Duniawi
I’tikaf memberikan kesempatan bagi seorang muslim untuk menjauhkan diri dari hiruk-pikuk dunia dan fokus hanya kepada Allah SWT. Ini adalah waktu terbaik untuk refleksi diri dan meningkatkan kualitas ibadah.
2. Meningkatkan Kualitas Ibadah
Dalam i’tikaf, seseorang memiliki lebih banyak waktu untuk membaca Al-Qur’an, berzikir, dan shalat malam. Ini membantu meningkatkan kualitas ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
3. Mempersiapkan Diri untuk Malam Lailatul Qadar
I’tikaf di sepuluh malam terakhir Ramadhan memungkinkan seseorang untuk lebih fokus dalam mencari Lailatul Qadar. Malam ini lebih baik daripada seribu bulan, sehingga sangat dianjurkan untuk mengisinya dengan ibadah.
Allah SWT berfirman:"Malam Lailatul Qadar lebih baik dari seribu bulan." (QS. Al-Qadr: 3)
4. Melatih Kesabaran dan Kesungguhan dalam Beribadah
I’tikaf membutuhkan kesabaran dan komitmen. Seseorang harus menahan diri dari gangguan duniawi dan berusaha memaksimalkan ibadahnya. Ini adalah latihan spiritual yang sangat berharga.
5. Meneladani Sunnah Rasulullah SAW
Melakukan i’tikaf berarti mengikuti jejak Rasulullah SAW yang senantiasa melaksanakannya setiap tahun. Ini adalah bukti cinta kita kepada Nabi dan keinginan untuk menjalankan sunnahnya.
6. Meningkatkan Hubungan dengan Allah SWT
I’tikaf adalah momen untuk memperbaiki hubungan dengan Allah. Dengan lebih banyak beribadah dan berdoa, seseorang akan merasakan ketenangan hati dan kedekatan yang lebih dalam dengan-Nya.
I’tikaf adalah ibadah sunnah yang sangat dianjurkan, terutama di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Dengan niat yang ikhlas dan tata cara yang benar, seseorang dapat memperoleh banyak manfaat seperti meningkatkan kualitas ibadah, menjauhkan diri dari duniawi, dan meraih malam Lailatul Qadar.
Hikmah dari i’tikaf sangatlah besar, di antaranya adalah memperkuat hubungan dengan Allah, melatih kesabaran, dan meneladani sunnah Rasulullah SAW. Semoga kita semua diberikan kesempatan untuk menjalankan i’tikaf dan Allah menerima amal ibadah kita. Aamiin.
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Nur Isnaini Masyithoh
22/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh
Pertempuran di Netzarim: Perebutan Koridor yang Membelah Gaza
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
Di tengah gejolak yang tak kunjung reda di Gaza, ada sebuah titik strategis bernama Koridor Netzarim yang kini menjadi pusat perhatian dunia. Pertempuran sengit di wilayah ini bukan hanya tentang perebutan tanah, tetapi juga tentang upaya mengubah peta kekuasaan dan memecah Jalur Gaza menjadi dua bagian yang terisolasi. Netzarim, yang terletak di tengah Gaza, menjadi saksi bisu dari pertempuran yang mengubah nasib ribuan warga Palestina dan menentukan masa depan konflik Israel-Palestina.
Netzarim: Titik Strategis yang Menentukan
Koridor Netzarim bukan sekadar garis di peta. Ia adalah jalur vital yang menghubungkan utara dan selatan Gaza. Bagi Israel, menguasai koridor ini berarti memiliki kendali penuh atas pergerakan orang dan barang di Gaza. Bagi Hamas dan kelompok perlawanan Palestina, mempertahankan Netzarim adalah upaya mempertahankan kedaulatan dan kesatuan wilayah mereka.
Sejak awal konflik, Israel telah menjadikan Netzarim sebagai target utama. Dengan menguasai koridor ini, Israel berharap dapat memecah Gaza menjadi dua bagian: utara dan selatan. Tujuannya untuk mempersulit koordinasi antara kelompok perlawanan di kedua wilayah dan membatasi kemampuan mereka untuk melancarkan serangan.
Pertempuran Sengit yang Tak Berujung
Pertempuran di Netzarim tidak terjadi dalam semalam. Ia adalah hasil dari serangkaian operasi militer yang intensif. Tank-tank Israel bergerak maju di bawah perlindungan serangan udara, sementara pasukan darat berusaha membersihkan wilayah dari perlawanan Hamas. Di sisi lain, kelompok perlawanan Palestina menggunakan taktik gerilya, memanfaatkan terowongan bawah tanah dan senjata rakitan untuk menghadang laju pasukan Israel.
Setiap jengkal tanah di Netzarim diperebutkan dengan darah dan air mata. Warga sipil terjebak di tengah pertempuran, terpaksa mengungsi atau bertahan di tengah reruntuhan. Rumah-rumah hancur, jalan-jalan berlubang, dan infrastruktur vital seperti listrik dan air terputus. Gaza, yang sudah lama menderita akibat blokade, kini terpecah menjadi dua bagian yang terisolasi.
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
Dampak Pemecahan Gaza
Pemecahan Gaza melalui penguasaan Koridor Netzarim memiliki dampak yang luas. Di utara, warga Gaza terisolasi dari akses ke selatan, di mana sebagian besar bantuan kemanusiaan dan fasilitas medis berada. Di selatan, warga kesulitan mengakses sumber daya dan dukungan dari utara. Kondisi ini memperparah krisis kemanusiaan yang sudah ada.
Bagi Israel, pemecahan Gaza adalah langkah strategis untuk melemahkan Hamas. Dengan memisahkan kekuatan mereka, Israel berharap dapat mengurangi ancaman serangan roket dan infiltrasi. Namun, bagi warga Palestina, ini adalah pukulan telak terhadap harapan mereka untuk hidup dalam kesatuan dan kemerdekaan.
Masa Depan yang Suram?
Pertempuran di Netzarim bukan hanya tentang tanah. Ia adalah tentang kekuasaan, ketahanan, dan harapan. Bagi Israel, ini adalah langkah menuju keamanan. Bagi Palestina, ini adalah ujian atas ketahanan mereka dalam menghadapi tekanan yang tak henti-hentinya.
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Nur Isnaini Masyithoh
22/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh
Mengenal Jenis-Jenis Fidyah dan Ketentuannya
Mengenal Jenis-Jenis Fidyah dan Ketentuannya
Dalam Islam, fidyah merupakan bentuk kompensasi yang diberikan oleh seorang Muslim yang tidak mampu melaksanakan ibadah puasa Ramadan karena alasan tertentu. Fidyah wajib dibayarkan sebagai ganti dari puasa yang ditinggalkan, sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Artikel ini akan membahas jenis-jenis fidyah dan ketentuannya agar dapat dipahami dengan baik.
Pengertian Fidyah
Fidyah adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh seseorang yang tidak dapat berpuasa karena alasan yang sah menurut Islam, seperti sakit yang tidak memungkinkan untuk sembuh atau lanjut usia. Pembayaran fidyah dilakukan dengan memberikan makanan kepada fakir miskin.
Jenis-Jenis Fidyah
Fidyah memiliki beberapa jenis yang disesuaikan dengan kondisi seseorang yang meninggalkan puasa. Berikut adalah beberapa jenis fidyah yang umum dikenal:
Fidyah untuk Orang Sakit Kronis Orang yang mengalami penyakit kronis dan tidak memiliki harapan sembuh diwajibkan membayar fidyah sebagai pengganti puasanya.
Fidyah untuk Orang Lanjut Usia Lansia yang tidak mampu berpuasa karena kelemahan fisik juga diwajibkan membayar fidyah sebagai bentuk tanggung jawab terhadap ibadah puasa.
Fidyah bagi Ibu Hamil dan Menyusui Wanita hamil atau menyusui yang khawatir terhadap kondisi diri sendiri atau bayinya diperbolehkan meninggalkan puasa dengan syarat membayar fidyah sesuai jumlah hari puasa yang ditinggalkan.
Fidyah untuk Orang yang Meninggal Dunia Jika seseorang meninggal dunia dan masih memiliki hutang puasa, ahli waris dapat membayarkan fidyah untuknya.
Ketentuan Pembayaran Fidyah
Fidyah harus dibayarkan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Islam. Berikut adalah beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan:
Jumlah dan Bentuk Fidyah Fidyah yang harus dibayarkan adalah memberi makan satu orang miskin per hari puasa yang ditinggalkan. Biasanya, jumlahnya setara dengan satu mud (sekitar 675 gram) makanan pokok, seperti beras atau gandum.
Cara Pembayaran Fidyah Fidyah dapat diberikan dalam bentuk makanan siap saji atau bahan mentah yang cukup untuk satu kali makan. Dalam beberapa kasus, fidyah juga dapat diberikan dalam bentuk uang dengan nilai setara makanan yang dibutuhkan.
Waktu Pembayaran Fidyah Sebaiknya fidyah dibayarkan sebelum bulan Ramadan berikutnya agar kewajiban dapat segera ditunaikan.
Kesimpulan
Fidyah adalah bentuk keringanan dalam Islam bagi mereka yang tidak mampu berpuasa karena alasan yang sah. Jenis fidyah yang harus dibayarkan bergantung pada kondisi seseorang, baik karena sakit, usia lanjut, kehamilan, atau meninggal dunia. Dengan memahami ketentuan fidyah, seorang Muslim dapat menjalankan kewajibannya dengan baik dan tetap mendapatkan keberkahan dalam ibadahnya. Dengan demikian, penting untuk mengetahui jenis-jenis fidyah dan ketentuannya agar dapat melaksanakan ibadah dengan sempurna dan sesuai dengan syariat Islam.
Penulis:
Hubaib Ash Shidqi
Editor:Hubaib Ash Shidqi
22/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI
Fidyah dan Hubungannya dengan Kesehatan Mental
Fidyah dan Hubungannya dengan Kesehatan Mental
Fidyah adalah kompensasi yang diberikan oleh seseorang yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan karena alasan tertentu, seperti sakit yang tidak memungkinkan untuk berpuasa atau usia lanjut. Fidyah dibayarkan dalam bentuk pemberian makanan kepada fakir miskin, sesuai dengan jumlah hari puasa yang ditinggalkan.
Dalam Islam, fidyah memiliki nilai spiritual yang besar karena mencerminkan tanggung jawab seseorang terhadap ibadah dan empati terhadap mereka yang membutuhkan. Namun, selain aspek ibadah, fidyah juga dapat dikaitkan dengan kesehatan mental, baik bagi penerima maupun pemberinya.
Fidyah dan Rasa Ketenangan Batin
Membayar fidyah dapat memberikan rasa ketenangan batin bagi seseorang yang tidak mampu berpuasa. Dalam banyak kasus, orang yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa karena sakit atau kondisi kesehatan tertentu sering merasa bersalah atau terbebani secara emosional. Dengan menunaikan fidyah, mereka tetap merasa terhubung dengan nilai-nilai keagamaan, yang pada akhirnya memberikan ketenangan jiwa.
Manfaat Fidyah bagi Kesehatan Mental Penerima
Bagi penerima, fidyah bukan hanya sekadar bantuan materi, tetapi juga dapat memberikan dampak positif terhadap kesehatan mental. Ketika seseorang menerima fidyah dalam bentuk makanan atau bantuan lainnya, mereka merasa diperhatikan dan dihargai oleh masyarakat. Hal ini dapat mengurangi stres, kecemasan, dan perasaan keterasingan yang sering dialami oleh mereka yang berada dalam kondisi ekonomi sulit.
Fidyah sebagai Bentuk Kepedulian Sosial
Dalam konteks sosial, pembayaran fidyah juga mencerminkan solidaritas dan kepedulian terhadap sesama. Ketika seseorang berbagi rezeki dengan mereka yang membutuhkan, ada perasaan bahagia dan puas yang muncul. Beberapa penelitian dalam bidang psikologi menunjukkan bahwa tindakan memberi dapat meningkatkan hormon kebahagiaan, seperti dopamin dan oksitosin, yang berperan dalam meningkatkan kesejahteraan mental.
Kesimpulan
Fidyah bukan hanya memiliki dimensi ibadah, tetapi juga berkontribusi terhadap kesehatan mental, baik bagi pemberi maupun penerima. Dengan membayar fidyah, seseorang dapat merasakan ketenangan batin dan terbebas dari rasa bersalah, sementara penerima dapat merasa lebih dihargai dan berkurang bebannya. Oleh karena itu, fidyah memiliki nilai yang lebih luas dari sekadar kewajiban agama, tetapi juga sebagai sarana meningkatkan kesejahteraan sosial dan mental masyarakat.
Penulis:
Hubaib Ash Shidqi
Editor:Hubaib Ash Shidqi
22/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI
Fidyah untuk Orang yang Meninggal Sebelum Membayar Hutang Puasa
Fidyah untuk Orang yang Meninggal Sebelum Membayar Hutang Puasa
Dalam ajaran Islam, puasa merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu melaksanakannya. Namun, ada beberapa kondisi di mana seseorang tidak dapat menjalankan puasa, seperti sakit atau usia lanjut, sehingga diwajibkan membayar fidyah. Lalu, bagaimana jika seseorang meninggal sebelum sempat membayar hutang puasanya?
Kewajiban Fidyah bagi Orang yang Meninggal
Menurut pendapat mayoritas ulama, jika seseorang meninggal dunia dalam keadaan masih memiliki hutang puasa yang belum sempat ditunaikan, maka keluarganya dianjurkan untuk membayarkan fidyah atas nama almarhum. Fidyah ini sebagai bentuk pengganti atas puasa yang tidak dapat dilaksanakan sebelum wafatnya.
Dalam hadis Rasulullah SAW, disebutkan bahwa keluarga dapat membayar fidyah dengan memberikan makanan kepada orang miskin. Berdasarkan perhitungan syariat, fidyah yang dibayarkan adalah satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
Cara Membayar Fidyah bagi Orang yang Meninggal
Untuk membayar fidyah, keluarga almarhum dapat mengikuti langkah-langkah berikut:
Menentukan jumlah hutang puasa – Hitung berapa hari puasa yang ditinggalkan oleh almarhum.
Membayar fidyah dalam bentuk makanan – Fidyah diberikan kepada fakir miskin dalam bentuk makanan pokok seperti beras.
Menyerahkan fidyah kepada lembaga amil – Jika tidak memungkinkan untuk menyalurkan sendiri, fidyah bisa diberikan melalui lembaga yang mengelola fidyah.
Apakah Bisa Diganti dengan Puasa?
Sebagian ulama berpendapat bahwa ahli waris boleh menggantikan puasa yang ditinggalkan oleh almarhum, berdasarkan hadis Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa jika seseorang meninggal dan masih memiliki kewajiban puasa, maka walinya boleh berpuasa untuknya. Namun, jika tidak memungkinkan, maka fidyah tetap menjadi solusi utama.
Kesimpulan
Fidyah merupakan kewajiban bagi orang yang tidak dapat menjalankan puasa karena alasan tertentu. Jika seseorang meninggal sebelum membayar fidyah untuk hutang puasanya, maka keluarganya dapat membayarkan fidyah atas namanya. Dengan demikian, fidyah menjadi solusi untuk memenuhi kewajiban puasa yang belum ditunaikan, sekaligus memberikan manfaat bagi kaum fakir miskin yang menerimanya.
Penulis:
Hubaib Ash Shidqi
Editor:Hubaib Ash Shidqi
22/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI
Jika Zakat Tak Dibayar Hingga Meninggal, Apa yang Harus Dilakukan?
Zakat adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang memiliki harta mencapai nisab. Namun, bagaimana jika seseorang meninggal dunia sebelum membayarkan zakatnya?
Dalam Islam, harta peninggalan seseorang harus terlebih dahulu digunakan untuk melunasi utang, termasuk kewajiban zakat, sebelum dibagi kepada ahli waris. Para ulama sepakat bahwa zakat yang belum dibayar saat seseorang masih hidup tetap menjadi tanggung jawabnya, dan harus dikeluarkan dari harta warisannya.
Jika ahli waris mengetahui jumlah zakat yang belum dibayarkan, maka mereka wajib mengeluarkannya sebelum pembagian warisan. Jika jumlahnya tidak diketahui, maka mereka dapat memperkirakan dan membayarkannya sebagai bentuk tanggung jawab atas harta peninggalan tersebut.
Beberapa ulama juga menyarankan agar keluarga membayar zakat dari harta sendiri jika harta peninggalan tidak cukup, sebagai bentuk sedekah bagi almarhum. Hal ini diharapkan dapat meringankan beban tanggung jawabnya di akhirat.
Kesimpulannya, zakat yang belum dibayarkan harus dikeluarkan dari harta warisan sebelum dibagi. Jika tidak cukup, keluarga dapat membantu menunaikannya agar almarhum terbebas dari kewajiban di hadapan Allah.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor: Ummi Kiftiyah
Penulis: Saffanatussa'idiyah
22/03/2025 | admin
Apakah Cryptocurrency Wajib Zakat?
Cryptocurrency seperti Bitcoin dan Ethereum semakin populer sebagai aset digital. Namun, apakah aset ini wajib dizakati?
Menurut prinsip zakat, aset yang memiliki nilai ekonomi dan dapat disimpan serta berkembang wajib dikeluarkan zakatnya jika mencapai nisab. Cryptocurrency memiliki karakteristik seperti emas dan mata uang, sehingga banyak ulama berpendapat bahwa zakat wajib dikeluarkan atas aset ini.
Nisab zakat crypto dapat disamakan dengan zakat emas, yaitu setara 85 gram emas. Jika seseorang memiliki crypto senilai lebih dari nisab dan telah dimiliki selama satu tahun (haul), maka wajib dikeluarkan zakat sebesar 2,5%.
Zakat crypto bisa dibayarkan dalam bentuk mata uang fiat atau crypto itu sendiri, tergantung pada kemudahan distribusi kepada mustahik. Namun, karena harga crypto sangat fluktuatif, dianjurkan untuk menghitung zakat berdasarkan nilai saat haul tiba.
Kesimpulannya, jika crypto dimiliki sebagai investasi dan mencapai nisab selama satu tahun, maka zakat wajib dikeluarkan sebesar 2,5% dari nilai aset tersebut.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor: Ummi Kiftiyah
Penulis: Saffanatussa'idiyah
22/03/2025 | admin
Zakat Penghasilan Freelance, Bagaimana Menghitungnya?
Zakat penghasilan wajib dikeluarkan jika pendapatan mencapai nisab, yaitu setara 85 gram emas dalam satu tahun. Untuk freelancer dan pekerja lepas yang pendapatannya tidak tetap, bagaimana cara menghitungnya?
Dalam Islam, ada dua metode menghitung zakat penghasilan. Pertama, zakat dibayarkan setiap kali menerima penghasilan, sebesar 2,5% dari pendapatan bersih setelah kebutuhan pokok terpenuhi. Kedua, zakat dihitung secara tahunan jika total pendapatan selama setahun mencapai nisab.
Bagi pekerja lepas yang menerima bayaran tidak menentu, bisa menggunakan metode bulanan dengan menyisihkan 2,5% dari penghasilan setelah kebutuhan dasar. Jika dalam satu tahun total pendapatan tidak mencapai nisab, maka tidak ada kewajiban zakat.
Zakat penghasilan berbeda dengan zakat mal, yang dihitung dari harta simpanan setelah satu tahun. Namun, jika seorang freelancer memiliki tabungan atau aset yang telah mencapai nisab dan haul, ia wajib mengeluarkan zakat mal juga.
Kesimpulannya, freelancer tetap wajib berzakat jika penghasilannya mencapai nisab, baik dengan pembayaran bulanan atau tahunan sesuai kemampuan.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor: Ummi Kiftiyah
Penulis: Saffanatussa'idiyah
21/03/2025 | admin
Fidyah: Investasi Kebaikan untuk Masyarakat Sekitar
Fidyah adalah bentuk kompensasi yang diwajibkan bagi umat Islam yang tidak dapat menjalankan puasa di bulan Ramadhan karena alasan tertentu, seperti sakit atau perjalanan.
Pembayaran fidyah tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berfungsi sebagai investasi kebaikan bagi masyarakat sekitar.
Dengan membayar fidyah, seorang Muslim memberikan makanan atau uang kepada mereka yang membutuhkan.
Hal ini menciptakan dampak positif yang signifikan, terutama di bulan suci Ramadhan, ketika solidaritas dan kepedulian sosial sangat ditekankan.
Fidyah membantu mengurangi kesenjangan sosial dan memberikan dukungan kepada mereka yang kurang beruntung, sehingga menciptakan rasa kebersamaan dalam komunitas.
Selain itu, fidyah juga mengajarkan nilai-nilai empati dan berbagi.
Ketika seseorang membayar fidyah, mereka tidak hanya memenuhi kewajiban, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat.
Ini adalah bentuk investasi yang memberikan manfaat jangka panjang, baik bagi pemberi maupun penerima.
Dengan demikian, fidyah bukan sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan langkah nyata dalam membangun masyarakat yang lebih baik dan lebih peduli.
Melalui fidyah, kita dapat menanamkan nilai-nilai kebaikan yang akan terus berlanjut.
Sumber:
1. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah (2:184-185).
2. Hadis Nabi Muhammad SAW tentang fidyah dan puasa.
3. Buku "Fidyah dan Kewajiban Puasa" oleh Dr. Ahmad Zainuddin.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
21/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Fidyah dalam Islam: Pentingnya Membayar Sebelum Bulan Suci Berakhir
Fidyah adalah bentuk kompensasi yang diwajibkan bagi umat Islam yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan karena alasan tertentu, seperti sakit atau perjalanan jauh.
Dalam konteks ini, fidyah berfungsi sebagai pengganti puasa yang tidak dapat dilaksanakan.
Pembayaran fidyah biasanya berupa makanan pokok atau uang yang setara dengan nilai makanan tersebut.
Pentingnya membayar fidyah sebelum akhir bulan Ramadhan tidak bisa diabaikan.
Pertama, fidyah merupakan kewajiban yang harus dipenuhi agar seseorang tetap dapat menjalankan ajaran Islam dengan baik.
Dengan membayar fidyah, seorang Muslim menunjukkan kepatuhan terhadap syariat dan kepedulian terhadap sesama, terutama mereka yang membutuhkan.
Kedua, membayar fidyah sebelum Ramadhan berakhir memberikan kesempatan bagi penerima untuk merasakan manfaat dari makanan yang diberikan, terutama di bulan yang penuh berkah ini.
Hal ini juga mencerminkan semangat berbagi dan solidaritas dalam komunitas Muslim.
Akhirnya, membayar fidyah tepat waktu membantu menjaga kesucian bulan Ramadhan dan memastikan bahwa setiap individu dapat menyelesaikan ibadah dengan baik.
Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk menyelesaikan pembayaran fidyah sebelum bulan suci berakhir.
Sumber:
1. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah (2:184-185).
2. Hadis Nabi Muhammad SAW tentang fidyah dan puasa.
3. Buku "Fidyah dan Kewajiban Puasa" oleh Dr. Ahmad Zainuddin.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
21/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Tantangan dalam Pelaksanaan Fidyah di Era Modern
Tantangan dalam Pelaksanaan Fidyah di Era Modern
Ketidaktahuan MasyarakatBanyak umat Islam yang masih belum memahami tata cara pembayaran fidyah sesuai syariat. Hal ini menyebabkan ketidaktepatan dalam pelaksanaannya.
Ketersediaan Mustahik (Penerima Fidyah)Di beberapa daerah, sulit menemukan mustahik yang memenuhi kriteria, sehingga distribusi fidyah menjadi tantangan tersendiri.
Metode PembayaranSeiring perkembangan teknologi, banyak lembaga menawarkan pembayaran fidyah secara online. Namun, keabsahan dan transparansi dalam penyaluran sering menjadi pertanyaan.
Konversi Fidyah dalam Bentuk UangIslam menetapkan bahwa fidyah diberikan dalam bentuk makanan, tetapi dalam praktik modern, banyak yang membayar dalam bentuk uang. Hal ini menimbulkan perdebatan di kalangan ulama.
Solusi untuk Menyikapi Tantangan Fidyah
Sosialisasi dan EdukasiLembaga keagamaan dan pemerintah perlu meningkatkan edukasi tentang fidyah melalui berbagai platform, termasuk media sosial.
Optimalisasi Peran Lembaga ZakatLembaga zakat dapat menjadi perantara dalam penyaluran fidyah, sehingga distribusi lebih tepat sasaran dan sesuai syariat.
Pemanfaatan TeknologiPenggunaan aplikasi atau platform digital dapat membantu umat Islam membayar fidyah dengan lebih mudah dan akurat.
Fatwa dan Regulasi yang JelasPerlu adanya fatwa yang menegaskan hukum fidyah dalam bentuk uang, sehingga umat Islam memiliki pedoman yang jelas.
Kesimpulan
Fidyah merupakan solusi bagi mereka yang tidak mampu berpuasa, namun pelaksanaannya di era modern menghadapi berbagai tantangan. Dengan edukasi, pemanfaatan teknologi, dan regulasi yang jelas, umat Islam dapat menunaikan fidyah dengan lebih tepat dan efisien. Dengan demikian, nilai-nilai kebaikan dalam fidyah dapat terus terjaga dan memberikan manfaat bagi yang membutuhkan.
Penulis:
Hubaib Ash Shidqi
Editor:Hubaib Ash Shidqi
21/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI
Apakah Fidyah Bisa Diganti dengan Amal Lain?
Apakah Fidyah Bisa Diganti dengan Amal Lain?
Sebagian orang mungkin bertanya apakah fidyah bisa digantikan dengan sedekah atau amal lainnya. Dalam hal ini, para ulama sepakat bahwa fidyah memiliki ketentuan khusus dan tidak dapat diganti dengan amal lain, seperti wakaf, infak, atau zakat. Fidyah merupakan bentuk tanggung jawab individu terhadap kewajiban puasa yang ditinggalkan. Jika seseorang ingin melakukan amal lain, hal tersebut tentu baik, tetapi tidak dapat menggantikan fidyah yang telah diwajibkan.
Perbedaan Fidyah dan Sedekah
Meskipun fidyah dan sedekah sama-sama merupakan bentuk kepedulian terhadap sesama, keduanya memiliki perbedaan mendasar:
Fidyah bersifat wajib bagi yang tidak mampu berpuasa dan memiliki ketentuan jumlah serta cara penyalurannya.
Sedekah bersifat sunnah dan tidak memiliki batasan jumlah maupun bentuk pemberian.
Kesimpulan
Berdasarkan ketentuan syariat, fidyah tidak bisa diganti dengan amal lain. Fidyah memiliki aturan spesifik dalam bentuk makanan pokok yang diberikan kepada fakir miskin. Oleh karena itu, bagi yang wajib membayar fidyah, sebaiknya mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan agar ibadahnya sah dan diterima di sisi Allah.
Penulis:
Hubaib Ash Shidqi
Editor:Hubaib Ash Shidqi
21/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI

Info Rekening Zakat
Mari tunaikan zakat Anda dengan mentransfer ke rekening zakat.
BAZNAS
Info Rekening Zakat