Berita Terbaru
60 Fakir Miskin atau 60 Hari Puasa? Memahami Dilema Kafarat Ramadhan
Ramadhan dikenal sebagai bulan penuh ampunan, rahmat, dan berkah. Namun, di balik kemuliaan bulan ini, terdapat aturan-aturan ketat yang mengatur ibadah puasa, salah satunya mengenai pelanggaran serius yang mengharuskan seseorang menunaikan kafarat Ramadhan. Kafarat ini bukan sekadar denda ringan, melainkan sebuah penebusan dosa dengan konsekuensi sosial dan fisik yang tidak mudah.
Dari sekian bentuk kafarat, dua di antaranya paling dikenal: memberi makan 60 fakir miskin atau berpuasa 60 hari berturut-turut. Kedua pilihan ini sering menimbulkan dilema bagi banyak Muslim: mana yang harus dipilih? Apakah ada ketentuan tertentu mengenai urutan atau prioritas? Artikel ini akan membahas secara komprehensif tentang dilema kafarat Ramadhan, dasar hukumnya, serta makna di baliknya.
Definisi Kafarat Ramadhan
Secara bahasa, kafarat berasal dari kata kafara yang berarti menutupi atau menghapus. Dalam konteks syariat, kafarat adalah bentuk tebusan yang diwajibkan atas seseorang yang melanggar aturan tertentu sebagai bentuk pertobatan dan kompensasi.
Kafarat Ramadhan secara spesifik berlaku bagi pelanggaran berat di bulan Ramadhan, seperti:
Berhubungan intim di siang hari Ramadhan dengan sengaja.
Makan atau minum secara sengaja tanpa alasan syar’i (meskipun sebagian ulama berbeda pandangan apakah ini wajib kafarat atau tidak).
Dalil dan Landasan Kafarat Ramadhan
Salah satu hadis paling populer yang menjadi dasar kafarat Ramadhan adalah riwayat dari Abu Hurairah:
“Seseorang datang kepada Nabi SAW dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku binasa! Aku telah berhubungan dengan istriku di siang hari bulan Ramadhan.’ Rasulullah menjawab, ‘Apakah kamu mampu memerdekakan budak?’ Ia menjawab, ‘Tidak.’ Rasul bertanya lagi, ‘Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?’ Ia menjawab, ‘Tidak.’ Rasul bertanya, ‘Apakah kamu mampu memberi makan enam puluh orang miskin?’ Ia menjawab, ‘Tidak.’ Maka Rasulullah pun memberinya kurma untuk disedekahkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini jelas menyebutkan tiga bentuk kafarat secara berurutan:
Memerdekakan budak.
Berpuasa dua bulan berturut-turut.
Memberi makan 60 fakir miskin.
Dalam konteks masa kini, memerdekakan budak tidak lagi relevan, sehingga dua opsi terakhir yang menjadi pilihan utama.
Urutan atau Pilihan Bebas?
Di sinilah muncul dilema. Apakah seorang pelanggar bebas memilih antara memberi makan 60 fakir miskin atau berpuasa 60 hari? Ataukah ada urutan yang wajib diikuti?
1. Pendapat Mayoritas Ulama
Mayoritas ulama dari mazhab Syafi’i, Hambali, dan sebagian Maliki berpendapat bahwa kafarat harus dilaksanakan berurutan (tartib). Artinya:
Pilihan pertama: membebaskan budak (sekarang gugur).
Jika tidak mampu, maka berpuasa 60 hari berturut-turut.
Jika tidak mampu juga, baru memberi makan 60 fakir miskin.
Pandangan ini diambil langsung dari redaksi hadis Nabi yang menyebutkan kafarat secara berurutan.
2. Pendapat Mazhab Hanafi dan Sebagian Maliki
Sebaliknya, ulama mazhab Hanafi memandang bahwa kafarat bersifat takhyir (opsional) setelah opsi memerdekakan budak tidak berlaku. Artinya, seseorang bebas memilih antara puasa 60 hari atau memberi makan fakir miskin tanpa harus mengutamakan salah satunya. Alasannya, saat budak tidak ada, maka opsi selanjutnya tidak harus terikat urutan.
Hikmah di Balik Kafarat
Terlepas dari perbedaan pendapat, penting untuk memahami makna yang terkandung dalam kafarat Ramadhan:
1. Puasa 60 Hari: Bentuk Disiplin dan Tobat Fisik
Berpuasa dua bulan berturut-turut adalah bentuk latihan disiplin luar biasa. Ia mengajarkan kesungguhan dalam menebus kesalahan, menumbuhkan rasa sabar, dan menanamkan rasa tanggung jawab atas dosa yang telah dilakukan. Tidak mudah menahan lapar dan dahaga selama dua bulan penuh tanpa terputus.
2. Memberi Makan 60 Fakir Miskin: Rehabilitasi Sosial
Pilihan memberi makan 60 fakir miskin membawa pesan sosial yang kuat. Kesalahan pribadi harus ditebus dengan kebaikan sosial. Ini menunjukkan bahwa dosa bukan hanya berdampak pada hubungan vertikal dengan Allah, tetapi juga pada hubungan horizontal dengan masyarakat.
Dilema Kontemporer: Mana yang Lebih Ringan?
Bagi sebagian orang, memberi makan 60 fakir miskin mungkin terlihat lebih ringan karena bisa dilakukan dalam satu waktu dengan membayar sejumlah uang atau menyediakan makanan. Di zaman modern, ada banyak lembaga zakat dan platform digital yang memudahkan penyaluran kafarat ini.
Namun, bagi yang memegang pendapat bahwa kafarat harus urut, maka ia harus berusaha berpuasa 60 hari terlebih dahulu. Jika karena kondisi fisik, usia, atau faktor lain ia tidak mampu, barulah boleh beralih ke opsi memberi makan.
Hitungan Praktis Kafarat: Berapa Biaya Memberi Makan 60 Orang?
Secara teknis, ulama sepakat bahwa ukuran makanan yang diberikan harus setara dengan satu mud atau setengah sha’ (kurang lebih 0,6 kg beras atau makanan pokok per orang). Maka, untuk 60 orang fakir miskin, seorang pelaku pelanggaran harus memberikan makanan kepada seluruhnya, atau memberikan uang senilai makanan tersebut.
Misalnya:
Jika biaya satu porsi makanan layak sekitar Rp30.000,
Maka total kafarat adalah 60 × Rp30.000 = Rp1.800.000.
Tentu angka ini bisa berbeda tergantung wilayah dan standar harga makanan di masing-masing tempat.
Kafarat Ramadhan di Era Digital
Kini, dengan berkembangnya teknologi, kafarat Ramadhan semakin mudah dilaksanakan:
Lembaga zakat resmi seperti BAZNAS, Dompet Dhuafa, dan Rumah Zakat menyediakan layanan pembayaran kafarat secara online.
Transparansi penyaluran kafarat kepada fakir miskin lebih terjamin.
Namun, tetap perlu memastikan lembaga tersebut amanah dan terpercaya agar kafarat sah secara syar’i.
Kesimpulan: Kafarat Bukan Sekadar Formalitas
Dilema antara memberi makan 60 fakir miskin atau berpuasa 60 hari sebenarnya bukan sekadar soal "mana lebih mudah". Di balik dua pilihan ini, ada pesan mendalam tentang pertobatan, kedisiplinan, dan kepedulian sosial.
Bagi yang masih mampu secara fisik, puasa 60 hari menjadi jalan untuk melatih keimanan dan menebus kesalahan secara serius. Bagi yang tidak mampu, opsi memberi makan membawa hikmah bahwa setiap kesalahan pribadi harus diimbangi dengan kebaikan kepada orang lain.
Apa pun pilihan kafaratnya, intinya adalah memperbaiki diri dan tidak mengulangi pelanggaran. Ramadhan bukan sekadar bulan ibadah, tapi juga bulan untuk mengasah kesadaran diri, menumbuhkan empati sosial, dan menyempurnakan pertobatan.
Editor : Ibnu
20/03/2025 | Ibnu
Sejarah Kafarat: Dari Tradisi Klasik hingga Implementasi Kontemporer
Kafarat merupakan salah satu konsep penting dalam ajaran Islam, berfungsi sebagai bentuk penebusan dosa atau pelanggaran tertentu yang dilakukan oleh seorang Muslim. Istilah kafarat berasal dari akar kata kafara yang berarti menutup atau menutupi. Secara istilah, kafarat adalah tindakan tertentu yang diwajibkan untuk menghapus kesalahan, baik berupa ibadah fisik, pembayaran fidyah, maupun tindakan sosial seperti memberi makan fakir miskin.
Namun, kafarat tidak muncul begitu saja. Ia memiliki sejarah yang panjang dan berlapis, baik dalam konteks wahyu yang bertahap, praktik masyarakat Arab pra-Islam, maupun pengaruh dari agama-agama sebelumnya. Artikel ini akan mengupas sejarah kafarat, bagaimana ia diatur dalam Al-Qur'an dan Sunnah, serta perkembangan penerapannya dari masa klasik hingga kontemporer.
Akar Sejarah Kafarat Pra-Islam
Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Arab telah mengenal berbagai bentuk denda dan kompensasi sosial yang serupa dengan konsep kafarat. Salah satunya adalah praktik penebusan kesalahan melalui pemberian materi, seperti unta, budak, atau makanan, untuk menebus pelanggaran adat atau sumpah yang dilanggar.
Di sisi lain, dalam tradisi Yahudi dan Nasrani, terdapat konsep serupa berupa korban penghapus dosa atau atonement offering. Dalam Perjanjian Lama, misalnya, umat Yahudi diwajibkan mempersembahkan hewan tertentu sebagai penebusan dosa. Begitu juga dalam ajaran Kristen awal, pengorbanan Yesus dianggap sebagai bentuk atonement bagi dosa umat manusia.
Dalam konteks ini, Islam tidak muncul dalam ruang kosong. Kafarat sebagai instrumen moral dan sosial sudah dikenal masyarakat Arab maupun agama-agama sebelumnya, meskipun dengan bentuk dan ketentuan yang berbeda.
Kafarat dalam Wahyu Islam: Tahapan Penetapan
1. Kafarat dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an menetapkan beberapa bentuk kafarat secara spesifik dalam beberapa ayat. Berikut adalah contoh utama:
Kafarat Sumpah (Kafarat Yamin) Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Maidah: 89, kafarat bagi pelanggaran sumpah terdiri dari:
Memberi makan 10 orang miskin.
Atau memberi pakaian kepada mereka.
Atau memerdekakan budak.
Jika tidak mampu, maka berpuasa selama tiga hari.
Ini menunjukkan bahwa kafarat juga memiliki aspek sosial: membantu yang lemah dan mengakui kesalahan.
Kafarat Zihar (Perkataan Menyamakan Istri dengan Ibu) Dalam QS. Al-Mujadilah: 3-4, kafarat bagi seseorang yang melakukan zihar adalah:
Memerdekakan seorang budak.
Jika tidak mampu, berpuasa dua bulan berturut-turut.
Jika masih tidak mampu, memberi makan 60 orang miskin.
Kafarat Pembunuhan Tidak Sengaja Dijelaskan dalam QS. An-Nisa: 92, bentuk kafaratnya adalah:
Memerdekakan budak.
Membayar diyat (tebusan) kepada keluarga korban.
Kafarat dalam Haji (Dam) Terkait pelanggaran ihram saat haji, dalam QS. Al-Baqarah: 196 disebutkan bahwa kafarat berupa:
Menyembelih hewan.
Berpuasa.
Memberi makan fakir miskin.
2. Kafarat dalam Hadis
Nabi Muhammad SAW banyak memberikan penjelasan praktis mengenai kafarat. Salah satu contoh terkenal adalah hadis tentang seorang sahabat yang berhubungan intim di siang hari bulan Ramadhan, lalu meminta petunjuk kepada Rasulullah mengenai kafaratnya. Nabi menjelaskan bahwa kafaratnya adalah:
Memerdekakan budak.
Jika tidak mampu, berpuasa dua bulan berturut-turut.
Jika masih tidak mampu, memberi makan 60 orang miskin. (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)
Filosofi di Balik Kafarat
Secara historis, kafarat bukan sekadar ritual penghapus dosa, tetapi memiliki dimensi etis dan sosial. Islam tidak hanya ingin memperbaiki hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan, tetapi juga hubungan horizontal antara manusia dengan sesama. Oleh karena itu, mayoritas bentuk kafarat melibatkan perbuatan yang memberi manfaat kepada masyarakat, terutama kepada kalangan miskin dan lemah.
Tiga nilai utama kafarat:
Tobat dan Kesadaran Diri: Individu menyadari kesalahannya dan berusaha memperbaikinya.
Rehabilitasi Sosial: Membantu masyarakat yang kurang mampu.
Kedisiplinan dan Penebusan: Memberikan efek jera tanpa menyiksa, tapi juga memberikan jalan keluar yang manusiawi.
Perkembangan Penerapan Kafarat dalam Fiqh
1. Masa Klasik
Para fuqaha dari empat mazhab utama (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) memberikan penjelasan lebih rinci mengenai kafarat, termasuk kondisi-kondisi sah, urutan prioritas, serta teknis pelaksanaannya. Misalnya, dalam mazhab Syafi’i, kafarat harus dilakukan berurutan sesuai nash (tidak boleh langsung melompat ke tahap puasa jika mampu membebaskan budak).
Namun, ada juga ruang ijtihad dalam hal-hal yang tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadis. Ulama membahas kemungkinan kafarat untuk jenis dosa lain, walaupun mayoritas berpendapat kafarat hanya berlaku pada pelanggaran tertentu yang disebutkan dalam nash.
2. Masa Kontemporer
Seiring berjalannya waktu, praktik kafarat mengalami adaptasi. Misalnya, karena sudah tidak ada praktik perbudakan, opsi memerdekakan budak praktis dihapuskan. Sebagai gantinya, ulama kontemporer menekankan opsi lain seperti puasa atau sedekah.
Selain itu, dengan berkembangnya lembaga zakat dan donasi, kafarat kini sering disalurkan melalui institusi resmi, seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) di Indonesia. Hal ini memudahkan umat Muslim menunaikan kafarat secara akuntabel dan terorganisir.
Tantangan dan Relevansi Kafarat di Era Modern
1. Ketiadaan Budak
Sebagaimana disebutkan, banyak ayat tentang kafarat mengatur tentang pembebasan budak. Karena sistem perbudakan telah dihapuskan secara global, opsi ini tidak relevan lagi. Para ulama sepakat, kafarat kini langsung bergeser ke opsi berikutnya, seperti berpuasa atau memberi makan fakir miskin.
2. Modernisasi Penyaluran
Penyaluran kafarat kini lebih mudah melalui digitalisasi. Misalnya, pembayaran kafarat fidyah bisa dilakukan melalui platform online terpercaya, yang bekerja sama dengan lembaga sosial resmi. Meski demikian, keabsahan penyaluran melalui pihak ketiga tetap harus memenuhi prinsip-prinsip syariah.
3. Pemahaman Masyarakat
Tantangan lain adalah pemahaman masyarakat terkait apa itu kafarat, kapan wajib dilakukan, dan bagaimana mekanisme pelaksanaannya. Masih banyak Muslim yang mengira kafarat dapat menebus semua jenis dosa, padahal sifatnya terbatas pada pelanggaran tertentu. Oleh karena itu, edukasi tentang kafarat perlu terus digalakkan.
Kesimpulan
Kafarat adalah instrumen penebusan dalam Islam yang memiliki sejarah panjang, mulai dari praktik pra-Islam, pengaturan dalam wahyu Al-Qur’an dan Sunnah, hingga implementasi kontemporer. Nilai-nilai sosial dan spiritual di balik kafarat mencerminkan semangat Islam yang tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga memperbaiki hubungan sosial sesama manusia.
Dinamika kafarat dari masa ke masa menunjukkan bagaimana syariat Islam memiliki fleksibilitas tinggi dalam merespons perubahan zaman tanpa kehilangan esensi ajarannya. Kafarat hari ini tidak lagi berkaitan dengan perbudakan, tetapi lebih ditekankan pada solidaritas sosial dan penyesalan yang tulus atas pelanggaran yang dilakukan.
Editor : Ibnu
20/03/2025 | Ibnu
Pentingnya Fidyah dalam Menjaga Keseimbangan Spiritual dan Sosial
Fidyah memiliki makna yang dalam dalam menjaga keseimbangan antara aspek spiritual dan sosial dalam kehidupan umat Islam. Dalam menjalankan ibadah puasa, setiap individu diharapkan untuk tidak hanya fokus pada aspek ritual, tetapi juga memperhatikan dampak sosial dari ibadah tersebut.
Fidyah menjadi salah satu cara untuk menyeimbangkan kedua aspek ini. Ketika seseorang tidak dapat berpuasa, memberikan fidyah menjadi bentuk pengabdian kepada Allah sekaligus kontribusi kepada masyarakat. Dengan cara ini, fidyah menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui amal sosial.
Pentingnya fidyah juga terletak pada kemampuannya untuk mengingatkan umat Islam akan tanggung jawab mereka terhadap sesama. Dalam ajaran Islam, setiap amal baik yang dilakukan akan mendapatkan ganjaran dari Allah. Dengan memberikan fidyah, seseorang tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berperan aktif dalam menciptakan masyarakat yang lebih baik. Hal ini menciptakan kesadaran kolektif di antara umat Islam untuk saling membantu dan mendukung satu sama lain, terutama di bulan Ramadhan yang penuh berkah. Dengan demikian, fidyah bukan hanya sekadar pengganti puasa, tetapi juga merupakan bagian integral dari perjalanan spiritual dan sosial umat Islam.
Penulis:Putri Khodijah
Editor:M. Kausari Kaidani
20/03/2025 | Putri Khodijah
Fidyah dan Kesejahteraan Masyarakat dalam Tradisi Ramadhan
Fidyah memiliki peran yang sangat signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama selama bulan Ramadhan. Tradisi memberikan fidyah tidak hanya membantu mereka yang tidak mampu berpuasa, tetapi juga memberikan dampak positif bagi masyarakat secara keseluruhan.
Dalam banyak komunitas, fidyah sering kali digunakan untuk memberikan makanan kepada orang-orang yang membutuhkan, seperti anak yatim, janda, dan keluarga kurang mampu. Dengan cara ini, fidyah berfungsi sebagai alat untuk mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kualitas hidup mereka yang kurang beruntung.
Di bulan Ramadhan, ketika umat Islam berusaha untuk meningkatkan amal ibadah, fidyah menjadi salah satu bentuk amal yang sangat dianjurkan. Memberikan fidyah tidak hanya sekadar memenuhi kewajiban, tetapi juga merupakan bentuk kepedulian terhadap sesama. Dalam konteks ini, fidyah menjadi bagian dari tradisi yang mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan solidaritas. Dengan memberikan fidyah, seseorang tidak hanya membantu individu yang membutuhkan, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan masyarakat yang lebih baik. Hal ini menciptakan lingkungan yang saling mendukung dan memperkuat rasa kebersamaan di antara anggota masyarakat.
Penulis:Putri Khodijah
Editor:M. Kausari Kaidani
20/03/2025 | Putri Khodijah
Memahami Fidyah Sebagai Tanggung Jawab Sosial di Bulan Ramadhan
Fidyah merupakan salah satu aspek penting dalam pelaksanaan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Dalam konteks ini, fidyah tidak hanya sekadar pengganti bagi mereka yang tidak dapat berpuasa, tetapi juga mencerminkan tanggung jawab sosial yang mendalam. Dalam ajaran Islam, setiap individu memiliki kewajiban untuk menjaga kesejahteraan masyarakat, dan fidyah menjadi salah satu sarana untuk mewujudkan hal tersebut.
Ketika seseorang tidak mampu berpuasa karena alasan kesehatan atau faktor lainnya, mereka diperintahkan untuk memberikan fidyah, yang biasanya berupa makanan atau uang yang setara dengan nilai makanan yang dapat diberikan kepada orang yang membutuhkan. Dengan demikian, fidyah menjadi jembatan antara individu yang tidak dapat berpuasa dan mereka yang membutuhkan bantuan.
Dalam konteks sosial, fidyah berfungsi untuk memperkuat ikatan antaranggota masyarakat. Di bulan Ramadhan, ketika umat Islam berfokus pada ibadah dan kebaikan, fidyah menjadi salah satu cara untuk berbagi rezeki dengan mereka yang kurang beruntung. Hal ini sejalan dengan prinsip dasar Islam yang mengajarkan pentingnya berbagi dan saling membantu. Dengan memberikan fidyah, seseorang tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan sosial. Dalam hal ini, fidyah menjadi simbol kepedulian dan solidaritas di antara umat Islam, yang pada akhirnya dapat menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan sejahtera.
Penulis:Putri Khodijah
Editor:M. Kausari Kaidani
20/03/2025 | Putri Khodijah
Menuju 3 Pekan Blokade Bantuan di Gaza, Kelaparan dan Krisis Kemanusiaan Merajalela
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
Sejak 2 Maret 2025, Israel telah memberlakukan blokade total terhadap Jalur Gaza, menghentikan semua pasokan bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut. Blokade ini mencakup penghentian pasokan makanan, air, obat-obatan, bahan bakar, dan listrik ke wilayah tersebut. Akibatnya, situasi kemanusiaan di Gaza memburuk secara signifikan, memicu kelaparan dan krisis kemanusiaan yang meluas. Blokade ini telah berlangsung selama 18 hari, memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah kritis dan menyebabkan penderitaan yang mendalam bagi sekitar 2 juta penduduk Gaza.
Durasi Blokade dan Dampaknya
Blokade yang dimulai pada 2 Maret 2025 telah menyebabkan penghentian total masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza. Menurut laporan, penutupan penyeberangan Karm Abu Salem dan Beit Hanoun oleh pasukan Israel telah menyebabkan blokade total, mengakibatkan bantuan kemanusiaan tertahan dan situasi yang sulit bagi warga Gaza di tengah gencatan senjata.
Kekurangan Kebutuhan Pokok
Blokade ini telah menyebabkan kekurangan parah dalam pasokan kebutuhan pokok. Banyak barang yang sebelumnya tersedia kini tidak terjangkau atau hanya tersedia dalam jumlah yang sangat terbatas. Situasi ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat akibat kehancuran dan kerusakan selama beberapa bulan terakhir, serta dehidrasi dan kelaparan yang mulai terjadi di bagian utara Jalur Gaza.
Krisis Kesehatan dan Infrastruktur
Sektor kesehatan di Gaza berada di ambang kehancuran. Rumah sakit kewalahan menangani ratusan korban luka akibat serangan udara Israel sehingga banyak tindakan medis dilakukan tanpa anestesi karena keterbatasan yang ada, dengan banyak pasien mengalami luka bakar, amputasi, dan cedera kepala. Kekurangan pasokan medis, peralatan, dan bahan bakar telah menyebabkan penangguhan layanan ambulans dan ancaman penutupan rumah sakit. Selain itu, infrastruktur penting seperti pabrik roti, pabrik penggilingan, dan gudang makanan telah hancur akibat serangan udara, memperburuk krisis pangan di wilayah tersebut.
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
Reaksi Internasional dan Tuntutan Bantuan
Komunitas internasional mengecam blokade ini sebagai bentuk hukuman kolektif yang melanggar hukum humaniter internasional. PBB dan berbagai organisasi non-pemerintah mendesak Israel untuk mengizinkan bantuan masuk ke Gaza, menekankan dampak kemanusiaan yang besar akibat blokade tersebut. Namun, Israel menuduh Hamas menyalahgunakan bantuan, klaim yang dibantah oleh kelompok-kelompok kemanusiaan.
Kesimpulan
Blokade bantuan oleh Israel di Jalur Gaza selama 18 hari terakhir telah menyebabkan krisis kemanusiaan semakin parah, dengan jutaan penduduk menghadapi kelaparan, kekurangan pasokan medis, dan infrastruktur yang hancur. Meskipun ada tekanan internasional untuk mengakhiri blokade dan memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan, situasi di lapangan sangat kritis. Diperlukan tindakan segera untuk mencegah bencana kemanusiaan yang lebih besar dan memastikan bahwa bantuan vital dapat mencapai mereka yang membutuhkan.
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Nur Isnaini Masyithoh
20/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh
Ramadhan Berduka di Palestina
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
Ramadhan 2025 menjadi bulan yang penuh duka bagi umat Islam di Palestina, khususnya di Gaza. Pasca serangan besar-besaran Israel pada 18 Maret 2025, kondisi di Gaza semakin memprihatinkan. Serangan tersebut telah menyebabkan korban ratusan warga sipil meninggal, ratusan lainnya luka-luka, jutaan lainnya kelaparan, merusak infrastruktur vital, dan memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Meskipun dalam keadaan sulit, umat Islam di Palestina tetap berusaha menjalankan ibadah puasa Ramadhan dengan penuh ketulusan dan kesabaran.
Kondisi Terkini di Gaza Pasca Serangan 18 Maret 2025
Dampak Kemanusiaan yang Parah
Serangan 18 Maret 2025 telah menewaskan lebih dari 400 warga sipil, termasuk puluhan anak-anak dan perempuan. Menurut laporan Badan Kesehatan Palestina (Palestinian Health Ministry), lebih dari 500 orang mengalami luka-luka, dengan banyak di antaranya dalam kondisi kritis. Rumah sakit di Gaza, yang sudah kekurangan sumber daya, kewalahan menangani korban. Selain itu, serangan ini juga menyebabkan kerusakan parah pada infrastruktur, termasuk rumah, sekolah, masjid, dan fasilitas kesehatan.
Krisis Listrik dan Air
Jaringan listrik dan air di Gaza mengalami kerusakan berat akibat serangan. UNRWA (Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina) melaporkan bahwa lebih dari 70% wilayah Gaza mengalami pemadaman listrik secara bergilir, sementara akses terhadap air bersih sangat terbatas. Kondisi ini membuat kehidupan sehari-hari warga Gaza semakin sulit, terutama selama bulan Ramadhan.
Pengungsian Massal
Serangan ini memicu gelombang pengungsian massal. UNICEF melaporkan bahwa lebih dari 15.000 warga Gaza terpaksa mengungsi dari rumah mereka. Mereka mencari perlindungan di sekolah-sekolah UNRWA dan tempat-tempat umum lainnya, yang sudah penuh sesak dan tidak memadai untuk menampung jumlah pengungsi yang terus bertambah.
Ramadhan di Tengah Penderitaan
Ibadah Puasa dalam Kondisi Sulit
Meskipun dalam keadaan sulit, umat Islam di Gaza tetap berusaha menjalankan ibadah puasa Ramadhan dengan penuh ketulusan. Mereka menahan lapar dan dahaga, meskipun akses terhadap makanan dan air bersih sangat terbatas. Banyak keluarga yang harus bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk menyediakan makanan berbuka dan sahur.
Shalat Tarawih di Tengah Reruntuhan
Shalat Tarawih, yang biasanya dilaksanakan dengan khidmat di masjid-masjid, kini harus dilakukan di tengah reruntuhan. Beberapa masjid di Gaza hancur akibat serangan, sementara yang lainnya mengalami kerusakan berat. Warga Gaza yang masih bisa melaksanakan shalat Tarawih di masjid melakukannya dengan penuh kesabaran dan ketakwaan.
Kegiatan Keagamaan yang Tetap Berlangsung
Meskipun dalam keadaan sulit, kegiatan keagamaan seperti pengajian, tadarus Al-Qur'an, dan ceramah agama tetap berlangsung. Umat Islam di Gaza berusaha memanfaatkan bulan Ramadhan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan, meskipun harus dilakukan di tempat-tempat pengungsian atau di tengah reruntuhan.
Solidaritas dan Berbagi di Tengah Keterbatasan
Semangat berbagi dan solidaritas tetap hidup di tengah umat Islam Gaza. Meskipun dalam keadaan sulit, mereka saling membantu menyediakan makanan berbuka dan sahur bagi yang membutuhkan. Banyak warga Gaza yang rela berbagi makanan meskipun persediaan mereka sendiri sangat terbatas.
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
Respons dan Bantuan Internasional
Bantuan Kemanusiaan
Beberapa organisasi internasional telah bergerak cepat untuk memberikan bantuan kemanusiaan ke Gaza berupa pasokan darurat, termasuk makanan, air, obat-obatan, dan tenda untuk pengungsi. Namun, blokade yang masih berlaku menghambat distribusi bantuan.
Dukungan Medis
WHO dan Doctors Without Borders (MSF) telah mengirimkan tim medis dan pasokan darurat ke Gaza. Mereka juga mendesak Israel untuk membuka akses kemanusiaan agar bantuan dapat sampai dengan cepat.
Rehabilitasi Infrastruktur
UNDP (Program Pembangunan PBB) telah memulai proyek rehabilitasi infrastruktur di Gaza, termasuk perbaikan jaringan listrik dan air. Namun, upaya ini terhambat oleh keterbatasan sumber daya dan kondisi keamanan yang tidak stabil.
Tantangan ke Depan
Blokade yang Berkelanjutan
Blokade Israel terhadap Gaza, yang telah berlangsung lebih dari 16 tahun, tetap menjadi tantangan terbesar. Blokade ini membatasi akses warga Gaza terhadap sumber daya dasar, termasuk makanan, air, dan obat-obatan. Tanpa penghentian blokade, pemulihan Gaza akan sulit dilakukan.
Ketidakpastian Politik
Konflik Israel-Palestina yang berkepanjangan dan kurangnya kemauan politik dari pihak-pihak terkait membuat solusi damai semakin sulit dicapai. Perlu upaya internasional yang lebih kuat untuk mendorong negosiasi dan penyelesaian konflik.
Kebutuhan Jangka Panjang
Selain bantuan darurat, Gaza membutuhkan dukungan jangka panjang untuk membangun kembali infrastruktur, ekonomi, dan sistem kesehatan. Ini memerlukan komitmen global dan pendanaan yang berkelanjutan.
Kesimpulan
Ramadhan 2025 menjadi bulan yang penuh duka bagi umat Islam di Palestina, khususnya di Gaza. Meskipun dalam keadaan sulit, mereka tetap berusaha menjalankan ibadah puasa dengan penuh ketulusan dan kesabaran. Solidaritas global dan bantuan kemanusiaan sangat dibutuhkan untuk membantu meringankan penderitaan mereka. Semoga Allah SWT memberikan kekuatan dan petunjuk kepada umat Islam di Gaza serta membuka jalan bagi perdamaian yang adil dan abadi.
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Nur Isnaini Masyithoh
20/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh
Refleksi Keteladanan Para Mujahid Palestina yang Syahid di Bulan Ramadhan
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan keberkahan, rahmat, dan ampunan dari Allah SWT. Di bulan ini, umat Islam di seluruh dunia menjalankan ibadah puasa, memperbanyak amal kebaikan, dan mendekatkan diri kepada Allah. Namun, bagi rakyat Palestina, Ramadhan tidak hanya tentang ibadah ritual, tetapi juga tentang perjuangan dan pengorbanan. Para mujahid yang syahid di tanah Palestina, terutama di bulan Ramadhan, meninggalkan warisan keteladanan yang luar biasa. Refleksi tentang perjuangan mereka menjadi penting untuk mengingatkan kita akan nilai-nilai jihad, ketulusan, dan kesabaran dalam membela kebenaran.
Makna Kesyahidan dalam Konteks Palestina
Kesyahidan dalam Islam memiliki makna yang sangat mulia. Seorang syahid adalah seseorang yang gugur di jalan Allah dalam keadaan berjihad. Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang mati syahid akan mendapatkan enam keutamaan: diampuni dosanya sejak pertama kali darahnya mengalir, diperlihatkan tempatnya di surga, dilindungi dari azab kubur, diberikan keamanan dari ketakutan yang besar, dipakaikan mahkota kehormatan yang batu permata di dalamnya lebih baik daripada dunia dan seisinya, dinikahkan dengan bidadari, dan diizinkan memberi syafaat kepada tujuh puluh orang dari keluarganya.” (HR. Tirmidzi).
Di tanah Palestina, kesyahidan memiliki makna yang sangat mendalam. Para mujahid yang gugur di sana tidak hanya berjuang untuk membela tanah air mereka, tetapi juga untuk membela agama dan martabat umat Islam. Mereka adalah pahlawan-pahlawan yang rela mengorbankan jiwa dan raga demi melawan penjajahan dan ketidakadilan. Kematian mereka bukanlah akhir, melainkan awal dari kehidupan yang abadi di sisi Allah.
Ramadhan dan Perjuangan Rakyat Palestina
Bulan Ramadhan memiliki kaitan erat dengan perjuangan rakyat Palestina. Di bulan ini, umat Islam di seluruh dunia merasakan lapar dan dahaga, tetapi rakyat Palestina merasakannya dalam konteks yang lebih dalam. Mereka tidak hanya berpuasa, tetapi juga menghadapi penjajahan, blokade, dan serangan yang terus-menerus. Meskipun dalam keadaan sulit, mereka tetap teguh dalam beribadah dan berjuang.
Sejarah mencatat bahwa banyak peristiwa penting dalam perjuangan Palestina terjadi di bulan Ramadhan. Misalnya, pada tahun 1973, Perang Yom Kippur yang melibatkan negara-negara Arab dan Israel terjadi di bulan Ramadhan. Meskipun perang ini tidak secara langsung melibatkan rakyat Palestina, tetapi ia menjadi bagian dari perjuangan panjang mereka untuk merdeka.
Refleksi atas Pengorbanan Para Mujahid Palestina
Mengenang para mujahid yang syahid di Palestina, terutama di bulan Ramadhan, mengajarkan kita tentang makna pengorbanan sejati. Mereka meninggalkan keluarga, harta, dan kenikmatan dunia demi membela tanah air dan agama mereka. Ketulusan mereka patut menjadi teladan bagi kita yang hidup di zaman modern, di mana godaan dunia seringkali mengaburkan visi dan misi hidup sebagai seorang Muslim.
Pengorbanan para syuhada Palestina juga mengingatkan kita bahwa kebenaran dan keadilan tidak akan pernah terwujud tanpa perjuangan. Sebagaimana firman Allah: “Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.” (QS. Al-Hajj: 78). Jihad tidak selalu berarti perang fisik, tetapi juga perjuangan melawan hawa nafsu, kemiskinan, kebodohan, dan segala bentuk kezaliman.
Keutamaan seseorang yang meninggal dalam keadaan berpuasa tercantum dalam sebuah hadits shahih sebagai berikut:
”Siapa yang mengucapkan Laa ilaha illallah, dan ia mengucapkannya ikhlas hanya mencari keridhaan Allah dan ia mengakhiri hidupnya dengan itu, maka ia masuk surga.
Siapa berpuasa sehari dan ikhlas karena Allah, serta menutup akhir hidupnya dengan ibadah itu, maka ia masuk surga.
Siapa bersedekah dengan penuh keikhlasan, dan ia mengakhiri hidupnya dengan ibadah itu, maka ia masuk surga. (HR. Ahmad no 22173 dinilai shahih oleh Syekh Albani dalam Ahlamul Jana-iz)
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
Hikmah di Balik Kesyahidan Para Mujahid Palestina
Kesyahidan para mujahid Palestina di bulan Ramadhan membawa banyak hikmah. Pertama, ia mengajarkan kita tentang pentingnya kesabaran dan ketabahan. Para syuhada Palestina rela menahan lapar, dahaga, dan kelelahan dalam berjihad, sambil tetap menjaga kualitas ibadah mereka. Ini adalah pelajaran berharga bagi kita yang sering mengeluh saat berpuasa atau menghadapi ujian hidup.
Kedua, kesyahidan mengajarkan kita tentang keikhlasan. Para mujahid Palestina tidak berjuang untuk mendapatkan pujian atau harta, tetapi semata-mata karena Allah. Keikhlasan inilah yang membuat perjuangan mereka bernilai di sisi Allah.
Ketiga, kesyahidan mengingatkan kita tentang pentingnya persatuan dan solidaritas. Rakyat Palestina, meskipun dalam keadaan sulit, tetap bersatu dalam perjuangan mereka. Persatuan ini menjadi kunci kekuatan mereka dalam menghadapi penjajahan.
Relevansi bagi Umat Islam Masa Kini
Refleksi tentang para mujahid yang syahid di Palestina, terutama di bulan Ramadhan, sangat relevan bagi umat Islam masa kini. Di tengah tantangan global, seperti Islamofobia, ketidakadilan, dan penindasan, semangat jihad dan pengorbanan para syuhada Palestina harus menjadi inspirasi. Kita tidak perlu selalu mengangkat senjata, tetapi kita bisa berjihad dengan cara kita sendiri, seperti menuntut ilmu, berdakwah, atau membantu sesama.
Selain itu, refleksi ini juga mengingatkan kita untuk tidak melupakan sejarah. Sejarah perjuangan para syuhada Palestina adalah bagian dari identitas kita sebagai umat Islam. Dengan mengenang mereka, kita bisa mengambil pelajaran dan motivasi untuk menghadapi tantangan zaman.
Bulan Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk merenungkan makna pengorbanan dan perjuangan. Para mujahid yang syahid di Palestina, terutama di bulan ini, telah meninggalkan warisan berharga bagi umat Islam. Mereka mengajarkan kita tentang ketulusan, kesabaran, dan keikhlasan dalam beribadah dan berjuang. Semoga kita bisa meneladani semangat mereka dan menjadikan Ramadhan sebagai momentum untuk memperbaiki diri dan berkontribusi bagi kemajuan umat Islam.
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Nur Isnaini Masyithoh
20/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh
Ekskalasi Serangan di Jalur Gaza: Apa dan Bagaimana
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
Pada 18 Maret 2025, situasi di Gaza mengalami eskalasi signifikan setelah Israel melancarkan serangan udara besar-besaran yang mengakhiri gencatan senjata yang telah berlangsung sejak Januari. Serangan ini mengakibatkan lebih dari 400 warga Palestina syahid, termasuk banyak wanita dan anak-anak. Serangan ini menjadikannya periode 24 jam paling mematikan sejak Oktober 2023.
Eskalasi Serangan dan Kondisi Terkini
Serangan udara Israel pada 18 Maret 2025 menargetkan berbagai lokasi di Jalur Gaza, termasuk daerah pemukiman padat penduduk. Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa selain korban tewas, ratusan lainnya mengalami luka-luka, menambah beban pada sistem kesehatan yang sudah kewalahan.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa serangan ini merupakan awal dari operasi yang lebih luas dengan tujuan menghancurkan infrastruktur Hamas dan membebaskan sandera Israel yang masih ditahan. Netanyahu menegaskan bahwa semua negosiasi gencatan senjata akan berlangsung "di bawah tembakan." Hal ini menunjukkan kemungkinan eskalasi lebih lanjut.
Tindakan dan Peran Berbagai Pihak
Masyarakat internasional merespons dengan kecaman luas terhadap serangan tersebut. Negara-negara seperti Turki, Iran, Afrika Selatan, Prancis, Arab Saudi, dan Mesir mengutuk tindakan Israel dan menyerukan penghentian segera segala bentuk serangan. Mesir, sebagai mediator utama, mendesak kedua belah pihak untuk kembali ke meja perundingan dan memperingatkan dampak kemanusiaan yang semakin memburuk jika konflik berlanjut.
Di sisi lain, Amerika Serikat memberikan dukungan terhadap operasi militer Israel, menekankan hak Israel untuk membela diri. Namun, dukungan ini menuai kritik dari berbagai pihak yang menilai bahwa tindakan militer yang tidak proporsional dapat memperburuk situasi kemanusiaan di Gaza.
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
Tanggapan Ahli dan Pengamat
Para ahli dan pengamat internasional menyoroti bahwa penghentian gencatan senjata dan eskalasi kekerasan ini dapat memiliki dampak jangka panjang yang serius. Mereka memperingatkan bahwa tindakan militer yang intensif dapat memicu krisis kemanusiaan yang lebih dalam, mengingat kondisi Gaza yang sudah terisolasi dan kekurangan sumber daya vital.
Selain itu, pengamat politik menekankan bahwa solusi militer tidak akan menyelesaikan akar permasalahan konflik Israel-Palestina. Mereka menyerukan pendekatan diplomatik yang melibatkan dialog dan negosiasi untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan. Kegagalan untuk mencapai solusi politik yang adil hanya akan memperpanjang siklus kekerasan dan penderitaan bagi kedua belah pihak.
Kesimpulan
Eskalasi terbaru di Gaza pada 18 Maret 2025 menunjukkan betapa rapuhnya situasi keamanan di wilayah tersebut. Serangan yang menewaskan ratusan warga sipil ini menunjukkan urgensi bagi komunitas internasional untuk mengambil langkah-langkah nyata dalam mendorong gencatan senjata yang efektif dan berkelanjutan. Hanya melalui upaya bersama dan komitmen terhadap solusi politik yang adil, perdamaian yang berkelanjutan dapat dicapai di Gaza.
Bantu Palestina dengan Berdonasi: https://kitabisa.com/campaign/yukbantupalestinasekarang
*Tunaikan zakat, infaq, sedekah melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta.https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat
Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor : Ashifuddin Fikri
Writer : Nur Isnaini Masyithoh
20/03/2025 | Nur Isnaini Masyithoh
Fidyah di Indonesia: Tinjauan Hukum dan Implementasinya dalam Undang-Undang
Fidyah merupakan istilah dalam Islam yang merujuk pada kompensasi yang diberikan oleh seseorang yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa Ramadan karena alasan tertentu, seperti sakit atau perjalanan jauh.
Dalam konteks hukum di Indonesia, fidyah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agama dan sosial.
Dasar Hukum Fidyah
1. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang mengakui kebebasan beragama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing.
2. Peraturan Menteri Agama No. 29 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mencakup ketentuan mengenai fidyah bagi jemaah haji yang tidak dapat melaksanakan puasa.
Implementasi
Fidyah dapat dibayarkan dalam bentuk makanan pokok atau uang yang setara dengan nilai makanan tersebut.
Dalam praktiknya, banyak lembaga zakat dan organisasi sosial yang mengelola pengumpulan dan distribusi fidyah kepada yang berhak, seperti fakir miskin.
Fidyah bukan hanya merupakan kewajiban agama, tetapi juga diakui secara hukum di Indonesia.
Hal ini menunjukkan pentingnya integrasi antara nilai-nilai agama dan hukum positif dalam masyarakat.
Sumber:
1. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
2. Peraturan Menteri Agama No. 29 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
3. Buku "Hukum Islam di Indonesia" oleh M. Natsir.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
19/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Membayar Fidyah: Bolehkah Orang Lain yang Bukan Keluarga Menggantikan?
Fidyah adalah kewajiban bagi mereka yang tidak dapat menjalankan puasa, baik karena sakit, hamil, atau alasan lainnya.
Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah apakah fidyah dapat dibayari oleh orang lain yang bukan anggota keluarga.
Dalam konteks ini, para ulama sepakat bahwa membayar fidyah oleh orang lain, termasuk teman atau kerabat yang bukan keluarga dekat, adalah diperbolehkan.
Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa fidyah merupakan bentuk sedekah yang ditujukan untuk membantu orang yang tidak mampu berpuasa.
Oleh karena itu, siapa pun yang ingin membantu dengan membayar fidyah dapat melakukannya, asalkan niatnya tulus dan sesuai dengan syariat.
Namun, penting untuk dicatat bahwa orang yang membayar fidyah harus memahami bahwa niat dan tujuan dari fidyah tersebut adalah untuk memenuhi kewajiban ibadah.
Dalam hal ini, niat yang baik dari pihak yang membayar akan mendatangkan keberkahan bagi semua pihak yang terlibat.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadis, "Setiap amal tergantung pada niatnya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian, membayar fidyah oleh orang lain yang bukan keluarga adalah sah dan dapat menjadi bentuk solidaritas sosial yang positif.
Sumber:
1. Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah: 184.
2. Hadis tentang niat dan sedekah (HR. Bukhari dan Muslim).
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
19/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Fidyah dan Keberkahan Keluarga: Menghidupi Sunnah, Membuka Pintu Rezeki Bersama
Fidyah adalah bentuk kompensasi yang diberikan oleh seseorang yang tidak dapat menjalankan puasa, baik karena sakit, hamil, menyusui, atau alasan lainnya.
Dalam Islam, fidyah bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga merupakan amalan yang membawa banyak keberkahan, terutama bagi keluarga.
Dengan menunaikan fidyah, kita tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan orang lain, yang pada gilirannya membuka pintu rezeki bagi diri kita dan keluarga.
Menghidupi sunnah dengan memberikan fidyah dapat memperkuat ikatan keluarga.
Ketika keluarga bersama-sama berpartisipasi dalam memberikan fidyah, mereka belajar tentang empati, kepedulian, dan berbagi.
Hal ini menciptakan lingkungan yang positif dan penuh berkah.
Selain itu, banyak hadis yang menunjukkan bahwa memberi kepada yang membutuhkan akan mendatangkan rezeki yang berlimpah.
Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an, "Dan apa saja yang kamu infakkan, maka Allah akan menggantinya." (QS. Saba: 39).
Dengan demikian, fidyah bukan hanya sekadar amalan, tetapi juga investasi spiritual yang membawa keberkahan dan rezeki bagi keluarga.
Sumber:
1. Al-Qur'an, Surah Saba: 39.
2. Hadis tentang fidyah dan sedekah.
Penulis: Aulia Anastasya Putri Permana
Editor: M. Kausari Kaidani
19/03/2025 | Aulia Anastasya Putri Permana
Zakat Sebagai Penyuci Harta dan Jiwa
Zakat bukan hanya kewajiban dalam Islam, tetapi juga memiliki manfaat yang besar bagi individu dan masyarakat. Salah satu hikmah utama dari zakat adalah membersihkan harta dan jiwa. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka..." (QS. At-Taubah: 103). Ayat ini menunjukkan bahwa zakat memiliki fungsi spiritual dan sosial yang penting.
Zakat sebagai Penyuci Harta
Harta yang kita miliki tidak sepenuhnya milik kita sendiri. Dalam Islam, terdapat hak orang lain di dalamnya, terutama bagi fakir miskin dan mereka yang membutuhkan. Dengan menunaikan zakat, seseorang membersihkan hartanya dari hak-hak yang bukan miliknya.
Selain itu, zakat juga menjaga keberkahan harta. Rasulullah SAW bersabda: “Harta tidak akan berkurang karena sedekah.” (HR. Muslim). Artinya, meskipun seseorang mengeluarkan sebagian dari hartanya untuk zakat, Allah akan menggantikannya dengan rezeki yang lebih baik dan berkah yang melimpah.
Zakat sebagai Penyuci Jiwa
Selain membersihkan harta, zakat juga berperan dalam menyucikan jiwa dari sifat kikir dan cinta berlebihan terhadap dunia. Sifat kikir bisa menjadi penghalang seseorang untuk berbagi dengan sesama. Dengan berzakat, seseorang dilatih untuk peduli dan berbagi, sehingga tumbuh rasa kasih sayang dan kepedulian sosial.
Zakat juga mengajarkan keikhlasan. Ketika seseorang mengeluarkan zakat dengan niat yang tulus karena Allah, maka hatinya akan merasa lebih tenang dan bahagia. Ia menyadari bahwa harta hanyalah titipan dan digunakan untuk kebaikan bersama.
Dampak Sosial dari Zakat
Manfaat zakat tidak hanya dirasakan oleh individu yang membayarnya, tetapi juga oleh masyarakat luas. Zakat dapat membantu mengurangi kemiskinan, memperbaiki kesejahteraan umat, serta menciptakan keseimbangan ekonomi. Dengan adanya distribusi harta yang lebih adil, kesenjangan sosial dapat dikurangi.
Lembaga-lembaga zakat yang profesional juga memainkan peran penting dalam mengelola zakat agar dapat dimanfaatkan untuk program-program pemberdayaan ekonomi, pendidikan, dan bantuan sosial. Hal ini menjadikan zakat sebagai instrumen yang tidak hanya bersifat spiritual, tetapi juga membawa dampak nyata dalam kehidupan sosial.
Zakat bukan sekadar kewajiban, tetapi juga cara untuk menyucikan harta dan jiwa. Dengan membayar zakat, seseorang tidak hanya memperoleh keberkahan dalam hidupnya, tetapi juga turut berkontribusi dalam membangun kesejahteraan umat. Oleh karena itu, setiap Muslim yang mampu harus menunaikan zakat dengan penuh kesadaran agar manfaatnya dapat dirasakan oleh semua pihak.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor: Ummi Kiftiyah
19/03/2025 | admin
Syarat dan Ketentuan Menjadi Amil Zakat
Dalam Islam, zakat merupakan salah satu rukun yang berfungsi sebagai instrumen sosial untuk membantu kaum dhuafa. Untuk memastikan pengelolaan zakat yang transparan dan tepat sasaran, Islam menetapkan kelompok khusus yang bertugas mengelola zakat, yaitu amil zakat. Amil zakat adalah orang atau lembaga yang bertanggung jawab dalam menghimpun, mengelola, dan mendistribusikan zakat kepada yang berhak menerimanya. Namun, tidak semua orang bisa menjadi amil zakat. Ada syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi.
Syarat-Syarat Amil Zakat
Para ulama menetapkan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang amil zakat, yaitu:
Muslim – Amil zakat harus beragama Islam karena zakat merupakan ibadah dalam Islam yang harus dikelola sesuai dengan tuntunan syariat.
Baligh dan Berakal – Amil harus sudah dewasa dan memiliki akal yang sehat agar dapat menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.
Amanah dan Jujur – Mengelola zakat membutuhkan kejujuran dan integritas yang tinggi agar tidak terjadi penyalahgunaan dana zakat.
Memiliki Pemahaman tentang Zakat – Seorang amil harus memahami aturan-aturan zakat, termasuk nisab, haul, dan siapa saja yang berhak menerima zakat.
Adil – Amil harus bertindak adil dalam menyalurkan zakat kepada penerima yang berhak tanpa diskriminasi atau kepentingan pribadi.
Memiliki Kemampuan Manajerial – Mengelola zakat tidak hanya soal mengumpulkan dan membagikan, tetapi juga membutuhkan keahlian dalam pencatatan, administrasi, dan distribusi yang efisien.
Tugas dan Tanggung Jawab Amil Zakat
Sebagai pihak yang bertanggung jawab atas zakat, amil memiliki beberapa tugas utama, yaitu:
Menghimpun Zakat – Amil bertugas mengumpulkan zakat dari muzakki (pemberi zakat), baik zakat mal maupun zakat fitrah.
Mendistribusikan Zakat – Zakat yang telah terkumpul harus disalurkan kepada delapan golongan penerima zakat (asnaf) sesuai ketentuan syariat.
Administrasi dan Pelaporan – Amil harus mencatat semua pemasukan dan pengeluaran zakat secara transparan serta memberikan laporan kepada masyarakat atau pihak yang berwenang.
Edukasi dan Sosialisasi – Selain mengelola zakat, amil juga memiliki tugas untuk mensosialisasikan pentingnya zakat kepada umat Islam agar kesadaran mereka meningkat.
Amil zakat memiliki peran yang sangat penting dalam keberlangsungan zakat sebagai sistem sosial Islam. Oleh karena itu, tidak semua orang dapat menjadi amil tanpa memenuhi syarat dan ketentuan yang ditetapkan. Kejujuran, amanah, dan pemahaman yang baik tentang zakat adalah hal utama yang harus dimiliki oleh seorang amil agar pengelolaan zakat berjalan sesuai dengan syariat dan bermanfaat bagi umat.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor: Ummi Kiftiyah
19/03/2025 | admin
Pemaknaan Budak sebagai Penerima Zakat di Zaman Modern
Dalam ajaran Islam, zakat merupakan instrumen penting untuk menyejahterakan umat dan mengurangi ketimpangan sosial. Salah satu golongan yang berhak menerima zakat adalah riqab, yang secara klasik merujuk pada budak atau hamba sahaya yang membutuhkan bantuan untuk mendapatkan kebebasannya. Namun, bagaimana konsep riqab ini relevan di era modern di mana perbudakan sudah tidak lagi ada dalam bentuk tradisionalnya?
Memahami Riqab dalam Konteks Zaman Sekarang
Meskipun perbudakan secara resmi telah dihapuskan di hampir seluruh dunia, bentuk-bentuk eksploitasi manusia masih ada dalam berbagai wujud. Oleh karena itu, beberapa ulama dan lembaga zakat menafsirkan riqab dalam cakupan yang lebih luas untuk mencakup individu-individu yang mengalami kondisi mirip dengan perbudakan, seperti:
Korban perdagangan manusia, termasuk pekerja paksa, wanita dan anak-anak yang dieksploitasi, serta orang-orang yang diperjualbelikan secara ilegal.
Orang yang terjebak dalam kecanduan (narkoba, alkohol, judi) yang membuat mereka kehilangan kebebasan dan kendali atas hidupnya.
Narapidana yang dipenjara secara tidak adil, termasuk mereka yang mengalami kriminalisasi akibat kemiskinan atau kebijakan hukum yang tidak berpihak pada kaum lemah.
Pekerja yang mengalami eksploitasi ekstrem, seperti buruh migran yang dipaksa bekerja tanpa hak yang layak atau mereka yang tidak dapat melepaskan diri dari lingkaran kemiskinan.
Peran Zakat dalam Membebaskan “Budak” Modern
Dengan memahami riqab dalam perspektif modern, zakat dapat dimanfaatkan untuk berbagai program sosial yang bertujuan membebaskan individu dari kondisi keterikatan dan eksploitasi, seperti:
Pendanaan rehabilitasi bagi korban perdagangan manusia dan kecanduan agar mereka dapat kembali menjalani hidup yang sehat dan produktif.
Bantuan hukum bagi narapidana yang mengalami ketidakadilan agar mereka mendapatkan kesempatan untuk memperoleh keadilan yang sebenarnya.
Pemberdayaan ekonomi bagi buruh yang mengalami eksploitasi dengan memberikan pelatihan keterampilan atau modal usaha agar mereka bisa mandiri.
Dukungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga yang terjebak dalam hubungan yang tidak sehat dan sulit melepaskan diri akibat keterbatasan finansial.
Zakat tidak hanya sekadar kewajiban ibadah, tetapi juga alat untuk menciptakan keadilan sosial. Dalam konteks modern, riqab bukan lagi tentang budak dalam arti tradisional, tetapi tentang individu-individu yang masih terbelenggu oleh ketidakadilan dan eksploitasi. Oleh karena itu, dana zakat dapat diarahkan untuk membantu mereka agar dapat meraih kehidupan yang lebih baik dan bebas dari berbagai bentuk penindasan. Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin memberikan solusi nyata bagi masalah sosial dengan menjadikan zakat sebagai sarana pembebasan bagi mereka yang tertindas di berbagai zaman.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Editor: Ummi Kiftiyah
19/03/2025 | admin
Menunda Zakat Hingga Melewati Haul, Apa Konsekuensinya?
Zakat mal wajib dikeluarkan oleh seorang Muslim ketika hartanya telah mencapai nisab dan melewati haul (satu tahun kepemilikan). Namun, apa yang terjadi jika seseorang menunda zakat hingga melewati haul tanpa alasan yang sah?
Secara hukum, zakat adalah kewajiban yang harus ditunaikan tepat waktu. Jika seseorang menunda pembayaran zakat dengan sengaja, maka ia berdosa karena menahan hak orang lain yang seharusnya sudah diterima. Rasulullah SAW bersabda, “Tolaklah zakat dari harta mereka, karena sesungguhnya itu membersihkan mereka dan menyucikan mereka." (HR. Muslim). Menunda zakat sama saja dengan menunda pembersihan harta dan jiwa.
Konsekuensi lainnya adalah keberkahan harta dapat berkurang. Dalam beberapa riwayat, disebutkan bahwa menahan zakat bisa menyebabkan harta menjadi tidak berkah, bahkan berpotensi mendatangkan musibah. Selain itu, jika seseorang meninggal sebelum membayar zakatnya, maka ahli waris wajib menunaikannya dari harta peninggalannya sebelum diwariskan.
Jika penundaan terjadi karena kelupaan atau ketidaktahuan, maka kewajiban tetap ada, tetapi tanpa dosa asalkan segera dibayarkan. Dalam hal ini, seseorang dianjurkan untuk segera menunaikan zakat dan, jika perlu, menambahkan sedekah sebagai bentuk taubat dan penyesalan.
Kesimpulannya, menunda zakat tanpa alasan yang jelas dapat membawa konsekuensi spiritual dan finansial. Oleh karena itu, zakat sebaiknya dibayarkan segera setelah haul agar harta tetap bersih dan berkah.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Penulis: Saffanatussa'idiyah
Editor: Ummi Kiftiyah
19/03/2025 | admin
Bagaimana Jika Lupa Membayar Zakat Fitrah Hingga Lebaran Berlalu?
Zakat fitrah merupakan zakat wajib yang harus ditunaikan oleh setiap Muslim sebelum salat Idulfitri. Tujuannya adalah untuk menyucikan jiwa setelah menjalani ibadah puasa dan membantu fakir miskin agar mereka bisa merayakan Idulfitri dengan bahagia. Namun, bagaimana jika seseorang lupa membayarnya hingga hari raya berlalu?
Menurut hadis Rasulullah SAW, zakat fitrah yang ditunaikan sebelum salat Idulfitri akan diterima sebagai zakat, sedangkan yang diberikan setelahnya hanya dihitung sebagai sedekah biasa (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah). Artinya, meskipun kewajiban tetap ada, pahala zakatnya bisa berkurang jika ditunaikan terlambat.
Bagi mereka yang lupa atau tidak sempat membayar zakat fitrah sebelum salat Id, maka ia tetap wajib mengeluarkannya secepat mungkin. Meskipun tidak lagi dihitung sebagai zakat fitrah, tetapi tetap harus diberikan kepada orang yang berhak menerimanya, yaitu fakir dan miskin.
Menunda zakat fitrah tanpa alasan yang sah dapat dianggap sebagai kelalaian dalam menjalankan kewajiban agama. Oleh karena itu, setiap Muslim dianjurkan untuk membayar zakat fitrah tepat waktu, baik sendiri maupun melalui lembaga zakat resmi.
Kesimpulannya, zakat fitrah yang terlupa tetap harus dikeluarkan meskipun sudah lewat hari raya. Agar tidak terulang di masa depan, ada baiknya membayarnya lebih awal, bahkan sejak awal Ramadan jika memungkinkan.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Penulis: Saffanatussa'idiyah
Editor: Ummi Kiftiyah
19/03/2025 | admin
Zakat Mal yang Terlambat Dibayarkan, Bagaimana Hukumnya?
Zakat mal adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang memiliki harta mencapai nisab dan telah melewati haul (satu tahun kepemilikan). Namun, bagaimana jika seseorang terlambat membayarnya?
Dalam Islam, zakat adalah hak bagi mereka yang membutuhkan. Oleh karena itu, jika seseorang menunda atau lupa membayar zakat mal, ia tetap wajib mengeluarkannya meskipun telah lewat dari waktu yang seharusnya. Keterlambatan ini tidak menggugurkan kewajiban, dan harta yang belum dizakati masih mengandung hak orang lain.
Para ulama sepakat bahwa orang yang sengaja menunda pembayaran zakat tanpa alasan yang sah telah melakukan dosa. Sebab, zakat adalah kewajiban yang harus segera ditunaikan setelah syaratnya terpenuhi. Namun, jika keterlambatan terjadi karena ketidaktahuan atau kelalaian yang tidak disengaja, maka kewajiban tetap ada, tetapi tanpa dosa jika segera dibayarkan begitu disadari.
Dalam kondisi ini, seseorang harus segera membayarkan zakat mal yang tertunda tanpa mengurangi jumlahnya. Jika ingin menambahnya sebagai bentuk kehati-hatian atau kaffarah (tebusan), ia boleh menambahkan sedekah.
Kesimpulannya, zakat mal yang terlambat tetap harus dikeluarkan, karena hak fakir miskin tidak boleh ditahan. Semakin cepat ditunaikan, semakin baik agar harta menjadi bersih dan berkah.
=====================
*Tunaikan zakat/infaq, melalui Kantor Digital BAZNAS Kota Yogyakarta. https://kotayogya.baznas.go.id/bayarzakat Kunjungi juga website: https://baznas.jogjakota.go.id
Penulis: Saffanatussa'idiyah
Editor: Ummi Kiftiyah
19/03/2025 | admin
Bangkit di Bulan Ramadhan, Ibu Ren Sukses dengan Usaha ZChicken
Ramadhan menjadi momen penuh makna bagi Ibu Ren Novita, warga Kelurahan Tangkerang Selatan, Kecamatan Bukit Raya, Kota Pekanbaru. Setelah menghadapi ujian berat akibat musibah yang menimpa suaminya, ia kini berhasil bangkit dengan usaha ayam krispi ZChicken yang membantu menopang perekonomian keluarganya.
Melalui usaha kuliner ini, Ibu Ren tidak hanya mendapatkan penghasilan tambahan, tetapi juga membuktikan bahwa ketekunan dan kerja keras dapat mengubah keadaan. Di bulan suci ini, permintaan ayam krispi meningkat, membuat usahanya semakin berkembang dan dikenal masyarakat sekitar.
Keberhasilan ini menjadi bukti bahwa usaha mikro dapat menjadi solusi bagi mereka yang ingin meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Dengan strategi pemasaran yang tepat, usaha kecil seperti milik Ibu Ren memiliki peluang besar untuk terus berkembang dan memberikan manfaat yang lebih luas.
Kontributor : Adam FakhrianEditor : NOV
19/03/2025 | Adam Fakhrian
Fidyah dan Zakat Fitrah: Perbedaan dan Persamaannya
Fidyah dan Zakat Fitrah: Perbedaan dan Persamaannya
Fidyah dan zakat fitrah adalah dua bentuk ibadah yang berkaitan dengan kewajiban seorang Muslim dalam membantu sesama, khususnya fakir miskin. Keduanya sering kali dianggap mirip karena sama-sama berupa pemberian makanan atau harta, namun sebenarnya memiliki perbedaan mendasar dalam hal tujuan, hukum, dan penerima manfaatnya.
Persamaan antara Fidyah dan Zakat Fitrah
Tujuan Sosial – Baik fidyah maupun zakat fitrah bertujuan untuk membantu kaum fakir miskin agar dapat memenuhi kebutuhan pokok mereka.
Dibayarkan dalam Bentuk Makanan Pokok – Kedua ibadah ini lebih dianjurkan untuk diberikan dalam bentuk makanan pokok, seperti beras, gandum, atau bahan pangan lain yang lazim dikonsumsi.
Dibayarkan pada Waktu Tertentu – Fidyah biasanya dibayarkan selama atau setelah Ramadhan oleh orang yang tidak mampu berpuasa, sedangkan zakat fitrah dibayarkan sebelum hari raya Idul Fitri.
Perbedaan antara Fidyah dan Zakat Fitrah
AspekFidyahZakat Fitrah
Hukum
Wajib bagi orang yang tidak mampu berpuasa dan tidak bisa menggantinya
Wajib bagi setiap Muslim yang memiliki kelebihan makanan di malam Idul Fitri
Penerima
Fakir miskin
Fakir miskin, amil zakat, mualaf, dan golongan yang berhak menerima zakat
Cara Pembayaran
Dapat berupa makanan pokok atau uang setara dengan harga makanan
Umumnya berupa makanan pokok, meskipun ada pendapat yang memperbolehkan dalam bentuk uang
Waktu Pembayaran
Selama atau setelah bulan Ramadhan
Wajib dibayarkan sebelum shalat Idul Fitri
Penulis:
Hubaib Ash Shidqi
Editor:Hubaib Ash Shidqi
19/03/2025 | HUBAIB ASH SHIDQI

Info Rekening Zakat
Mari tunaikan zakat Anda dengan mentransfer ke rekening zakat.
BAZNAS
Info Rekening Zakat